Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 02:55:02 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 102
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 158
Total: 158

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

TAIKO

Dimulai oleh galihutomo, September 27, 2010, 11:18:16 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

galihutomo

Menjelang pertengahan abad keenam belas, ketika keshogunan Ashikaga ambruk, Jepang menyerupai medan pertempuran raksasa. Panglima-panglima perang memperebutkan kekuasaan, tapi dari tengah-tengah mereka tiga sosok besar muncul, seperti meteor melintas di langit malam. Ketiga lakilaki itu sama-sama bercita-cita untuk menguasai dan mempersatukan Jepang, namun sifat mereka berbeda secara mencolok satu sama lain:  :P

Nobunaga, gegabah, tegas, brutal;

Hideyoshi, sederhana, halus, cerdik, kompleks;

Ieyasu, tenang, sabar, penuh perhitungan.

Falsafah-falsafah mereka yang berlainan itu sejak dulu diabadikan oleh orang Jepang dalam sebuah  sajak yang diketahui oleh setiap anak sekolah: 

Bagaimana jika seekor burung tak mau berkicau? 

Nobunaga menjawab, "Bunuh saja!" 

Hideyoshi menjawab, "Buat burung itu ingin berkicau." 

Ieyasu menjawab, "Tunggu." 

Buku ini, Taiko (sampai kini, di Jepang, Hideyoshi masih dikenal dengan gelar tersebut), merupakan kisah tentang laki-laki yang membuat burung itu ingin berkicau. 
:D :D

nandaz

...Btw, ini buku cerita atau filsafat sejarah?
starting by doing what is necessary, then what is possible and suddenly you are doing the impossible...
\dia\cal{ANONYMOUS}\cl

galihutomo

nih di penggalan kisah buku ke 1 :

"MONYET! MONYET!"

"ITU tawonku!" 
"Bukan, punyaku!" 
"Pembohong!" 
Bagai angin puyuh, tujuh atau delapan bocah laki-laki berlari melintasi ladang. Mereka mengayun-ayunkan tongkat ke hamparan kembang sesawi berwarna kuning dan kembang lobak berwarna putih bersih untuk mencari tawon-tawon dengan kantong madu, yang biasa disebut tawon Korea. Anak Yaemon, Hiyoshi, baru berusia enam tahun, tapi wajahnya yang
berkerut-kerut tampak seperti buah prem yang diasamkan. Ia lebih kecil dibandingkan anak-anak lainnya, namun sifatnya yang ugal-ugalan dan liar tak tertandingi. 

"Bodoh!" ia berseru ketika jatuh terdorong oleh anak yang lebih besar, saat mereka memperebutkan seekor tawon. Sebelum sempat bangun, ia terinjak oleh anak lain. Hiyoshi menjegal kaki anak itu.  "Tawon itu milik siapa saja yang bisa menangkapnya! Kalau kau bisa menangkapnya, tawon itu jadi milikmu!" katanya sambil melompat berdiri dan menangkap seekor tawon yang sedang terbang. "Yow!
Yang ini milikku!" 

Dengan tangan terkepal, Hiyoshi maju sepuluh langkah, kemudian membuka kepalannya. Ia membuang kepala dan kedua sayap tawon yang ditangkapnya, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Perut tawon itu penuh madu manis. Anak-anak itu, yang tak pernah mengenal gula, betul-betul takjub bahwa ada sesuatu yang begitu manis. Sambil setengah memejam-
kan mata, Hiyoshi membiarkan madu itu mengalir ke kerongkongannya, lalu mengecap-ngecapkan bibir. Anak-anak lain hanya bisa menonton. 

"Monyet!" seru seorang bocah besar yang dijuluki Ni'o, satu-satunya yang  tak dapat diimbangi oleh Hiyoshi. Karena mengetahui hal ini, yang lainnya ikut-ikutan. 
"Babon!" 
"Monyet!" 
"Monyet, monyet, monyet!" mereka mengejek.  Bahkan Ofuku, bocah yang bertubuh paling kecil, ikut bergabung. Meski usianya sekitar delapan tahun, ia hanya sedikit lebih besar dari Hiyoshi yang berumur enam tahun. 

Tapi penampilannya berbeda jauh; kulitnya putih, dan mata serta hidungnya menempati posisi yang pantas di wajahnya. Sebagai putra warga desa yang kaya, Ofuku-lah satu-satunya yang mengenakan kimono sutra. Nama sebenarnya mungkin Fukutaro atau Fukumatsu, namun namanya telah disingkat dan diberi awalan o, seperti kebiasaan di antara putra-putra orang berada. 

"Kau selalu ikut-ikutan!" ujar Hiyoshi sambil melotot ke arah Ofuku. Ia tak peduli dipanggil monyet oleh yang lain, tapi dengan Ofuku masalahnya sedikit berbeda. "Kau sudah lupa bahwa akulah yang selalu membelamu, dasar pengecut!" 

Diingatkan seperti itu, Ofuku tak bisa berkata apa-apa. Keberaniannya mendadak lenyap, dan ia menggigit-gigit kukunya. Meski masih kanakkanak, dituduh tidak tahu terima kasih membuatnya lebih malu daripada dimaki sebagai pengecut. Yang lainnya mengalihkan pandangan, perhatian mereka berpindah dari tawon madu ke awan debu kuning yang terlihat di seberang ladang-ladang. ..................

Monox D. I-Fly

Wait... Makan tawon??? Itu kalo' di dunia nyata bahaya nggak tuh???  :o
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

Bahalan

Ya ini buku yang menarik. Suatu Novel Sejarah karangan Eiji Yoshikawa, tentang kisah Hideyoshi. Saya mengkoleksinya, namun tebalnya lebih dari 1100 halaman, belum selesai dibaca. Karangan Eiji Yoshikawa yang lain adalah novel sejarah tentang tokoh pedang legendaris Miyamoto Musashi.

Monox D. I-Fly

Kutip dari: Monox D. I-Fly pada Juli 07, 2014, 07:13:59 PM
Wait... Makan tawon??? Itu kalo' di dunia nyata bahaya nggak tuh???  :o

Ternyata di dekat tempat kerja saya dulu ada yang jual bothok tawon, sayang sekarang udah nggak ada sebelum saya sempat mencicipi... :(
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.