Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 09:55:40 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 116
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 140
Total: 140

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

uang

Dimulai oleh 12, Februari 27, 2012, 09:18:24 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 2 Pengunjung sedang melihat topik ini.

12

bayangkan jika dibumi ini hanya ada 1 pulau dan hanya ada 2 orang penghuni yaitu A dan B, A adalah petani dan B adalah nelayan.
secara alami di pulau itu transaksi antara A dan B dilakukan dengn barter dimana

1 kg beras = 1 ikan ukuran standar

----nah, kira2 dalam situasi seperti apa sehingga keduanya kemudian memutuskan untuk menggunakan uang sebagai alat pembayaran, dan bagaimana kira2 prosedurnya?
#12

12

bagaimana juga kaitannya uang dengnan transaksi internasional.

misalnya indonesia impor minyak. kemudian harga minyak internasional naik. mengapa hal itu kemudian diikuti dengan naiknya harga minyak dalam negeri?

importir membayar minyak impor dengan US$, US$ berasal dari devisa. sedangkan kenaikan harga eceran minyak dalam negeri tidak meningkaatkan devisa. melainkan meningkatkan penerimaan importir dalam bentuk Rp
#12

mhyworld

Kutip dari: 12 pada Februari 27, 2012, 09:18:24 PM
bayangkan jika dibumi ini hanya ada 1 pulau dan hanya ada 2 orang penghuni yaitu A dan B, A adalah petani dan B adalah nelayan.
secara alami di pulau itu transaksi antara A dan B dilakukan dengn barter dimana

1 kg beras = 1 ikan ukuran standar

----nah, kira2 dalam situasi seperti apa sehingga keduanya kemudian memutuskan untuk menggunakan uang sebagai alat pembayaran, dan bagaimana kira2 prosedurnya?
Misalnya suatu saat si petani gagal panen karena hama atau banjir, sehingga saat itu tidak punya beras. Ia tetap harus makan kalau masih ingin hidup. Ia ingin barter dengan ikan pada nelayan, namun berasnya akan dibayar pada musim panen berikutnya. Untuk menjamin/memastikan bahwa petani memenuhi janji tersebut, si petani menyerahkan barang yang dianggap berharga (tidak mudah diperoleh di alam, awet) kepada nelayan, dan akan dikembalikan setelah beras yang dijanjikan dibayarkan. Barang tersebut misalnya perhiasan berupa batu atau logam. Alternatifnya, si nelayan meminta bukti hutang misalnya berupa surat hutang yang akan ditagihkan kepada petani pada musim panen berikutnya.
Bukti pembayaran berupa perhiasan ataupun surat hutang tsb bisa dianggap sebagai bentuk primitif dari uang.
once we have eternity, everything else can wait

ytridyrevsielixetuls

A dan B akan menjadi sahabat karena sepertinya sifat dasar manusia akan membuat mereka jadi sosial ketimbang individual manakala terjebak pada situasi yang TS gambarkan.

A akan belajar cara melaut dari B.

B akan belajar cara bertani dari A.

Mereka bisa membagi waktu untuk bertani dan melaut sendiri-sendiri maupun bersama.
Kemudian keduanya tidak terlalu mempersoalkan transaksi apa-apa karena mereka sudah seperti keluarga. So mereka makan hasil tani dan hasil laut bersama-sama.

Ketika mereka telah mencapai titik jenuh dalam mengkonsumsi hasil tani dan hasil laut, mereka akan mencoba beralih-profesi jadi pemburu dan peternak, mereka akan makan daging, minum susu, dan mungkin juga akan mencoba menanam berbagai jenis pohon untuk mengambil buahnya.

So kemungkinan besar tidak akan ada uang karena mereka menganggap satu sama lain adalah keluarga.
[move]
     -/"|           -/"|           -/"|
<(O)}D     <(O)}D     <(O)}D
     -\_|          -\_|           -\_|

