Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 10:17:42 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 142
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 112
Total: 112

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Dunia Diciptakan Untuk Manusia

Dimulai oleh superstring39, Februari 04, 2010, 01:54:26 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Haryanto

Kutip dari: superstring39 pada Februari 04, 2010, 01:54:26 PM
Saya mau mengatakan bahwa tanpa adanya pengamat yakni manusia maka fakta itu tidak ada atau kebenaran itu tidak ada di dunia ini. alam hanya sekumpulan probabilitas-probabilitas yang tak bermakna tanpa adanya kehadiran pengamat atau dalam hal ini adalah manusia. maka tidak salah lah jika dunia ini diciptakan untuk (dikelola oleh) manusia. bukan untuk hewan, dan bukan untuk tumbuhan. Tidaklah sama manusia dengan hewan juga dengan tumbuhan. manusia adalah wali dimuka bumi untuk membangunnya dan memimpin.
Apa hebatnya manusia?? Sebagian besar kita (saya pikir susunan atom/molekul membentuk sesuatu yg memenuhi definisi seorang manusia) hanya bisa merusak alam yg sudah begitu indah ini..

Apa pentingnya 'fakta' yg anda ungkapkan dalam diskusi ini.. Tanpa manusia tahu fakta, atau informasi (dalam bahasa anda adalah fungsi gelombang.., inipun naif, apa hebatnya pengetahuan kita ttg fungsi gelombang, kita tidak paham apa itu fungsi gelombang.. sejauh ini kita ngekor saja khan sama interpretasi Born, apa interpretasi ini benar?? mendekati kebenaran mungkin, tp benarnya saya sangsi), alam ini akan tetap berjalan sebagaimana 'direncanakan' atau diatur oleh hukum fisika yang dari dulu s/d seterusnya adalah tetap (dan kita masih tahu sangat sedikit ttg ini).. alam semesta tetap berproses tanpa pengetahuan kita ttgnya.. siapa kita?

Probabilitas adalah dikepala manusia, proses alam sebenarnya adalah 'exact'. Jika sebuah partikel menumbuk partikel lain, ya itulah yg terjadi.. namun karena keterbatasan kita (krn kita gunakan framework kuantum), maka kita punya sejumlah kejadian yg mungkin dimana peristiwa yg sebenarnya terjadi adalah anggota kelompoknya..
Kalaupun semua manusia musnah (sudah nonton film the road blum? banyak pelajaran yg bisa kita dapat dari film ini bagaimana kita bisa menghargai fakta yg ada sekarang), alam ini akan tetap berproses dan materi dan ruang/waktu tetap ada (saya tidak tahu apa big crunch benar)
bagaimana kalau semua manusia musnah dalam kurun waktu ribuan tahun (atau mungkin lebih singkat) ke depan, sementara orde alam ini (materi dan ruang) adalah miliaran tahun.. alam semesta masih eksis tanpa kehadiran manusia.. Bahkan lenyapnya sebuah bumi dari alam ini hanya mengubah sedikit struktur tata surya.. tata surya hanyalah secuil (saya pikir istilah inpun masih terlalu besar) dari galaksi yg dinamakan Milky Way (Bima Sakti).. alam ini..: hundreds of billions of galaxies...

We are not too special..
We must know — we will know!
-David Hilbert -

luth

Kutip dari: Pi-One pada Februari 14, 2010, 12:49:07 PM
Dari awal, aku sudah pernah bilang kalau aku gak menerima pemikiran 'aku berpikir, maka aku ada'. Karena sejak awal belum terbukti 'aku yang berpikir' itu sendiri memang eksis.
saya simpulkan, anda belum paham tentang apa sesungguhnya yang dimaksud oleh rene descartes...baca lagi latar belakangnya dia mengucapkan itu dan apa yang SESUNGGUHNYA dia maksud...
dan apa yang dia maksud sebagai kata "ada"
..karena percuma, anda itu ga nyambung dengan maksud  pernyataannya...
cmiiw.cmiiw..cmiw....
sebodoh-bodohnya sifat adalah sombong[move][/move]

