Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 04:56:53 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 134
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 141
Total: 141

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Teori Gravitasi Kuantum

Dimulai oleh qarrobin, Oktober 17, 2010, 08:40:46 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

qarrobin

Posisi pengamat B,D,C danE berada dalam kerangka acuan diam. Pengamat B melihat foton yang dipancarkan D ke B menempuh jarak 500.000 km dalam 1+2/3 detik. Pengamat B melihat foton yang dipancarkan C ke E menempuh jarak 500.000 km dalam 1+2/3 detik.

Pengamat A berada dalam kerangka acuan bergerak dari posisi D ke posisi C sembari memancarkan foton. Dalam satu detik (kerangka acuan A yang bergerak dan berubah posisi), foton yang dipancarkan A tiba di B.

Setelah foton tiba di B, maka B melihat pengamat A berada di posisi C. Jika A merupakan pengamat yang diam pada posisi C, seharusnya B melihat foton tiba di E. Karena A mengalami perubahan posisi, maka B melihat posisi awal foton dipancarkan dari posisi C. Berarti B melihat foton yang dipancarkan A dari posisi C menempuh jarak 100.000 km dalam 1+2/3 detik (menurut kerangka acuan B yang diam).

Jadi B melihat foton menempuh jarak 60.000 km dalam 1 detik. Berubahnya kelajuan foton ini karena perbedaan waktu pada kerangka acuan diam dan kerangka acuan yang bergerak.

Jika B menghitung frekuensi foton berdasarkan waktu yang melaju pada kerangka acuan B yang diam, maka B tidak mendapatkan pertambahan energi pada foton.

Kalo demikian, hal yang sama dapat kita terapkan pada massa dari A pada kerangka acuan yang bergerak dan mengalami perubahan posisi.

Jika B menghitung massa A berdasarkan waktu yang melaju pada kerangka acuan B yang diam, maka B tidak mendapatkan pertambahan massa pada A.

Konsekuensinya, karena tidak ada pertambahan massa pada A, maka A dapat membuat pesawatnya melaju pada kecepatan cahaya dengan menambah energi pada pesawat.

Jika kelajuan cahaya tidak dipengaruhi oleh gerak A (berarti A dapat memandang kerangka acuannya sebagai diam), dan A dapat memandang B bergerak mendekati A.

Dalam satu detik, A berada pada posisi C. Jika A merasa tidak ada perubahan kelajuan waktu (berarti kelajuan foton tidak berubah), maka foton yang dipancarkan A akan tiba di E dalam satu detik.

Kenyataannya dalam satu detik, A melihat foton seperti berada di dalam medan gravitasi (berarti ruang menyusut dan kelajuan waktu melambat), A melihat kelajuan foton seperti melambat, dan dalam satu detik foton tiba di B.

Sebaliknya, B dapat menganalogikan A yang bergerak mendekatinya, seperti A berada di dalam medan gravitasi (superposisi dari dua posisi awal foton), dimana ruang menyusut (dari posisi akhir foton di E ke posisi akhir foton di B), dan kelajuan waktu melambat sehingga B melihat kelajuan foton melambat. Karena ketika foton tiba di B, maka B melihat posisi awal foton yang dipancarkan A berada pada posisi C, dan B benar-benar melihat pergeseran biru, memendeknya panjang gelombang foton.

Jika kelajuan waktu tidak melambat, maka B seharusnya tidak mendapati pergeseran biru.

Teori Relativitas Umum menyatakan bahwa kelajuan cahaya terlihat berubah tergantung pada intensitas medan gravitasi yang dilaluinya.

Jika B melihat efek pergeseran biru pada foton yang tiba padanya, maka B melihat dua posisi awal foton ketika dipancarkan oleh A. Dengan melihat posisi awal foton pada posisi akhir A ketika foton tiba di B, maka B dapat menghitung kelajuan A.

Pada medan gravitasi terdapat penyusutan ruang. Karena B mendapatkan dua posisi awal foton, maka kelajuan A membuat dua posisi awal foton bersuperposisi dan terlihat seperti penyusutan ruang.

Jadi kelajuan A dapat dipandang sebagai medan gravitasi. Pada teori gravitasi, selain terjadi penyusutan ruang, juga terjadi melambatnya waktu. A juga dapat memandang dirinya berada pada medan gravitasi.
A melihat cahaya yang dipancarkannya ke B melaju dengan lambat, jadi penyusutan ruang dibarengi dengan melambatnya waktu.