12

#4
@mhyworld trims buat masukannya, bener juga, sampai sekarangpun surat utang masih berperan sebagai uang. tapi hal itu mungkin terjadi dalam masyarakat riil yaitu masyarakat yg lebih kompleks dimana jumlah orangnya banyak, barang dan jasa juga jumlahnya banyak

tapi dalam dunia yg sangat sederhana seperti kasus ini uang mungkin tidak akan ada seperti yg dikatakan @ytridyrevsielixetuls

nah terus bagaimanan dengan kasus kenaikan harga minyak internasional,
ya memang kalau harga US$/barrel naik maka konsumen/kita harus membayar Rp lebih banyak untuk mendapatkan US$ yg lebih banyak. tapi karena supply US$ konstan maka kenaikan permintaan US$ akan menaikan kurs US$ (menurunkan Rp). efeknya harga minyak perliter akan tambah naik lagi (ini sekenarionya kalau pasar bebas)
tapi kita tau harga minyak dipatok pemerintah bagaimana membuat patokan harga?
#12

nʇǝʌ∀

#5
Tampaknya pertanyaan pertama memang tidak hanya cukup dijawab dengan ilmu ekonomi saja tapi juga ilmu psikologi :)

Mengenai pertanyaan kedua,....

Dengan mengikuti 'trend' perubahan harga minyak dunia maka pemerintah mematok harga BBM dalam negeri supaya penggunaan APBN lebih efisien (atau dengan kata lain, supaya negara bisa punya APBN lebih banyak), misalnya dengan menaikkan harga BBM. Yang ini saya nggak bisa bilang setuju atau tidak setuju karena saya tidak terlalu paham politik tapi AFAIK pemerintah menaikkan harga BBM karena memprediksi bahwa harga minyak dunia akan naik so jadi sepertinya memang ditujukan untuk membeli US$ dan membeli minyak dari luar negeri sebelum harganya naik. Sebab ketika harga minyak dunia naik maka US$ yang diperlukan juga lebih banyak dan itu artinya lebih banyak menguras APBN.

Tapi di sisi lain, menaikkan harga BBM sama saja dengan menaikkan biaya produksi, distribusi, dan konsumsi dalam negeri. Itu artinya inflasi terjadi. Buruh dan pegawai akan minta naik gaji karena harga-harga kebutuhan pokok juga ikut naik. Pada nantinya merambat ke harga-harga kebutuhan sekunder dan tersier karena dalam produksi dan distribusi mereka terdapat peran BBM di situ.
CMIIW.


PS : tapi kok aneh ya, masak negara eksportir minyak malah beli minyak ? baru tahu saya kalo minyak di Indonesia sudah sedikit...



                |'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''|
       __/""|"|--------nʇǝʌ∀ inc.------|
> (|__|_|!!|__________________|
      (o)!""""""(o)(o)!"""""""""""(o)(o)!

12

#6
saya setuju bahwa kenikan harga BBM akan memicu inflasi.
kenaikan harga BBM dalam negeri memang sulit dihindari karena harga minyak dunia saat ini memang sudah naik. karena jika tidak ada kenaikan harga bbm dalam negeri maka APBN akan timpang (terlalu banyak pengeluaran buat subsidi BBM).

pertanyaan saya bukankah kenaikan harga bbm di pasar internasional ini akan mempengaruhi kurs (menyebabkan kurs Rp anjlok)?

misalnya sekarang kurs 1 US$ = rp 10,000

jika supply US$ konstan (ekspor konstan, tidak ada tambahan utang LN), maka kenaikan BBM akan menyebabkan Rp depresiasi misalnya menjadi

1 US$ = rp 12,000???


kalo seperti itu kan harga BBM dalam negeri otomatis akan naik lagi.

kecuali rakyat mengurangi konsumsi BBM dan mulai menggunakan energi alternatif

ngomong2 dalam APBN, penerimaan dan pemasukan itu semuanya dalam Rp atau ada US$ nya juga?

kalo yg saya tau miisalnya pemasukan dalam Rp dan US$ digabung jadi satu, bener ga?
#12

topazo

Menggali Thread yang sudah agak lama... Hanya karena saya ingin berbagi sebuah blog bagus yang mayoritasnya tentang uang dan sistem per uangan ataupun ekonomi dunia...

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

Blog ini sudah lama ada, namun entah kenapa baru nyangkut di radar saya sekarang...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Farabi

Ngomong ngomong soal uang, saya teringat dengan rencana pemotongan nilai rupiah, tapi katanya bukan sanering atau pemotongan nilai rupiah.