Pi-One

Apakah aku sedang bicara dengan filsuf yang amat memahami pemikiran Descartes? ::)

luth

Kutip dari: Pi-One pada Februari 15, 2010, 08:31:23 AM
Apakah aku sedang bicara dengan filsuf yang amat memahami pemikiran Descartes? ::)
bisa ga bung pi-one klo berdiskusi tuh fokus saja pada substansi??
mudah2an bisa ya, ok...
kalau demikian, maka saya mau tau dong, apa menurut pi-one latar belakang rene descartes mengucapkan hal itu,
gugling aj boleh kok :)
sebodoh-bodohnya sifat adalah sombong[move][/move]

pr@m

jd tertarik nih...
sedikit dari hasil gugling, saya pilih penjelasan yang sederhana...
KutipCogito Ergo Sum

Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul baru didalam berfilsafat yang kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode ini, berfilsafat menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk kemudian menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana pastinya jawaban didalam matematika.

Untuk menentukan titik kepastian tersebut Descartes memulainya dengan meragukan semua persoalan yang telah diketahuinya. Misalnya, dia mulai meragukan apakah asas-asas metafisik dan matematika yang diketahuinya selama ini bukan hanya sekedar ilusi belaka. Jangan-jangan apa yang diketahuinya selama ini hanyalah tipuan dari khayalan belaka, jika demikian adanya maka apakah yang bisa menjadi pegangan untuk menentukan titik kepastian?

Menurut Descartes, setidak-tidaknya "aku yang meragukan" semua persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan sebuah kepastian. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu maka semakin pastilah bahwa kita yang meragukan itu adalah ada dan bahkan semakin mengada (exist).

Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keraguan justru akan membuktikan keberadaan kita semakin nyata dan pasti. Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa keraguan itu adalah ada, karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada terlebih dahulu.

Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian mengatakan cogito ergo sum atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah aku berpikir maka aku ada.

Dengan metode keraguan ini, Descartes ingin mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu "cogito"  atau kesadaran diri. Cogito adalah sebuah kebenaran dan kepastian yang sudah tidak tergoyahkan lagi karena dipahami sebagai hal yang sudah jelas dan terpilah-pilah ( claire et distincte).

Cogito tidak ditemukan didalam metode deduksi ataupun intuisi, melainkan ditemukan didalam pikiran itu sendiri, yaitu sesuatu yang dikenali melalui dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci, pendapat orang lain, prasangka ataupun dongeng dan lain-lain yang sejenisnya.

Karena ini sifatnya hanyalah sebuah metode maka tidak berarti Descartes menjadi seorang skeptis, melainkan sebaliknya Descartes ingin menunjukkan kepastian akan kebenaran yang kokoh jelas dan terpilah melalui metode yang diperkenalkannya ini.
jelas bahwa latar belakang 'cogito ergo sum'-nya Descartes sama sekali tidak berkaitan dengan eksistensi di luar 'diri', apalagi menarik kesimpulan atasnya.
Aku yang berpikir adalah suatu kepastian, ini tidak bisa disanggah. Eksistensi diluar itu? gunakan keraguan untuk menjawabnya, termasuk dalam hal ini tuhan sekalipun.
Namun apakah ini bisa dijadikan pijakan untuk kesimpulan bahwa semua diluar 'aku yang berpikir' adalah tidak eksis? atau mereka eksis hanya karena dan untuk 'aku yang berpikir'?? tentu kesimpulan ini terlalu jauh bukan, kalo tidak mau dikatakan memaksa.
Aku ragu engkau ada. Apakah dapat disimpulkan bahwa engkau pasti tidak ada?? atau kalau aku tidak ada pasti engkau tidak ada??atau engkau ada hanya untuk aku?? kesimpulan seperti ini sungguh sangat tidak logis.

Dan untuk bung Luth, kalau anda mau konsisten dengan pandangan anda atas 'cogito'-nya Descartes, tentu anda akan menyetujui pandangan Pi-one atas kasus 'foto teman di menara Eiffel' di threath yg laen.

PIsssss...

luth

#20
Kutip dari: pr@m pada Februari 15, 2010, 03:59:49 PM
jd tertarik nih...
sedikit dari hasil gugling, saya pilih penjelasan yang sederhana...
KutipCogito Ergo Sum

Satu hal yang membuat Descartes sangat terkenal adalah bagaimana dia menciptakan satu metode yang betul-betul baru didalam berfilsafat yang kemudian dia beri nama metode keraguan atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan sebagai Le Doubte Methodique. Berdasarkan metode ini, berfilsafat menurut Descartes adalah membuat pertanyaan metafisis untuk kemudian menemukan jawabannya dengan sebuah fundamen yang pasti, sebagaimana pastinya jawaban didalam matematika.

