Member baru? Bingung? Perlu bantuan? Silakan baca panduan singkat untuk ikut berdiskusi.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 08:29:06 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 231
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 209
Total: 209

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Praktik Bid'ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat(muslim only)

Dimulai oleh rawWARus, Maret 22, 2009, 04:43:18 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

rawWARus

terkadang suatu khadist/sunnah itu perlu dipahami secara mendalam, jangan ditelan mentah2, dan inilah yg kadang menyebabkan adanya khilafiyah antara ulama
SeSuATu KarYa MaNusIa SerIng BeRaWaL dAri MimPI, MaKA eKSpresIkan MImpimU DenGAN Sains...
DaLAm HaL KeDUniAwiAn TAk AdA hAl yG tAk mUNgkin...

shafura ren

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuhu


PENJELASAN KAIDAH-KAIDAH DALAM MENGAMBIL DAN MENGGUNAKAN DALIL


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Kelima dari Enam Tulisan 5/6




Penjelasan Kaidah Kesepuluh

?Setiap Perkara Baru yang Tidak Ada Sebelumnya di Dalam Agama Adalah
Bid?ah. Setiap Bid?ah Adalah Kesesatan dan Setiap Kesesatan
Tempatnya di Neraka.?

[A]. Pengertian Bid?ah.

Bid?ah berasal dari kata al-ikhtira? yaitu yang baru yang dicip-
takan tanpa ada contoh sebelumnya.[1]

Bid?ah secara bahasa adalah hal yang baru dalam agama setelah agama
ini sempurna[2]. Atau sesuatu yang dibuat-buat setelah wa-fatnya
Nabi j berupa kemauan nafsu dan amal perbuatan. [3] Bila dikatakan: ?
Aku membuat bid?ah, artinya melakukan satu ucapan atau perbuatan
tanpa adanya contoh sebelumnya..? Asal kata bid?ah berarti
menciptakan tanpa contoh sebelumnya[4]. Di antaranya adalah firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala

"Artinya : Allah pencipta langit dan bumi...? [Al-Baqarah : 117]

Yakni, bahwa Allah menciptakan keduanya tanpa ada contoh sebelumnya.
[5]

Bid?ah menurut istilah memiliki beberapa definisi di kalangan para
ulama yang saling melengkapi.

Di antaranya:

Al-Imam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah.

Beliau Rahimahullah mengungkapkan: ?Bid?ah dalam Islam adalah segala
yang tidak disyari?atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni yang tidak
diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau bentuk anjuran.[6]

Bid?ah itu sendiri ada dua macam: Bid?ah dalam bentuk ucapan atau
keyakinan, dan bentuk lain dalam bentuk perbuatan dan ibadah. Bentuk
kedua ini mencakup juga bentuk pertama, sebagaimana bentuk pertama
dapat menggiring pada bentuk yang kedua. [7] Atau dengan kata lain,
hukum asal dari ibadah adalah dilarang, kecuali yang disyari?atkan.
Sedangkan hukum asal dalam masalah keduniaan dibolehkan kecuali yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Asal dari ibadah adalah tidak disyai?atkan, kecuali yang telah
disyari?atkan oleh Allah Azza wa Jalla. Dan asal dari kebiasaan
adalah tidak dilarang, kecuali yang dilarang oleh Allah[8]. Atau
dengan kata lain, hukum asal dari ibadah adalah dilarang, kecuali
yang disyari?atkan. Sedangkan hukum asal masalah keduniaan adalah
dibolehkan, kecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Beliau (Ibnu Taimiyah Rahimahullah) juga menyatakan: ?Bid?ah adalah
yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau ijma? para Ulama as-Salaf berupa
ibadah maupun keyakinan, seperti pandangan kalangan al-Khawarij,
Rafidhah, Qadariyah, Jahmiyah, dan mereka yang beribadah dengan
tarian dan nyanyian dalam masjid. Demikian juga mereka yang
beribadah dengan cara mencukur jenggot, mengkonsumsi ganja dan
berbagai bid?ah lainnya yang dijadikan sebagai ibadah oleh sebagian
golongan yang berten-tangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallaahu a?lam.?[9]

Imam Asy-Syathibi (wafat tahun 790 H) Rahimahullah.[10]

Beliau menyatakan: "Bid?ah adalah cara baru dalam agama yang dibuat
menyerupai syari?at dengan maksud untuk berlebih-lebihan dalam
beribadah kepada Allah".

Ungkapan ?cara baru dalam agama? itu maksudnya, bahwa cara yang
dibuat itu disandarkan oleh pembuatnya kepada agama. Tetapi
sesungguhnya cara baru yang dibuat itu tidak ada dasar pedomannya
dalam syari?at. Sebab dalam agama terdapat banyak cara, di antaranya
ada cara yang berdasarkan pedoman asal dalam syari?at, tetapi juga
ada cara yang tidak mempunyai pedoman asal dalam syari?at. Maka,
cara dalam agama yang termasuk dalam kategori bid?ah adalah apabila
cara itu baru dan tidak ada dasarnya dalam syari?at.

Artinya, bid?ah adalah cara baru yang dibuat tanpa ada contoh dari
syari?at. Sebab bid?ah adalah sesuatu yang keluar dari apa yang
telah ditetapkan dalam syari?at.

Ungkapan ?menyerupai syari?at? sebagai penegasan bahwa sesuatu yang
diada-adakan dalam agama itu pada hakekatnya tidak ada dalam
syariat, bahkan bertentangan dengan syari?at dari beberapa sisi,
seperti mengharuskan cara dan bentuk tertentu yang tidak ada dalam
syari?at. Juga mengharuskan ibadah-ibadah tertentu yang dalam syari?
at tidak ada ketentuannya.

