Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 06:52:48 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 134
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 66
Total: 66

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Apakah IPTEK (Sains) dan IMTAK (Agama) bisa disatukan secara filosofis?

Dimulai oleh pr@m, April 03, 2009, 08:10:26 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

utusan langit

Kutip dari: pr@m pada April 06, 2009, 03:41:03 PM
Saya ga mempercayai agama manapun saat ini...so?knapa?
so untuk apa selama ini kita berdebat? kalau basicnya sudah beda,.
saya beragama karena tuhan saya, kalau anda? (nggak tahu saya)
Kutip dari: pr@m pada April 06, 2009, 03:41:03 PM
bolak...balik...ngalor...ngidul... ???  nggak jel..
itu karena anda tidak mengerti maksud saya, saya menjelaskan (flash back) anda malah bilang nggak jel,..

Kutip dari: pr@m pada April 06, 2009, 03:41:03 PM
akan cuma menjadi pembenaran juga kalo anda cuma melihat hanya ke dalam agama anda itu sendiri.. coba anda buka mata, pikiran anda lebar2 ke luar, pada agama2 lain, atau bahkan diluar konstruk agama itu sendiri..sudahkah??
saya kira hak saya untuk meyakini segala sesuatu, dan umur saya terlalu pendek mas untuk mempelajari semua agama! saya sudah menetapkan, mencari alasan, dan fakta dalam agama saya, dan sudah cocok dengan hati dan pikiran saya! saya kira itu cukup, setidaknya buat saya!

Mtk Kerajaan Mataram

Kutip dari: pr@m pada April 03, 2009, 08:10:26 AM
Agama berdiri pada pijakan iman dan keyakinan, apa yg dikatakan agama adalah fakta bagi dirinya dan para penganutnya, pembuktian bukan suatu tuntutan.
well...??

Saya kira anda perlu mempelajari kitab2 agama yang banyak : alkitab kristiani, al-quran islam, dan kitab2 lain sebelum memberi kesimpulan. Definisi ini adalah dari imajinasi anda.
Senyampang belum pasti tahu, posisikan anda dalam aman, yaitu tidak/belum mengimani atau minimal tidak mengkafiri.
Mengkafirkan sebelum tahu yang sebenarnya dan hanya hasil dugaan, hanya akan melenceng.

pr@m

Kutip dari: utusan langit pada April 06, 2009, 05:56:52 PM
so untuk apa selama ini kita berdebat? kalau basicnya sudah beda,.
saya beragama karena tuhan saya, kalau anda? (nggak tahu saya)

kalo basicnya sama, anda tepat kalo bertanya kenapa kita berdebat..
nggak tahu?betapa anda susah untuk tahu...anda beragama karena tuhan anda, saya tidak beragama ya karena alasan saya sendiri..  :P

Kutip dari: utusan langit pada April 06, 2009, 05:56:52 PM
saya kira hak saya untuk meyakini segala sesuatu, dan umur saya terlalu pendek mas untuk mempelajari semua agama! saya sudah menetapkan, mencari alasan, dan fakta dalam agama saya, dan sudah cocok dengan hati dan pikiran saya! saya kira itu cukup, setidaknya buat saya!

dan saya punya hak juga donk untuk tidak meyakini sesuatu...
terlalu pendek?apa tidak terlalu malas?anda sudah nyaman dengan apa yg anda miliki tanpa usaha..
yup dan mungkin tidak cukup bagi yg lain...

pr@m

Kutip dari: abalone pada April 06, 2009, 05:07:00 PM
Agama maupun Science pada awalnya berupa informasi yang dicerap , diidentifikasi lewat reseptori indera manusia dan kemudian diklasifikasi oleh akal. adalah kita manusia yang mengambil sikap dalam menerima informasi.

benarkah??agama berawal dari informasi yg dicerap, diidentifikasi indera manusia??yg bener nih..?

Kutip dari: abalone pada April 06, 2009, 05:07:00 PM
Memang Kalau titik nol (ketidak-tahuan) ini kita ber-apriori, maka pengetahuan akan menjadi pragmatis yang hanya mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan pragmatisme menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi instinktif belaka. Atau dengan kata lain, Pragmatisme telah menundukkan keputusan akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif. Sebaliknya, kalau berdasarkan percaya bahwa Tuhan itu ada, justru perkembangan science akan berjalan menuju Agama.

anda sudah terlalu jauh mengambil kesimpulan tentang pragmatisme, pendapat anda menjadi tidak berdasar sama sekali...

perkembangan science menuju agama?? as you wish....!
mari kita bicara fakta bung..

Kutip dari: abalone pada April 06, 2009, 05:07:00 PM

Bahasan saya memulainya dengan sudut pandang mempercayai keberadaan Tuhan,

sudut pandang anda ada di dalam agama! anda tidak dapat membahas dua hal tanpa anda terbebas dari dua hal tersebut..so?nonsense

utusan langit

Kutip dari: pr@m pada April 07, 2009, 07:36:31 AM
kalo basicnya sama, anda tepat kalo bertanya kenapa kita berdebat..
nggak tahu?betapa anda susah untuk tahu...anda beragama karena tuhan anda, saya tidak beragama ya karena alasan saya sendiri..  :P
kalau saya berdebat untuk menyamakan pendapat, agar debatnya ada gunanya!
lho mas pram saya kan tidak berhat memfonis anda percaya kepada x, saya juga tidak berhak memfonis alasan anda untuk percaya pada sesuatu!