Untuk menentukan titik kepastian tersebut Descartes memulainya dengan meragukan semua persoalan yang telah diketahuinya. Misalnya, dia mulai meragukan apakah asas-asas metafisik dan matematika yang diketahuinya selama ini bukan hanya sekedar ilusi belaka. Jangan-jangan apa yang diketahuinya selama ini hanyalah tipuan dari khayalan belaka, jika demikian adanya maka apakah yang bisa menjadi pegangan untuk menentukan titik kepastian?

Menurut Descartes, setidak-tidaknya "aku yang meragukan" semua persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan sebuah kepastian. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu maka semakin pastilah bahwa kita yang meragukan itu adalah ada dan bahkan semakin mengada (exist).

Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keraguan justru akan membuktikan keberadaan kita semakin nyata dan pasti. Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa keraguan itu adalah ada, karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada terlebih dahulu.

Meragukan sesuatu adalah berpikir tentang sesuatu, dengan demikian bisa dikatakan bahwa kepastian akan eksistensi kita bisa dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian mengatakan cogito ergo sum atau kalau dalam bahasa aslinya dikatakan Je pense donc je suis yang artinya adalah aku berpikir maka aku ada.

Dengan metode keraguan ini, Descartes ingin mengokohkan kepastian akan kebenaran, yaitu "cogito"  atau kesadaran diri. Cogito adalah sebuah kebenaran dan kepastian yang sudah tidak tergoyahkan lagi karena dipahami sebagai hal yang sudah jelas dan terpilah-pilah ( claire et distincte).

Cogito tidak ditemukan didalam metode deduksi ataupun intuisi, melainkan ditemukan didalam pikiran itu sendiri, yaitu sesuatu yang dikenali melalui dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci, pendapat orang lain, prasangka ataupun dongeng dan lain-lain yang sejenisnya.

Karena ini sifatnya hanyalah sebuah metode maka tidak berarti Descartes menjadi seorang skeptis, melainkan sebaliknya Descartes ingin menunjukkan kepastian akan kebenaran yang kokoh jelas dan terpilah melalui metode yang diperkenalkannya ini.
jelas bahwa latar belakang 'cogito ergo sum'-nya Descartes sama sekali tidak berkaitan dengan eksistensi di luar 'diri', apalagi menarik kesimpulan atasnya.
Aku yang berpikir adalah suatu kepastian, ini tidak bisa disanggah. Eksistensi diluar itu? gunakan keraguan untuk menjawabnya, termasuk dalam hal ini tuhan sekalipun.
Namun apakah ini bisa dijadikan pijakan untuk kesimpulan bahwa semua diluar 'aku yang berpikir' adalah tidak eksis? atau mereka eksis hanya karena dan untuk 'aku yang berpikir'?? tentu kesimpulan ini terlalu jauh bukan, kalo tidak mau dikatakan memaksa.
Aku ragu engkau ada. Apakah dapat disimpulkan bahwa engkau pasti tidak ada?? atau kalau aku tidak ada pasti engkau tidak ada??atau engkau ada hanya untuk aku?? kesimpulan seperti ini sungguh sangat tidak logis.

Dan untuk bung Luth, kalau anda mau konsisten dengan pandangan anda atas 'cogito'-nya Descartes, tentu anda akan menyetujui pandangan Pi-one atas kasus 'foto teman di menara Eiffel' di threath yg laen.

PIsssss...
oh no,no,
bukan itu maksud saya,
cogito ergo sum adalah sebuah kalimat filsafat
jangan diartikan dengan sempit, ini bukan maksudnya memastika keadan diluar itu pasti tidak ada, no ,bukan itu maksudnya,tapi lebbih kepada memaparkan sebuah kesadaran diri
coba bca lebih teliti dr hasil gugling anda yg ini
KutipMenurut Descartes, setidak-tidaknya "aku yang meragukan" semua persoalan tersebut bukanlah hasil tipuan melainkan sebuah kepastian. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu maka semakin pastilah bahwa kita yang meragukan itu adalah ada dan bahkan semakin mengada (exist).

