Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 19, 2024, 05:25:09 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 53
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 20
Total: 20

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Berebut bagi hasil flu burung

Dimulai oleh peregrin, November 29, 2007, 05:57:48 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

peregrin

Gimana pendapat teman2?

Di satu sisi, sikap Indonesia ini menghambat jalannya riset yang sangat penting untuk menanggulangi flu burung. Sementara penyakit ini makin memakan korban di mana-mana (termasuk di Indonesia sendiri, di mana angka kematiannya akibat flu burung tertinggi di dunia)  >:(

Di sisi lain, Indonesia merasa berhak mendapatkan kompensasi atas kontribusinya memberi sampel penderita flu burung. Paling tidak, jangan sampai terjadi: kita menyumbang sampel untuk penelitian yang dilakukan oleh pihak luar - kemudian setelah mereka berhasil menemukan vaksin dan mematenkan itu, kita harus membeli hasil penemuan mereka dengan harga mahal  :o


Tapi bisa jadi ini cuma masalah tender dan bagi hasil aja sih  :P  ... buat rakyat sih, sama aja kaleee.....

Coba baca kutipan yang paling bawah dari [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.] ("Indonesia jadi juga jualan flu burung"), paragraf terakhir. Aneh juga ya kalau pihak departemen kesehatan tidak mau hadir waktu ada bantuan vaksin gara2 lagi seteru dengan WHO ... ck ck ck  ::)


KutipNature News 26 Nov 2007

Indonesia edges closer to sharing bird-flu samples


A deal is being negotiated that could see Indonesia end its policy of withholding samples from human cases of avian flu.

Until now, Indonesia has refused to share its samples with the World Health Organization (WHO), saying it is unfair that ownership of the samples passes to the WHO collaborating centres, and that it does not benefit from any resulting papers or patents.

Indonesia says it will share samples under a material transfer agreement that allows research use, but gives Indonesia sovereign ownership of the samples. The country also wants access to vaccines developed using its samples. An international meeting on 20â€"23 November in Geneva, Switzerland, ended without agreement. But a statement, still being thrashed out by negotiators, is expected to open the way to concessions.


Indonesia has had the most deaths from the H5N1 bird-flu virus of any country â€" 91 so far â€" the most recent on 6 November.


KutipIndonesia fights for rights to bird flu samples
NewScientist 26 Nov 2007

Indonesia will not share bird flu virus samples unless richer countries agree to give developing nations control over their use and access to cheap vaccines, a spokeswoman from the nation's health ministry said on Monday.

Health officials from around the world failed to reach an agreement on a new virus sharing system at talks hosted by the World Health Organisation (WHO) in Geneva last week.

Indonesia, the nation worst hit by bird flu with 91 human deaths, has held back its virus samples since August 2007 and wants guarantees from richer nations and drug makers that poor countries get access to affordable vaccines derived from the samples.

Health Minister Siti Fadillah Supari insisted on "equitable sharing of benefits arising from the use of viruses" at the meeting.

Sharing samples is deemed vital to determining whether the viruses are mutating, becoming drug resistant or growing more transmissible.

"Talks hit a deadlock because the health minister was relentless in pushing for a 'material transfer agreement' for each virus sample, but not everyone agreed to that," ministry spokeswoman Lily Sulistiowati says. "We hope that negotiations will continue."


Intellectual property

Indonesia wants a material transfer agreement for each virus sample sent to foreign labs, specifying that the sample will only be used for diagnostic purposes and not for commercial gain.

Under this proposal, any commercial use of the virus would require prior consent of the country providing it. By retaining the intellectual property rights, Indonesian officials say, a country could allow access to global vaccine stockpiles at an affordable price.

The WHO agreed last May to revamp its 50-year-old system for sharing flu virus samples with researchers and drug firms. It had wanted its 191 member states to adopt an agreement by May, but divisions remain.

Experts fear the constantly mutating H5N1 virus could change into a form easily transmissible among humans and sweep the world, killing many millions of people worldwide.


Voluntary donations

According to the WHO, sharing samples is vital for tracking the deadly H5N1 virus and developing vaccines against a potential pandemic.

Jakarta has shared just two specimens this year, both from Indonesian women who died in the popular tourist resort of Bali in August, according to the WHO.

Sixteen companies are at various stages of licensing a vaccine for H5N1.
These include GlaxoSmithKline, which announced last June it would donate 50 million doses of its "pre-pandemic" bird flu vaccine to WHO's global stockpile.