A melihat dalam satu detik, frekuensi foton bertambah. Efek pertambahan frekuensi ini dikarenakan melambatnya waktu, bukan berarti frekuensi foton benar-benar bertambah. Ruang yang menyusut membuat wave length dari frekuensi memendek.

Efek ini terjadi karena kelajuan pada A. A dapat mengetahui bahwa kerangka acuannya lah yang bergerak, karena jika B yang bergerak mendekati A dan A berada pada kerangka yang diam, maka seharusnya foton tiba di B lebih awal yakni 1/3 detik.

Jika A memandang bahwa kerangka acuannya lah yang bergerak, dan kerangka acuan B yang diam, maka A dapat mengukur jarak yang dilalui foton dari posisi awal ketika foton dipancarkan dan posisi akhir foton ketika tiba di B dan menghitung waktu yang mengalir pada B. Sehingga pada kerangka acuan B yang diam, foton menempuh jarak 500.000 km dalam 1+2/3 detik. Berarti tidak terdapat penambahan frekuensi.

Pada kerangka acuan yang diam, waktu membawa foton melaju pada kecepatan cahaya. Pada kerangka acuan yang bergerak, waktu melaju lebih lambat seperti berada pada medan gravitasi.

Dalam satu detik, A dapat menempuh jarak 400.000 km. A dapat melihat perbandingan jarak yang ditempuhnya dengan jarak yang ditempuh cahaya. 60 persen dari 400.000 km sama dengan 240.000 km. 60 persen dari 500.000 km sama dengan 300.000 km. Ketika A melaju dengan kecepatan 0,8 c, A seperti mengejar kelajuan cahaya.

A dapat melihat bahwa sebenarnya tidak terdapat pertambahan frekuensi pada foton, yang berarti bahwa tidak terdapat pertambahan energi pada foton.

A juga dapat memandang bahwa tidak terjadi pertambahan massa pada pesawatnya. Kelajuan pesawat sebesar 0,8 c, tidak membuat pertambahan massa pada kerangka yang bergerak. Efek pertambahan energi dan pertambahan massa pesawat dikarenakan menyusutnya ruang dan melambatnya waktu pada kerangka A sehingga terlihat seperti bertambah.

Berarti A dapat membuat pesawatnya melaju pada kecepatan cahaya, tanpa harus terbebani oleh pertambahan massa.

Jika pesawat A melaju pada kecepatan cahaya, maka waktu berhenti, sebagaimana cahaya terperangkap dalam medan gravitasi lubang hitam, pesawat yang melaju pada kecepatan cahaya berarti melubangi ruang-waktu.

A sekarang memasuki dimensi titik Hilbert pada Superspace Wheeler. Pada dimensi ini berlaku teori medan kuantum. A seperti berada di dalam event horizon lubang hitam, yang kita sebut black point.

Setiap titik di dalam ruang lubang hitam dapat kita pandang sebagai paket gelombang h/2π yang memiliki banyak probabilitas posisi, yang mana setiap posisi memiliki fase yang dapat saling berinterferensi 2πx/λ. Setiap fase dapat kita anggap sebagai titik x pada bidang y dan z.

The Houw Liong

Teori gravitasi kuantum harus memenuhi postulat fisika kuantum dan postulat relativitas umum yang menyatakan bahwa kelajuan cahaya dalam vakum selalu sama dengan c = 300 000 km/s terhadap pengamat dalam kerangka acuan mana pun juga.
HouwLiong

qarrobin

ya iyalah prof karena selain memperhitungkan penyusutan ruang, kita juga memperhitungkan melambatnya waktu dari kerangka yang memancarkan foton, misal A adalah matahari

kalo kita melihat penyusutan ruang di dekat permukaan matahari dengan memakai waktu B di bumi, maka frekuensi foton terlihat melambat relatif terhadap waktu yang mengalir di sisi B

semut-ireng


gema

Waduh,bahasannya udah Fisika Kuantum.
Mekanika Klasik ajadeh yayayaya?
Mpunya sombong dan salah.

semut-ireng

ya ya ya,  saya juga suka gaya yang klasik2,  hehehe........ ::)

Mekanika klasik masih akurat dalam pererapan sehari-hari,  dan masih sangat berguna ..............

gema

Mpunya sombong dan salah.