Dengan demikian tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keraguan justru akan membuktikan keberadaan kita semakin nyata dan pasti. Semakin kita ragu maka kita akan semakin merasa pasti bahwa keraguan itu adalah ada, karena keraguan itu adanya pada diri kita maka sudah tentu kita sebagai tempat bercantolnya rasa ragu itu pasti sudah ada terlebih dahulu.
jadi anda jangan salah paham ya,,jadinya tidak relevan deh menunjuk saya yg tidak konsisten,,,mudah2an paham..
one more time ok,,supaya ga salah paham lg
kalmat itu bukan bermaksud untuk menolak sesuatu yang ada diluar diri kita,
tapi lebih kepada membuktikan keberadaan kt dr hasil ragu diri sendiri...

hmmm agak ribet y,,tapi itulah...
seperti hasil gugling anda yg saya kutip, itu intinya. :kribo:
sebodoh-bodohnya sifat adalah sombong[move][/move]

pr@m

kayanya kita ga nyambung ya...
karena kayaknya anda mendukung pendapat Superstring dengan menggunakan 'cogito'nya Descartes, yang saya coba jelaskan bahwa bahkan apa yg anda nyatakan tidak berhubungan dengan 'Dunia Diciptakan Untuk Manusia'-nya Superstring.

Atau mungkin karena kebegoan saya yah, yg ga begitu paham dengan bahasa tingkat tinggi yang anda gunakan.... ::)


luth

Kutip dari: pr@m pada Februari 15, 2010, 08:11:30 PM
kayanya kita ga nyambung ya...
karena kayaknya anda mendukung pendapat Superstring dengan menggunakan 'cogito'nya Descartes, yang saya coba jelaskan bahwa bahkan apa yg anda nyatakan tidak berhubungan dengan 'Dunia Diciptakan Untuk Manusia'-nya Superstring.

Atau mungkin karena kebegoan saya yah, yg ga begitu paham dengan bahasa tingkat tinggi yang anda gunakan.... ::)


hmmm gimana ya...terserah situ aj deh

liat  substansialnya saja., lagi pula maksuf fsuperstring sebetulnya kan sesuatu itu ada, begini dan begitu ya karna kita sendiri yg memberi nilainya,,karena kita ada untuk memberi penilaian,klo kt tidak ada maka tidak akan ada penilaioan itu...saya cuma berpendapat dua hal itu ada hubungannya dengan kaitan
"keberadaan kita"
tetapi klo anda, atau bahkan bung superstring sendiri menganggap itu tidak ada kaitan,,tak apa2, itu kan hanya pendapat atau perkiraan saya saja....

dan tolong ga usah ngomong kata2 yg konotasinya buruk disini,terlepas itu buat anda sendiri,bisa kan
,trims
sebodoh-bodohnya sifat adalah sombong[move][/move]

ogeese

#23
setelah baca2, maksud superstring mungkin seperti ini :
suara adalah suatu konsep yang hanya dimiliki makhluk yang mempunyai indera pendengaran. bagi ular, suara tidak lebih dari sebuah getaran.
maka dari itu, untuk makhluk yang mempunyai indera pendengaran, suara itu ada. sedangkan bagi ular, suara itu tidak ada, yang ada hanyalah getaran.

suara ada karena ada makhluk yang mempunyai indera pendengaran.

apakah semacam itu, bung string ?

jadi untuk menjawab pertanyaan zen, "jika pohon tumbang di hutan tapi tak ada orang disekitarnya, apakah pohon itu akan menimbulkan suara ?"
tidak, pohon itu menimbulkan getaran

superstring39

@Haryanto
jika memang menurut anda manusia tidak lebih dari sekedar kumpulan atom dan senyawa kimia, terlebih lagi hanya bisa merusak alam. lalu apa pentingnya kita ada? bukankah sifat alam selalu menuju keseimbangan. jika kita justru merusak keseimbangan maka apakah artinya kita bukan bagian dari alam? bisa jadi kita tidak lebih penting dari batu, tanah air, hewan, tumbuhan, dll. atau bahkan kita lebih tidak penting?

pada awal saya mengutarakan ini bahkan saya tidak tau ada istilah "Cogito Ergo Sum", dan bukan menjadi dasar saya.

