Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 20, 2024, 05:05:25 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 188
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 143
Total: 143

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Mendapatkan pahala abadi

Dimulai oleh Farabi, Agustus 17, 2011, 07:02:52 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Farabi

Wakaf ilmu? Bagaimana caranya? Kalau saya tidak punya ilmu, apa bisa saya ikut wakaf? Apakah saya akan dapat pahala mengalir terus seperti kalau wakaf tanah atau masjid? Jawabnya iya betul. Sekarang ini kita bisa mewakafkan ilmu meski kita boleh dibilang tidak punya ilmu. Tapi dengan ikut andil dalam proyek wakaf penulisan / penerjemahan kitab-kitab syariah, berarti kita juga ikut mendapat bagian pahala wakaf yang mengalir terus.

Awalnya ada seorang pembaca yang kirim email ke saya, selain mengucapkan selamat atas munculnya rubrik download buku-buku syariah secara free yang isinya tulisan-tulisan saya (plus beberapa ulama), beliau juga bertanya, apa bisa beliau ikut menikmati dapat pahala dari membagi-bagi ilmu seperti yang saya lakukan.

Saya jawab, ya bisa saja sih. Kenapa tidak?

Toh untuk membagi ilmu kita bisa saja tanpa harus memiliki ilmu itu. Kita bisa memberikan fasilitas kepada saudara-saudara kita yang sedang menuntut ilmu agar kita juga kebagian pahala menuntut ilmunya.

Misalnya dengan mensponsori (baca: mewakafkan) pembuatan buku-buku e-book di situs ini. Baik dari hasil tulisan para ustadz yang asli Indonesia, atau pun dengan menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.

Saya pribadi lebih tertarik untuk menulis sendiri, bukan menterjemahkan. Tetapi beberapa teman saya lebih seneng menterjemah dari pada mengarang sendiri. Mungkin pengalaman kami berbeda. Tapi intinya sama, menulis sendiri atau menterjemahkan, sama-sama ingin membagi ilmu dalam bentuk e-book.

Kenapa e-Book

Ada alasan tersendiri mengapa saya menganjurkan berwakaf dalam bentuk e-Book, bukan yang lain.

Pertama, e-book tidak lain adalah buku. Dan buku adalah gudang ilmu. Bahkan Al-Quran pun tersimpan dalam bentuk buku. Demikian juga kitab-kitab hadits, serta berbagai macam ilmu-ilmu keislaman, semua tersimpan rapi dalam bentuk buku. Jadi wakaf pakai e-book adalah wakaf dalam rangka penyebaran ilmu-ilmu keislaman.

Kedua, penyebaran e-book lewat internet akan menjadi sebuah fenomena tersendiri. Sebagai contoh, kemarin saya baru mengupload 15 buah buku dalam versi e-book di situs ini. Tiba-tiba saya kebanjiran email yang isinya merupakan report tiap ada satu buku yang didownload. Bayangkan, dalam satu jam saja bisa ada 200-an ebook yang didownload. Berarti kalau pukul rata sehari 24 jam x 200 = 4.800 e-book. Dalam sebulan kita sudah berwakaf sebanyak 4.800 x 30 hari = 144.000 buah e-book. Luar biasa bukan?

Tinggal kita hitung saja kalau nggak ada kerjaan, berapa banyak pahala yang bisa mengalir ke rekening kita di akhirat nanti. Siapa tahu bisa juga dimanfaatkan pahala itu buat tawassul kalau seandainya kita ada perlu berdoa yang sangat-sangat urgent. Kenapa nggak?

Ketiga, berwakaf di bidang ilmu-ilmu keislaman punya nilai tambah yang tidak ada bandingannya dibandingkan dengan wakaf dalam bentuk lain. Bahkan wakaf terbesar umat Islam hari ini juga di bidang ilmu. Misalnya Universitas Al-Azhar Asy-Syarif yang ada di Mesir.

