Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 02:58:30 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 102
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 168
Total: 168

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

alasan orang-orang ATHEIS

Dimulai oleh hakku_DRRR, November 14, 2011, 02:13:10 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

mhyworld

Spektrum di atas baru membahas dalam satu dimensi, yaitu spektrum of probabilitas, atau bisa diartikan sebagai tingkat kepercayaan. Beberapa paham/kepercayaan dapat dilihat dari sudut pandang/dimensi yang berbeda, seperti deism, pantheism, polytheism.
once we have eternity, everything else can wait

?

Kutip dari: Fariz Abdullah pada Desember 05, 2011, 01:40:12 PM
Saya rasa baik orang Atheis maupun Theis, sama-sama manusia yang juga punya selera humor dan sensitivitas..Tidak yang satu lebih tinggi dari yang lain..

Tapi memang pada konteks dialog Atheis - Theis, pihak Atheis lebih berpeluang untuk 'menyerang'..Pihak yang menyerang biasanya ada kecenderungan menyindir, atau secara sarkastik, mengolok-olok..Dan tentu saja menurut pihak penyerang itu adalah humor, dan bagi pihak yang diserang itu bukan humor samasekali, sehingga Theis terkesan lebih 'sensi'..

Atheis memang lebih 'unggul' dalam logika..Sementara pihak Theis lebih unggul dalam memaknai spiritual..Pihak Theis menganggap Atheis 'kering' dalam spiritualitas nya, kering pada sesuatu yang 'rohani', sesuatu yang 'akal budi'..Atheis cenderung mengatakan 'tidak' pada sesuatu yang non inderawi..Sementara Theis menganggap yang non inderawi ini eksis, real, dan berusaha memaknainya, bahkan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupannya..

Bagi Agnostik, dua-dua nya adalah spekulasi belaka..Kepercayaan belaka..Agnostik bersikap diam dan meragukan terhadap hal-hal yang spekulatif dan belum terbukti..Agnostik akan bilang "belum tahu" atau "tidak tahu" terhadap hal-hal yang belum terbukti..Agnostik berpendapat, adalah tidak bijak jika kita menyerahkan seluruh hidup kita dan intelektualitas kita pada hal-hal yang spekulatif..Bagi Agnostik yang progressif, mereka akan bersikap open minded, dan membuka ruang untuk penyelidikan dan eksperimen terhadap hal-hal yang belum diketahui..

Bukan berarti tidak ada kritik pada Agnostik..Bagi Atheis, Agnostik seperti orang yang tidak punya sikap..Terombang-ambing dalam ketidakpastian..Bagi Atheis, Tuhan jelas tidak ada..Itu pasti..Tidak ada ruang untuk ragu..

Bagi Theis, Agnostik sama saja dengan Atheis..Sama-sama tidak percaya bahwa Tuhan itu ada..

CMIIW..


Masuk akal. Sebelum dibuktikan maka hal tersebut hanya hipotesis.

mhyworld

Tidak adanya bukti langsung bukan berarti kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa, dengan kata lain peluang benar-salahnya tidak selalu fifty-fifty. Kita masih bisa menarik kesimpulan berdasarkan teori probabilitas.

Contoh dalam permainan tebak koin. Pada kondisi normal, peluang munculnya sisi angka sama besar dengan peluang munculnya sisi gambar. Sehingga dalam 100 kali pelemparan, frekuensi harapan munculnya angka sama dengan gambar, yaitu 50 kali. Jika ternyata yang muncul adalah semuanya angka, kita punya alasan yang kuat untuk curiga bahwa proses pelemparan koin tersebut bukan proses yang normal, meskipun kita belum tahu dan belum memiliki bukti fisik mengenai mekanisme seperti apa yang sebenarnya dijalankan sehingga memunculkan hasil tersebut.