sekarang kembali lagi dengan pertanyaan, apa itu realita? (saya pernah membahas ini sebelumnya) apakah realita itu segala sesuatu yang kita bisa rasakan dengan semua indera kita (jika memang kita hanya memiliki 5 indera)? apakah realita itu adalah hal yang disepakati oleh semua orang? apakah realita itu adalah apa yang sains bilang itu benar? bisakah kita memandang realita bukan dari sudut pandang manusia? apakah realita satu orang sama dengan realita orang lain?

oke saya sekarang tidak memandang dari sudut pandang kecoa, karena tidak ada anggota forum ini yang kecoa bukan?

jika ada seorang yang "gila" memandang dunia dengan cara yang sama sekali berbeda dengan yang kebanyakan orang lihat. si gila ini menganggap ,misalkan, matahari ada 3. dia menciptakan alat dengan dunia gilanya dan ternyata semua hasil penelitian gilanya itu menunjukan hasil yang sesuai dengan pandangannya dengan sains gilanya. dia merasakan, mendengar, melihat dan bahkan alat yang diciptakan dengan ilmu kegilaannya itu menunjukan hasil yang sama sekali berbeda dengan kebanyakan orang waras. bisakah kita mengatakan bahwa itu adalah realita bagi si gila?

bagaimana orang "gila" seperti itu memenuhi populasi separuh dunia. maka akan ada dua realita bagi 2 bagian populasi dunia yang satu dengan yang lainnya meyakini hal yang berbeda yang sama sekali tidak bisa dihubungkan. maka manakah yang realita dan manakah yang ilusi? siapa yang waras dan siapa yang gila? satu kesimpulan akan diambil jika separuh penduduk dunia yang gila atau yang waras punah, maka kaum minoritas akan dianggap gila sedangkan kaum mayoritas akan dianggap waras.

contohnya lagi bagi kaum atheis mungkin tuhan itu tidak ada karena menurut mereka tuhan tidak ilmiah dan tidak bisa dibuktikan dengan serangkaian penelitian sebagai basis realita. namun bagi kaum beragama, Tuhan adalah segalanya, Tuhan Maha Ada, karena (bagi orang dengan tingkat keimanan tertentu) dapat merasakan kehadiran Tuhan yang tidak bisa dirasakan bagi orang yang tidak yakin. Setidaknya kaum beragama meyakini dengan iman bahwa Tuhan itu ada dan sumber realita bagi manusia.

Pi-One

#25
Jadi apa itu kebenaran? Kesepakatan konsep? Dan apa itu dunia nyata? tak lebih dari persepsi? Akankah dua pandangan di atas dibantah, karena 'tidak sesuai kesepakatan'?

Alam menuju keseimbangan? Itu benar. Dan banyak yang tidak sadar, bahwa usaha menuju keseimbangan itu akan berimplikasi pada lenyapnya manusia. dan mereka menyebutnya kiamat, dalam satu sisi itu juga perwujudan ego manusia, yang mana tidak bisa meneirma dunia tanpa keberadaan mereka.

Haryanto

@string
Ya, apa pentingnya kita ada? Siapa yg butuh manusia ada, selain manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial..
apa maksudnya dengan alam menuju keseimbangan?? setahu saya, the real thermodynamical processes in nature are non-equilibrium and time dependent..
We must know — we will know!
-David Hilbert -

Pi-One

#27
salah klik  :'(

ogeese

itu masalahnya, kenyataan / realitas sebenarnya itu tidak sama dengan 'realitas' seseorang.

gw bisa ngomong matahari ada 3, tapi kalo diteliti lebih jauh, cuma ada 1.
realitas gw bukan realitas sebenarnya. apa yang gw persepsi bukan merupakan kenyataan.

"dunia diciptakan untuk manusia" adalah statement yang terlalu bold.

Lunaris

#29
Kutip dari: superstring39 pada Februari 13, 2010, 10:49:03 AM
bagaimana anda membuktikan secara ilmiah saat manusia musnah masih ada kecoa yg tersisa? kecuali jika anda kecoa itu sendiri.

Oh ini gampang. Kecoa bisa hidup di tempat yang beradiasi 1000x dosis yang mematikan buat manusia.