Kalau kita berwakaf dengan bentuk masjid misalnya, maka pahalanya hanya sebatas ketika masjid itu digunakan shalat atau ibadah. Ketika orang-orang shalat di masjid lain, ya pahalanya nggak ikut ngalir.

Tapi kalau kita wakaf ilmu, misalnya dengan membelikan buku yang berisi tata cara shalat. Dengan membaca buku itu maka orang yang tidak bisa shalat akhirnya jadi bisa shalat, berarti selama orang itu mengerjakan shalat dalam hidupnya, dimana pun dan kapan pun, kita akan kebagian pahalanya.

Kok bisa?

Ya, bisa saja. Sebab orang itu bisa shalat gara-gara jasa kita. Anggaplah orang itu meninggal di usia 70 tahun, maka sejak dari dia bisa shalat sampai dia meninggal, tiap kali dia shalat maka kita termasuk ikut dapat pahalanya. Asyik kan?

Keempat : Murah

Halah, ini alasan khas bangsa kita, mau dapat surga tapi kalau boleh ditawar kenapa nggak. Tapi lepas dari urusan ini, wakaf ilmu dengan membiayai proyek penulisan buku dalam format e-book, memang sangat murah. Bahkan terlalu amat sangat murah sekali deh dong.

Bagaimana tidak murah, lha wong untuk bisa menyebarkan ilmu ke seantero dunia ini dan mendapatkan aliran pahala dari sekian banyak orang yang boleh jadi kita tidak pernah kenal orangnya, ternyata hanya butuh beberapa perak saja.

Kita tidak perlu jadi jutawan, milyarder, atau jadi menantu pak haji tuan tanah di Kuningan Jakarta yang harga tanahnya bisa 25 juta semeter.

Saya ambil sebuah contoh, saat ini ada sebuah buku yang sedang diterjemahkan. Orang yang mau wakaf sudah menyiapkan dananya. Ustadz yang bersedia menterjemahkan juga siap berjuang. Tetapi kita tidak mau menzalimi beliau dengan memaksa kerja paksa. Tetap kita hargai jerih payah beliau dan kita hormati ilmunya.

Saya menyepakati bahwa biaya menerjemahkan per halaman hanya sekitar 15.000 perak. Bukunya masih asli berbahasa Arab dalam format Pdf sebesar 270-an halaman. Buku itu akan mendatangkan pahala berlipat ganda dan terus menerus mengalir hanya dengan nilai yang nyaris tidak ada harganya. Berapa lah harga 4 juta perak dibandingkan dengan harga wakaf masjid, madrasah atau pesantren? Apalagi dibandingkan biaya njago jadi caleg yang bisa sampai ratusan juta. Udah gitu pake kalah pula. Kan duitnya mendingan buat deposito akhirat saja.

Bahkan uang 4 jutaan itu pun masih memungkinkan diangkat bersama-sama. Kalau berdua ya jadi masing-masing 2 juta. Kalau berempat berarti masing-masing 1 juta. Kalau ber-40 orang? Ya, masing-masing cuma 100.000 perak. Hehehe masuk sorga modalnya cuma cepek? Rupanya bukan cuma koneksi internet saja kita sharing, tapi masuk surga juga dishare juga.

Tapi terserah, lha wong yang usaha mau masuk surga bukan saya. Saya sendiri tidak mau berbagi pahala dengan orang lain. Makanya saya tidak mau dibayar, diupah atau dikasih duit. Biarlah karya-karya saya itu jadi saksi nanti di akhirat bahwa saya sudah mewakafkan ilmu saya buat kepentingan umat. Yang saya harapkan cuma dapat Ridha Allah SWT saja.

Nah, buat yang mau ikutan dapat pahala, alhamdulillah masih ada yang mau buka lowongan kesempatan, yaitu beberapa ustadz yang saya hubungi dan bersedia untuk sharing dalam kebaikan. Caranya? Bantu beliau-beliau itu dari segi pendanaan proyek wakaf ilmu.

Tidak Punya Ilmu, Apa Bisa Ikut Wakaf?