Peluang munculnya 100 angka dalam pelemparan 1 koin sebanyak 100 kali adalah satu dibagi dua pangkat 100 = 7.89x10^-31 (angka yang sangat kecil). Pada dasarnya, semakin kecil peluang munculnya suatu peristiwa, semakin besar kecurigaan kita bahwa peristiwa tersebut dipengaruhi oleh faktor non-acak, dan semakin kecil keraguan kita. Meskipun diakui bahwa keraguan itu tidak bisa benar-benar habis. Ini juga yang terjadi pada proses penalaran induktif (generalisasi) dan abduktif. Tidak ada jaminan bahwa kesimpulan yang ditarik 100% benar, namun masih dapat digunakan secara praktikal.
once we have eternity, everything else can wait

hakku_DRRR

mayoritas orang agama lebih mempercayai keyakinan nya...dari pada ilmu pengetahuan......seperti...gangguan jiwa saya...yang nama nya gangguan identitas disosiatif......dan ketika aku menanyakan pada mereka ...mereka nyuruhku untuk ke ustad...mereka bilang aku harus di rukiah.......aku kemasukan setan...padahal...gangguan ku ini ulah mereka yg membuat broken home

?

Kutip dari: mhyworld pada Desember 08, 2011, 04:25:42 PM
Tidak adanya bukti langsung bukan berarti kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa, dengan kata lain peluang benar-salahnya tidak selalu fifty-fifty. Kita masih bisa menarik kesimpulan berdasarkan teori probabilitas.

Contoh dalam permainan tebak koin. Pada kondisi normal, peluang munculnya sisi angka sama besar dengan peluang munculnya sisi gambar. Sehingga dalam 100 kali pelemparan, frekuensi harapan munculnya angka sama dengan gambar, yaitu 50 kali. Jika ternyata yang muncul adalah semuanya angka, kita punya alasan yang kuat untuk curiga bahwa proses pelemparan koin tersebut bukan proses yang normal, meskipun kita belum tahu dan belum memiliki bukti fisik mengenai mekanisme seperti apa yang sebenarnya dijalankan sehingga memunculkan hasil tersebut.

Peluang munculnya 100 angka dalam pelemparan 1 koin sebanyak 100 kali adalah satu dibagi dua pangkat 100 = 7.89x10^-31 (angka yang sangat kecil). Pada dasarnya, semakin kecil peluang munculnya suatu peristiwa, semakin besar kecurigaan kita bahwa peristiwa tersebut dipengaruhi oleh faktor non-acak, dan semakin kecil keraguan kita. Meskipun diakui bahwa keraguan itu tidak bisa benar-benar habis. Ini juga yang terjadi pada proses penalaran induktif (generalisasi) dan abduktif. Tidak ada jaminan bahwa kesimpulan yang ditarik 100% benar, namun masih dapat digunakan secara praktikal.


wah, menyenangkan. saya berharap anda bisa berbicara lebih banyak tentang hal tersebut.

dari pernyataan tersebut sebenarnya ada beberapa pertanyaan :
1. apakah benar fifty-fifty? apa dasarnya?
2. menurut saya statistik tidak menunjukkan apa-apa kecuali generalisasi. bagaimana?
3. berkaitan dengan probabilitas, apakah mau mengambil probabilitas yang kecil?

semoga pertanyaannya bisa dipahami.

mhyworld

Kutip dari: ? pada Desember 08, 2011, 08:29:15 PM
wah, menyenangkan. saya berharap anda bisa berbicara lebih banyak tentang hal tersebut.

dari pernyataan tersebut sebenarnya ada beberapa pertanyaan :
1. apakah benar fifty-fifty? apa dasarnya?
2. menurut saya statistik tidak menunjukkan apa-apa kecuali generalisasi. bagaimana?
3. berkaitan dengan probabilitas, apakah mau mengambil probabilitas yang kecil?