Kutip dari: superstring39
jika memang menurut anda manusia tidak lebih dari sekedar kumpulan atom dan senyawa kimia, terlebih lagi hanya bisa merusak alam. lalu apa pentingnya kita ada? bukankah sifat alam selalu menuju keseimbangan. jika kita justru merusak keseimbangan maka apakah artinya kita bukan bagian dari alam? bisa jadi kita tidak lebih penting dari batu, tanah air, hewan, tumbuhan, dll. atau bahkan kita lebih tidak penting?

Nga ada keseimbangan dalam alam. Kepunahan sudah terjadi sejak dulu. Dipikir hanya manusia saja yang merusak alam?

Kutip dari: superstring39
sekarang kembali lagi dengan pertanyaan, apa itu realita? (saya pernah membahas ini sebelumnya) apakah realita itu segala sesuatu yang kita bisa rasakan dengan semua indera kita (jika memang kita hanya memiliki 5 indera)? apakah realita itu adalah hal yang disepakati oleh semua orang? apakah realita itu adalah apa yang sains bilang itu benar? bisakah kita memandang realita bukan dari sudut pandang manusia? apakah realita satu orang sama dengan realita orang lain?

Realita itu bukan yang disepakati semua orang lah. Jelas.
Realita itu kesimpulan dari observasi.

Btw. Sains adalah alat terbaik untuk memahami realita. Dan btw, Realita hanya ada satu.


Kutip dari: superstring39
jika ada seorang yang "gila" memandang dunia dengan cara yang sama sekali berbeda dengan yang kebanyakan orang lihat. si gila ini menganggap ,misalkan, matahari ada 3. dia menciptakan alat dengan dunia gilanya dan ternyata semua hasil penelitian gilanya itu menunjukan hasil yang sesuai dengan pandangannya dengan sains gilanya. dia merasakan, mendengar, melihat dan bahkan alat yang diciptakan dengan ilmu kegilaannya itu menunjukan hasil yang sama sekali berbeda dengan kebanyakan orang waras. bisakah kita mengatakan bahwa itu adalah realita bagi si gila?

Nope, itu fantasi, bukan realita.
Matahari sudah diobservasi dan disimpulkan sama dengan bintang. DI sistem ini hanya ada satu. Realitanya ini.

Cara sains tidak seperti yang kamu tulis seperti itu. Sains juga bisa diulang. kalau orang lain melakukan penelitian yang sama dengan yang dilakukan si "gila" tersebut dan gagal melakukan kesimpulan yang sama, maka kesimpulan si "gila" itu memang hanya fantasi.

Ini Video bagus buat ditonton:
http://www.youtube.com/watch?v=eUB4j0n2UDU

Kutip dari: superstring39
bagaimana orang "gila" seperti itu memenuhi populasi separuh dunia. maka akan ada dua realita bagi 2 bagian populasi dunia yang satu dengan yang lainnya meyakini hal yang berbeda yang sama sekali tidak bisa dihubungkan. maka manakah yang realita dan manakah yang ilusi? siapa yang waras dan siapa yang gila? satu kesimpulan akan diambil jika separuh penduduk dunia yang gila atau yang waras punah, maka kaum minoritas akan dianggap gila sedangkan kaum mayoritas akan dianggap waras.

Realita tetep satu. Meskipun mayoritas lebih memilih fantasi, tetap saja tidak berarti fantasi itu benar. Periksa sejarah helio/geo sentris.

Kutip dari: superstring39
contohnya lagi bagi kaum atheis mungkin tuhan itu tidak ada karena menurut mereka tuhan tidak ilmiah dan tidak bisa dibuktikan dengan serangkaian penelitian sebagai basis realita. namun bagi kaum beragama, Tuhan adalah segalanya, Tuhan Maha Ada, karena (bagi orang dengan tingkat keimanan tertentu) dapat merasakan kehadiran Tuhan yang tidak bisa dirasakan bagi orang yang tidak yakin. Setidaknya kaum beragama meyakini dengan iman bahwa Tuhan itu ada dan sumber realita bagi manusia.

Itu masalahnya. Kami atheis hidup berdasarkan realita. Sedangkan kaum theis hidup dari fantasinya masing-masing. Boleh sih hidup dalam fantasimu sendiri asal tidak mengganggu orang yang tidak hidup dalam fantasimu.

Btw. Dunia Islam secara realitas TERTINGGAL DALAM BIDANG SAINS kapan kalian bagun dari fantasi yang kalian buat sendiri?