Menurut saya, seandainya para ahli ekonomi indonesia atau perencana pemotongan nilai rupiah tidak begitu pandai, yang terjadi inflasi pada nilai rupiah baru sehingga harga harga akhirnya menjadi sama seperti rupiah lama karena setiap mentok tidak punya uang dicetaklah uang baru. Jadi sebetulnya bukan masalah nilai uang harus dipotong atau tidak, tapi pemahaman tentang eknomi dan inflasi itu sendiri yang penting.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

topazo

Kutip dari: Farabi pada Maret 11, 2013, 04:14:04 PM
Ngomong ngomong soal uang, saya teringat dengan rencana pemotongan nilai rupiah, tapi katanya bukan sanering atau pemotongan nilai rupiah.

Menurut saya, seandainya para ahli ekonomi indonesia atau perencana pemotongan nilai rupiah tidak begitu pandai, yang terjadi inflasi pada nilai rupiah baru sehingga harga harga akhirnya menjadi sama seperti rupiah lama karena setiap mentok tidak punya uang dicetaklah uang baru. Jadi sebetulnya bukan masalah nilai uang harus dipotong atau tidak, tapi pemahaman tentang eknomi dan inflasi itu sendiri yang penting.
Intinya ketegasan dalam kontrol harga, dan pemahaman bahwa redenominasi bukanlah sanering...
Harga 10 rupiah sama aja dengan harga nasi goreng spesial, kalau si Mang Nasgor nakal dan menaikkan harga, ini yang harus ditindak... Toh, secara independent banyak yang sudah melakukan redenominasi, coba liat yang jualan pulsa di jalan2... Gak ada masalah tuh kayaknya...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Farabi

Kutip dari: topazo pada Maret 11, 2013, 05:56:04 PM
Intinya ketegasan dalam kontrol harga, dan pemahaman bahwa redenominasi bukanlah sanering...
Harga 10 rupiah sama aja dengan harga nasi goreng spesial, kalau si Mang Nasgor nakal dan menaikkan harga, ini yang harus ditindak... Toh, secara independent banyak yang sudah melakukan redenominasi, coba liat yang jualan pulsa di jalan2... Gak ada masalah tuh kayaknya...


Ya, pedagang HP di kota saya juga sudah menerapkan rencana nilai rupiah baru dengan pemotongan 3 digit angka nol.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

Farabi

Kalau memang yakin tidak akan berdampak apa apa tidak seperti waktu jaman bung karno dulu sih silahkan, tapi saya sangsi kalau tidak ada dampak buruknya.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

topazo

Sayangnya, mau gak mau redenominasi akan berdampak... Salah satunya adalah secara psikologis... Masih banyak rakyat Indonesia yang pernah mencicipi sanering Bung Karno, dan mereka meskipun dijelaskan berkali2, tetap takut kejadian tahun 60an dulu terjadi lagi...
Ketakutan ini akan menyebabkan menurunnya kepercayaan terhadap rupiah dan masyarakat mulai membeli barang untuk investasi (emas, atau bahkan nimbun beras..). Penimbunan mengakibatkan kelangkaan barang, dan kelangkaan menyebabkan naiknya harga barang... Inflasi pun terjadi...

Kalau semua Rakyat Indonesia adalah generasi muda yang tidak pernah mencicipi sanering, maka saya rasa redenominasi oke2 saja...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Farabi

Menurut saya sih daripada redenominasi lebih baik fokus ke export, karena ekspor bisa menguatkan nilai rupiah kalau memang ingin nilai rupiah jadi sedikit lebih berharga. Masalahnya nilai rupiah merosot dikarenakan waktu tahun 1997 rupiah dijadikan berharga sesuai dengan mekanisme pasar, tapi tidak dengan perencanaan matang, akhirnya inflasi pun terjadi.

Kita lihat jepang, dulunya 1 yen itu 4 rupiah, tapi sekarang mnjadi 80 rupiah karena mereka mampu untuk mengekspor barang elektronik, bahkan yuan pun sekarang menguat karena ekspor mereka bagus. Atau mau contoh ekstrim adalah jerman, hanya karena mobil volks wagen jerman yang dulunya inflasinya gila gilaan akhirnya mata uangnya menguat karena ekspor.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

topazo

Hehehe, katanya sih alasan redenominasi bukanlah untuk menguatkan nilai rupiah... Tapi hanya sekadar menyederhanakan hitungan agar buku kas tidak penuh dengan angka nol...

Tapi ya begitu, banyak yang tidak percaya alasan ini...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?