Kutip dari: pr@m pada April 07, 2009, 07:36:31 AM
dan saya punya hak juga donk untuk tidak meyakini sesuatu...
terlalu pendek?apa tidak terlalu malas?anda sudah nyaman dengan apa yg anda miliki tanpa usaha..
yup dan mungkin tidak cukup bagi yg lain...
waduh mas Pr@m, saya kan bilang,..
Kutipsaya sudah menetapkan, mencari alasan, dan fakta dalam agama saya, dan sudah cocok dengan hati dan pikiran saya!
kalau ada yang ingin lebih asalan bukti, silahkan cari lagi.
::) ::) ::)

pr@m

Kutip dari: utusan langit pada April 06, 2009, 05:56:52 PM
so untuk apa selama ini kita berdebat? kalau basicnya sudah beda,.
Kutip dari: utusan langit pada April 07, 2009, 02:41:24 PM
kalau saya berdebat untuk menyamakan pendapat, agar debatnya ada gunanya!

pertama anda ungkapkan dasar/basic berdebat...kemudian anda berbicara mengenai tujuan berdebat...ini dua hal yg berbeda mas!!

kok plin plan bangets seh ???

biobio

@ UL dan Pr@m:

Berdebat dan berdiskusi nampaknya amat berbeda. Misalkan A membawa pendapat biru dan si B membawa pendapat kuning,. Jika berdebat, hasil akhirnya, salah satu dari A dan B akan kalah dan terpaksa menerima konkulusinya: kuning atau biru! Namun, dalam diskusi, bisa saja hasilnya kuniing,k biru,atau hijau,,,begitulah kira2,,,
"The pen is mightier than the sword"

superstring39

"metode sains (ilmu) tidak dirancang untuk mencari kebenaran di luar rasional dan empirik"

utusan langit

Kutip dari: pr@m pada April 08, 2009, 07:31:49 AM
kok plin plan bangets seh ???
atau anda tidak bisa menghubungkan?

udah-udah mas Pr@m, saya minta maaf, bila debat (atau apalah) ini kesannya ngalor ngidul ,...! hehehehe,... peace!

kembali lagi ke topic awal!
harusnya di kasih poling ni, ini kan menanyakan pendapat pribadi ya?

Pi-One

Kutip dari: superstring39 pada April 08, 2009, 03:21:22 PM
"metode sains (ilmu) tidak dirancang untuk mencari kebenaran di luar rasional dan empirik"
Di sisi lain,sains tidak mengenal dogmatisme, karena Sains tidak mengenal hal yang mutlak...

superstring39

memang sains berbeda dengan Agama. sains adalah ilmu yang relatif sedangkan agama adalah mutlak. sains hanya bekerja pada sebagian aspek yakni rasional dan empirisme. jadi yang dikatakn kebenaran secara ilmiah adalah benar berdasarkan rasional dan empirisme, secara epistemologi dicari dengan metode ilmiah, di luar itu dikatakan tidak ilmiah. Jadi kebenaran ilmiah itu semakin sempit saja cakupan benarnya bukan?, sudah terbatas pada yang rasional-rasional saja, kemudian ditambah dengan terbatas pada yang empirik-empirik saja. Jadi bagaimana dengan hal-hal diluar rasional-empirik? apakah berarti tidak ada atau tidak benar? apakah kebenaran hanya kebenaran ilmiah saja? saya tambahkan bahwa sains adalah relatif sedangkan agama adalah mutlak. jadi ayat-ayat kitab suci akan tetap benar walaupun tanpa ada penjelasan ilmiahnya.

Pi-One

Kutip dari: superstring39 pada April 13, 2009, 09:31:29 AM
memang sains berbeda dengan Agama. sains adalah ilmu yang relatif sedangkan agama adalah mutlak. sains hanya bekerja pada sebagian aspek yakni rasional dan empirisme. jadi yang dikatakn kebenaran secara ilmiah adalah benar berdasarkan rasional dan empirisme, secara epistemologi dicari dengan metode ilmiah, di luar itu dikatakan tidak ilmiah. Jadi kebenaran ilmiah itu semakin sempit saja cakupan benarnya bukan?, sudah terbatas pada yang rasional-rasional saja, kemudian ditambah dengan terbatas pada yang empirik-empirik saja. Jadi bagaimana dengan hal-hal diluar rasional-empirik? apakah berarti tidak ada atau tidak benar? apakah kebenaran hanya kebenaran ilmiah saja? saya tambahkan bahwa sains adalah relatif sedangkan agama adalah mutlak. jadi ayat-ayat kitab suci akan tetap benar walaupun tanpa ada penjelasan ilmiahnya.
Tepatnya, akan dianggap benar oleh penganut agama tersebut.

superstring39

kebenaran mutlak tidak memerlukan pengakuan semua orang. karena kebenaran semacam itu tidak akan menjadi salah walaupun tidak ada manusia sekalipun yang mengakuinya. karena ini diluar jangkauan logika berfikir manusia jadi jangan terlalu dipikirkan.

pr@m

Kutip dari: superstring39 pada April 13, 2009, 02:25:54 PM
kebenaran mutlak tidak memerlukan pengakuan semua orang. karena kebenaran semacam itu tidak akan menjadi salah walaupun tidak ada manusia sekalipun yang mengakuinya. karena ini diluar jangkauan logika berfikir manusia jadi jangan terlalu dipikirkan.

kebenaran macam apa ini?? kebenaran menurut agama anda kan?sekali lagi tentang agama anda!!
jadi buat apa pikiran/otak dibuat?? kalo tidak buat berpikir?? jadi salah kalo pake pikiran?

saya saranin buat anda deh..mulai sekarang gunakan otak anda untuk berpikir!

superstring39

otak anda bukan satu-satunya organ ditubuh anda bukan? otak tidak hanya digunakan untuk berfikir secara ilmiah bukan? gunakan akal dan hati untuk mencernanya lebih lanjut, jika anda punya itu...