Ini pertanyaan paling menarik dari semua isi tulisan ini. Dan juga pertanyaan paling sering dilontarkan. Awalnya dulu memang sulit, karena umumnya distribusi buku dikuasai oleh para pebisnis yang meraup keuntungan dari mencetak buku, termasuk buku-buku Islam. Sehingga penjualan buku-buku Islam sangat tergantung naluri dan feeling bisnis para pebisnis.

Akibatnya, kita bisa lihat, buku-buku Islam berbahasa Indonesia yang beredar umumnya kurang berkualitas, lebih banyak mengikuti selera pasar. Ini akibat tidak adanya kontrol, sehingga baik penulis buku maupun penerbit sangat mempertimbangkan unsur balik modal dan keuntangan dari investasi.

Tapi sekarang ini, ketika dunia dikuasai internet dan e-book, menyebarkan buku tidak lagi terkait dengan bisnis. Buku bisa disebarkan lewat internet dalam bentuk softcopy dan gratis. Tidak ada cerita hak cipta, apalagi biaya distribusi dan macam-macamnya. Semua biaya bisa dipangkas.

Paling hanya tinggal kita memikirkan para ustadz yang menulis atau menterjemahkan dari bahasa aslinya. Bukan berarti para ustadz itu mau bisnis, tentu saja tidak. Tetapi ketika kita meminta beliau-beliau untulk lebih konsentrasi dalam penulisan buku, wajar bila kita ikut membantu beliau dalam meringankan beban ma`isyah buat keluarga, anak dan istrinya.

Jadi sekedar honor kecil-kecilan sebagai uang lelah, atau pengganti biaya koneksi internet, rasanya wajar dan pantas. Dari biaya yang kita kumpulkan itulah kita ikut membantu menerbitkan buku-buku keislaman, dalam bahasa Indonesia, yang bisa kita sebarkan lewat internet, diupload di situs [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.].

Semua umat Islam yang berbahasa Indonesia boleh mengunduhnya dengan gratis. Niatnya cuma cari pahala, sama sekali tidak ada tujuan bisnis atau cari uang. Dan untuk itu tidak semua ustadz bersedia menerima uang bantuan itu. Meski tidak bisa dipungkiri tidak sedikit dari mereka yang memang membutuhkan karena kebutuhan keadaan.

Maka saya pikir tidak ada salahnya ketika ada di antara pembaca yang mau ikutan ambil bagian dalam proyek akhirat yang satu ini. Mumpung masih punya rejeki dan kesempatan plus sisa umur yang kita tidak tahu sampai kapan, apa salahnya ikut bantu-bantu mensukseskan program akhirat ini.

Siapa tahu rekening tabungan akhirat kita jadi bertambah, apalagi mengingat pembaca e-book ini semakin hari semakin banyak saja.

Sekedar contoh, baru 2-3 hari saya hidupkan fasilitas download e-book islam di [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.] ini, sudah ribuan pembaca yang mendowload. Awalnya saya asik membaca data para pengunduh satu persatu, ada yang dari luar kota, ada yang dari luar negeri, dan semakin banyak saja. Tapi lama-lama kok makin banyak saja, sampai saya kewalahan. Malah beberapa dari mereka melapor, kok link buku anu nggak bisa, kok ini nggak bisa?

Saya cuma tersenyum kecut, jawabnya bukan apa-apa. Saya tahu, servernya pasti jadi bloon alias bengong ketika didownload segitu banyak dari ribuan orang secara serentak. Apalagi bandwidthnya juga terbatas, sebab datacenter nya juga gratisan. Gratis kok mau lancar? Mungkin begitu komen teman yang ngasih co-location yang gratisan itu.

Nah terbuka lagi kan kesempatan beramal sholih.

Ayo siapa lagi? siapa lagi? Surga . . . surga . . . yang mau ke surga . . . yang mau ke surga . . . siapa lagi . . . dipilih . . . dipilih . . .
[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

Farabi

Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.