The Indonesian government and a unit of the US firm Baxter International have also agreed to develop a vaccine. Under the accord, Jakarta has been supplying virus specimens while Baxter is providing technology to develop the vaccine.


Kutip
Indonesia Akan Produksi Vaksin Flu Burung Untuk Manusia Strain Indonesia
Sumber: [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
19 Dec 2005

Untuk menghadapi ancaman pandemik flu burung, pemerintah Indonesia berencana memproduksi vaksin flu burung untuk manusia strain Indonesia bekerjasama dengan produsen vaksin Baxter dari Amerika Serikat (AS). Untuk memproduksi vaksin di Indonesia, Baxter akan bekerjasma dengan produsen vaksin milik pemerintah PT Bio Farma

Demikian disampaikan Menkes DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) kepada wartawan usai menerima President Vaccine SBU Baxter Kim C. Bush di Gedung Depkes Jakarta tanggal 15 Desember 2005. Pada kesempatan tersebut Menkes didampingi oleh Kepala Badan POM Drs. Sampurno, Direksi PT Bio Farma Drs. Marzuki Abdullah dan Drs. Djoharsyah serta Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Bintang Dr. Hariadi Wibisono, MPH.

Menurut Menkes, dalam kerjasama pembuatan vaksin flu burung, Baxter menawarkan tiga pilihan yaitu pertama Depkes membeli vaksin flu burung langsung dari Baxter AS, kedua Baxter membangun pabrik baru di Indonesia untuk memproduksi vaksin tersebut dan ketiga memproduksi vaksin di Indonesia bekerjasama dengan PT Bio Farma.

Menanggapi ketiga tawaran tersebut Menkes tertarik dengan pilihan ketiga yakni memproduksi vaksin di Indonesia bekerjasama dengan PT Bio Farma. Menkes tidak tertarik dengan pilihan pertama karena Indonesia memerlukan alih teknologi dalam produksi vaksin flu burung. Sedangkan bila membangun pabrik baru menurut Baxter memerlukan waktu lama untuk memperoleh perijinan dari Food and Drugs Administration (FDA) AS sekitar 2,5 tahun.

Selain tiga pilihan tersebut Baxter juga menawarkan pembuatan vaksin strain Vietnam namun Menkes menginginkan vaksin strain Indonesia karena PT Bio Farma sudah mempunyai biakan vaksin flu burung strain Indonesia.

Dalam kerjasama tersebut akan digunakan sistim down stream (sistim produksi di bagian hilir) yang tampaknya merupakan opsi yang paling mungkin dalam kerjasama produksi vaksin flu burung untuk manusia dengan perusahan farmasi AS Baxter. Hal ini disebabkan karena melalui opsi ini Indonesia secara bertahap dapat melakukan alih teknologi dalam memproduksi vaksin flu burung. Dengan demikian, bila terjadi pandemi flu burung Indonesia sudah memiliki sistim untuk memproduksi vaksin flu burung secara massal.

Dalam sistim down stream ini nantinya Baxter akan memproduksi vaksin di bagian hulu (proses pembibitan dan pembiakan vaksin) sedangkan pemerintah Indonesia dalam hal ini PT Bio Farma akan menangani proses hilir yang disebut proses filling. Proses filling yang sudah biasa dilakukan oleh PT Bio Farma tesebut memerlukan proses seperti monitoring dan kendali kualitas (quality control) serta menggunakan ruangan khusus yang saat ini sudah tersedia di PT Bio Farma.

Setelah menemui Menkes, delegasi Baxter akan mengirimkan tim ahli ke Indonesia untuk meninjau kesiapan PT Bio Farma dalam kerjasama dengan Baxter. Namun keputusan akhir tetap di tangan Menteri Kesehatan.

Bila kerjasama tersebut sudah disepakati, tahap berikutnya adalah ditandatanganinya Pokok-pokok kesepahaman(MoU). Diharapkan pada awal tahun 2006 Baxter sudah mulai berproduksi dan pada Desember 2006 siap digunakan. Pada tahap awal, vaksin tersebut nantinya akan diberikan kepada kelompok berisiko tinggi (high risked group). Untuk jangka panjang, vaksin flu burung ini akan dijadikan stok dalam jumlah besar (stockpiling).