Ungkapan ?untuk melebih-lebihkan dalam beribadah kepada Allah?,
adalah pelengkap makna bid?ah. Sebab demikian itulah tujuan para
pelaku bid?ah. Yaitu menganjurkan untuk tekun beribadah, karena
manusia diciptakan Allah hanya untuk beribadah kepadaNya seperti
disebutkan dalam firmanNya : ?Dan Aku tidak menciptkan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu? [Adz-Dzariyaat :
56]. Seakan-akan orang yang membuat bid?ah melihat bahwa maksud
dalam membuat bid?ah adalah untuk beribadah seba-gaimana maksud ayat
tersebut, dan dia merasa bahwa apa yang telah ditetapkan dalam syari?
at tentang undang-undang dan hukum-hukum belum mencukupi sehingga
dia berlebih-lebihan dan menambahkan serta dia mengulang-ulanginya.
[11]

Beliau Rahimahullah juga mengungkapkan definisi lain: ?Bid?ah adalah
satu cara dalam agama ini yang dibuat-buat, bentuknya menyerupai
ajaran syari?at yang ada, tujuan dilaksanakannya adalah sebagaimana
tujuan syari?at.? [12]

Beliau menetapkan definisi yang kedua tersebut, bahwa kebiasaan itu
bila dilihat sebagai kebiasaan biasa tidak akan mengan-dung kebid?
ahan apa-apa, namun bila dilakukan dalam wujud ibadah, atau
diletakkan dalam kedudukan sebagai ibadah, ia bisa dimasuki oleh bid?
ah. Dengan cara itu, berarti beliau telah meng-korelasikan berbagai
definisi yang ada. Beliau memberikan contoh untuk kebiasaan yang
pasti mengandung nilai ibadah, seperti jual beli, pernikahan,
perceraian, penyewaan, hukum pidana,... karena semuanya itu diikat
oleh berbagai hal, persyaratan dan kaidah-kaidah syariat yang tidak
menyediakan pilihan lain bagi seorang muslim selain ketetapan baku
itu. [13]

Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali Rahimahullah[14] (wafat th. 795
H).

Beliau Rahimahullah menyebutkan: ?Yang dimaksud dengan bid?ah adalah
yang tidak memiliki dasar hukum dalam ajaran syari?at yang
mengindikasikan keabsahannya. Adapun yang memiliki dasar dalam syari?
at yang menunjukkan kebenarannya, maka secara syari?at tidaklah
dikatakan sebagai bid?ah, meskipun secara bahasa dikata-kan bid?ah.
Maka setiap orang yang membuat-buat sesuatu lalu menisbatkannya
kepada ajaran agama, namun tidak memiliki landasan dari ajaran agama
yang bisa dijadikan sandaran, berarti itu adalah kesesatan. Ajaran
Islam tidak ada hubungannya dengan bid?ah semacam itu. Tak ada
bedanya antara perkara yang berkaitan dengan keyakinan, amalan
ataupun ucapan, lahir maupun batin.

Terdapat beberapa riwayat dari sebagian Ulama Salaf yang menganggap
baik sebagian perbuatan bid?ah, padahal yang dimaksud tidak lain
adalah bid?ah secara bahasa, bukan menurut syari?at.

Contohnya adalah ucapan Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu,
ketika beliau mengumpulkan kaum Muslimin untuk melaksanakan shalat
malam di bulan Ramadhan (Shalat Terawih) dengan mengikuti satu imam
di masjid. Ketika beliau Radhiyallahu 'anhu keluar, dan melihat
mereka shalat berjamaah. Maka beliau Radhiyallahu 'anhu berkata: ?
Sebaik-baiknya bid?ah adalah yang semacam ini.? [15]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264
Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]


semoga membantu........
selanjutnya dapat dicari di situs [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
[move]it isn't always easy to live the life you were meant to, but the lessons learned and the rewards are immeasurable[/move]

anggik2002

hat
Kutip dari: rawWARus pada April 03, 2009, 05:47:45 AM
Kutip dari: abusalza pada April 02, 2009, 05:37:18 PM

yang aku ingat ada sebuah hadits dari nabi yg kurang lebihnya berbunyi: "ikutilah sunahku dan para shahabatku, serta gigitlah ia dengan gigi gerahammu (maksudnya agar sunah itu tidak terlepas dari dirimu)"
apa2 petunjuk nabi baik ucapan dan perbuatan maka itu adalah sunah, dan yang dilihat dari sahabat maka itu atsar. kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah beliau dan para sahabat.
dan beliau juga pernah bersabda: "segala yang baru dalam agama adalah bid'ah, dan bid'ah tempatnya di neraka". semuanya hadits shaih atau hasan, jadi dapat dipergunakan sebagai dalil.

lain halnya dengan maulid. karena nabi pernah berpesan: "janganlah kalian menjadikan hari lahirku menjadi hari raya layaknya kaum nasrani". ini juga shahih. memperingati maulid berarti merayakannya (perayaan, hari raya).

kalo aku sih cari yang safe aja. kalo gak tau hukumnya lebih baik menyingkir :P

wallahu a'lam

Nah anda saja mengamini spt kata anda diatas , "ikutilah sunahku dan shahabatku", jika shahabat Rosul jg melakukannya dan itu tidak bertentangan dgn syariat knp tidak?
klo anda ga tahu ya mending ngaji lagi donk, jgn cuma nerima ilmu cuma sedikit and cuma dari salah satu sisi, coba mengaji dari kedua pendapat ulama, dan dalam mempelajarinya buka hati jgn menaruh curiga dan benci dahulu...

hati2 ya klo ngomong, ntar jd takabur, mari "Kita" sama2 ngaji, jangan hanya nyuruh orang lain aja! Cos ilmu Qta itu kayak setetes air di lautan.