semoga pertanyaannya bisa dipahami.
1. Saya justru mengatakan bahwa agnostik itu tidak selalu mengartikan bahwa peluang benar/salahnya suatu pernyataan selalu fifty-fifty. Data yang tersedia, meskipun tidak lengkap, bisa menunjukkan besarnya peluang pernyataan tersebut untuk benar atau salah.
2. Statistik merupakan tool/alat bantu untuk menganalisis dan mengkuantisasi ketidakpastian secara ilmiah. AFAIK, teori kuantum juga menggunakan mekanika statistik untuk analisis perilaku/interaksi partikel-partikel subatomik.
3. Konteksnya apa nih? Kalau dalam keselamatan kerja, kita memang mengusahakan probabilitas kecelakaan kerja sekecil mungkin. Selain dari segi probability, kita juga mengelompokkan kecelakaan kerja dari segi severity/ keparahannya. Pabrik yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dengan tingkat severity yang tinggi dan probabilitas terjadinya kecelakaan tersebut juga tinggi tidak layak untuk dipertahankan, sehingga sudah sewajarnya ditutup.
once we have eternity, everything else can wait

mhyworld

Kutip dari: ? pada Desember 04, 2011, 11:02:13 PM
Sepertinya atheis memiliki sikap humor yang lebih tinggi dan mereka yang religius memiliki sensitivitas yang lebih tinggi?

Menarik untuk memperhatikan koleksi humor mereka di sini [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
Dalam membahas masalah yang serius seperti SF ini, mungkin kita perlu refreshing sejenak untuk melemaskan otot2 yang kaku  ;D
Thanks @Farabi for the link.
once we have eternity, everything else can wait

Monox D. I-Fly

Kutip dari: hakku_DRRR pada Desember 08, 2011, 05:55:33 PM
mayoritas orang agama lebih mempercayai keyakinan nya...dari pada ilmu pengetahuan......seperti...gangguan jiwa saya...yang nama nya gangguan identitas disosiatif......dan ketika aku menanyakan pada mereka ...mereka nyuruhku untuk ke ustad...mereka bilang aku harus di rukiah.......aku kemasukan setan...padahal...gangguan ku ini ulah mereka yg membuat broken home

Jadi inget tetanggaku depan rumah, dia sekarang kena gangguan jiwa gara-gara keluarganya broken home, tapi beberapa orang di dekatnya malah mikir kalau dia keseringan melamun (wajar lah, broken home) terus kesurupan sama penunggu jin rumah kosong sebelah rumahnya.
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

ssdestroyer

Saya menjadi atheis setelah saya menyadari kalau Tuhan itu hanya jawaban akan sesuatu yang belum/tidak diketahui manusia :)
Jadi bisa dibilang saya kehilangan alasan untuk mempercayai Tuhan.

Farabi

Biarpun saya bukan seorang ateis saya memiliki kecenderungan untuk mengikuti pendapat para ateis, karena saya lihat mereka bisa lebih objektif melihat hukum hukum alam dibandingkan para theis yang hanya berupaya untuk membela iman. Masalh dari membela iman dengan mencocok cocokan dengan sains adalah dimana kita tidak bisa kemana mana dan tidak akan bisa berkembang. Ilmu pengetahuan itu harus bisa diterapkan dan di praktikan, harus bisa menjadi suatu barang yang berguna, sedangkan IPTEK theis hanya sekedar alat debat yang tidak bisa diaplikasikan untuk membuat apapun. Itu sebabnya walaupun saya bukan seorang ateis saya tetap akan mendengarkan pendapat pendapat mereka sebagai penyeimbang dongeng dongeng yang biasa disebarkan oleh theis untuk menguatkan iman.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

Feng Shin

Atheist here  8)

saya rasa salah kaprah ya jika dibilang atheist itu korban pemikiran yang campur aduk atau depresi atau ibarat cangkir yang sudah terisi air dengan penuh. sebenarnya antara atheist dan theist maupun agnostik, disini pemahaman dasarnya saja yang berbeda apakah dia memprioritaskan iman atau lebih ke logika. theist lebih cenderung bertolak kepada iman atheist lebih cenderung bertolak kepada logika sedangkan agnostik cenderung kepada kedua"nya.

MuhammadRyan

Aku bukan Atheist... jujur aja dulu aku relijius banget, hampir kyk FPI; full rusuh, full ngawur, surat pendek yg tak apal aja cuman Al Ihklas.

Skarang aku Muslim-Semi Atheist-Darwinist-dan Populist. Sekarang Jus 30 dah mau tamat (weee...) dan malah aku lebih seneng ngedengerin pendapat nya orang Atheist yg pake Logika ketimbang orang Relijius yg cuman koar koar pake pentung. Yg pling orang gk suka bkan dari sisi Relijius ato Atheist, tpi dri sisi Gnostik mereka; Relijius=Fanatis, Atheist=Anti Theist. Jdi orang Atheist mungkin nganggep orang relijius kebanyakan fanatis, sebagaimana relijius memandang Atheist.

Sekarang, gw malah bkin proyek yg ngawur ngawur (tpi punya logikanya juga)
- Mesin yg ngidupin orang mati > Thread nya ada di Biologi, cari aja ndiri. Bingung jga ngasih namanya. (dah dicoba ke anjing -positif-)
- Transplant otak (yg ini dah dicoba ke monyet ama anjing -positif-)
- Muslims' Flu (gw gk mau memperalat sodara gw sendiri ya, tpi Muslims; punya kesetimbangan kimia yg jauh 'inbalance' daripada orang lain. Mereka punya gradien sensitivitas Kostrisol dan Norepinefrin yg tinggi (yg membuat mereka jauh lebih fanatik dripada agama lain; respons bisa ditunjukan jika kamu menunjukan sesuatu yg menyindir mereka dlm hal agama, misal sodorin aja gambar Muhammad; and see how your world burn). Aktivitas mereka kyk mbaca Qur'an ato Sujud dlm solat membuat Lobus Otak mereka aktif di bagian Prefrontal, Oksipital, dan Temporal (dikit di Parietal, tpi variasi) yg membuat mereka sebenarnya aktif secara fisik maupun logika.

Semisal kita ngarancang patogen yg membuat ketidaksetimbangan kimia ini menjadi potensi meningkatkan intelegensi mereka. (Apalagi Epinefrin yg merupakan Neurotransmitter, jika kosentrasi mereka tdk dipusatkan cmn di darah tpi juga di sinapsis antar Neuron; bsa bsa aja Muslim jdi lebih pinter dri Yahudi). Otak Muslim yg punya ketidak setimbangan kimia (faktanya) juga mudah dikontrol, metode cuci otak dgn modular kimia -kyk LSD, MK ULTRA- jauh lebih berefek ke Muslim daripada Agama lain (klo yg ini bener).

dah ah nulis nya di thread aja, klo yg ginian bsa bsa dibakar
 
"Saat gerah keterlaluan"
"MATAHARI ADA DUA!!!"
"Liat ABG Kumisan..."
"Asli gak tahan, pake ini itu gak mempaaaan!"


darwinian

tahukah anda perbedaan antara Sains dan Agama? Sains selalu mengoreksi dirinya sendiri dan tidak malu untuk mengakui apabila Ia belum memiliki penjelasan atas hal-hal yang belum bisa Ia jelaskan, sementara untuk hal yang satunya lagi, saya tidak berani untuk memberi komentar, karena hal yang satu itu sepertinya sudah absolut dan cenderung statis sehingga orang yang mempercayainya harus menerima hal itu apa adanya dan titik tidak ada pertanyaan lagi.
Ingat yang menjadi jargon dalam Sains adalah "Pertanyakan Semuanya" bukan hanya sekedar "Menghafalnya".

Monox D. I-Fly

Dalam Islam malah ada larangan banyak bertanya, dan hal ini membuat saya makin curiga akan ajaran yang telah saya anut selama bertahun-tahun ini.
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.