Sementara itu Dirut PT Bio Farma Drs. Marzuki Abdullah menjelaskan, pihaknya sudah berpengalaman sejak lama melakukan proses filling serta sudah biasa melakukan sistim down stream dalam memproduksi vaksin. Ia mencontohkan dalam memproduksi vaksin polio, PT Bio Farma sudah mampu menghasilkan bahan baku (bulk), dimulai dari proses pembibitan, pengembangbiakkan, pelemahan, dibiakkan lagi, diproses menjadi bahan baku (bulk) sehingga siap dieekspor ke berbagai negara lain.

Marzuki Abdullah menambahkan bahwa sebenarnya PT Bio Farma sudah memenuhi persyaratan untuk memproduksi vaksin flu burung karena sudah prequalified dari WHO. Selain itu pihaknya telah bekerja sama dengan banyak pihak dalam memproduksi vaksin, seperti kerjasama dengan perusahaan farmasi Belanda NVI (Netherlands Vaccine Institute) dalam produksi vaksin DPT. Bila diperlukan PT Bio Farma yang sudah berumur 150 tahun ini akan menambah peralatan untuk memproduksi vaksin flu burung.


KutipIndonesia jadi juga 'Jualan' Flu Burung
Sumber: [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
Kamis, 08-Februari-2007, 22:29:56

Jakarta, Endonesia -- Departemen Kesehatan RI Rabu ini akhirnya sepakat meneken 'kesepakatan bisnis' dengan Baxter International Inc, perusahaan farmasi asal AS, untuk berkolaborasi mengembangkan vaksin flu burung. Langkah ini menyusul kenekadan Indonesia sebelumnya yang memutuskan untuk stop berbagi sampel virus flu burung dengan WHO, badan kesehatan PBB.

Di Amerika dan di Indonesia, kesepakatan itu baru diumumkan hari ini. Namun seperti diungkap website Depkes RI, kesepakatan kerja sama itu sudah ditandatangani kemarin. Yang teken adalah Dr. Triono Soendoro, Ph. D, Kepala Badan Litbangkes Depkes RI dan Kim C Bush, President, Vaccine SBU Baxter Healthcare SA, Switzerland, dan disaksikan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K). Baxt er Healthcare SA merupakan anak perusahaan Ba xter International Inc yang berkantor di Swiss.

Dalam karja sama tersebut, Badan Litbangkes Depkes akan menyediakan spesimen klinis H5N1 dan Baxter akan melakukan alih teknologi yang meliputi formulasi, pengisian, dan penyelesaian vaksin A/Indonesia/5/2005 kepada Badan Litbangkes.

MOU juga menyebutkan bahwa Indonesia akan mempunyai hak untuk memproduksi dan memasarkan vaksin A/Indonesia/5/2005 di seluruh Indonesia dan mengekspor ke beberapa Negara lain (sedang dalam proses negosiasi). Produksi akan dilakukan dengan mitra produsen vaksin Indonesia yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan.

Dari AS, Chicago Tribune mengabarkan bahwa Baxter puas dengan kesepakatan itu. Meski begitu, Baxter mengaku bahwa MOU tadi tidak memberi pihaknya akses ekslusif ke virus H5N1 Indonesia. Pemerintah Indonesia masih bisa bekerjasama dengan perusahaan atau pihak lain baik dari dalam negeri Indonesia maupun asing.

Sebelum ini Baxter sudah membuat vaksi flu burung dan membangun stok vaksin di AS, Inggris, dan Asia. Vaksin tersebut dibuat berdasarkan sampel yang diperoleh Baxter dari WHO.

Meski telah berhasil menjalin kesepakatan langsung dengan Indonesia, Baxter berharap pemerintah Indonesia mau tetap bekerjasama dengan pihak lain, termasuk dengan WHO. Ia juga berharap pihak lain untuk tidak sungkan bernegosiasi dengan Indonesia untuk mendapatkan virus tersebut.

David Heyman, petinggi WHO urusan Flu Burung, dalam konperensi pers hari Selasa (waktu AS), mengaku WHO tidak bisa menyalahkan Baxter yang telah berhasil mendapatkan kesepakatan tersebut. Apakah WHO menyalahkan Indonesia? Chicago Tribune tak mengabarkannya.

Yang pasti, menurut Heyman, pihaknya tahu Baxter sudah bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia sejak kasus pertama flu burung muncul di Indonesia, Juli 2005. Sedangkan WHO baru menegosiasikannya akhir tahun silam.

Pemerintah Indonesia sendiri memutuskan untuk tak kooperatif dengan WHO karena merasa tidak mendapatkan kompensasi apapun dari lembaga dunia tersebut.

'Ketakharmonisan' Indonesia dengan WHO dalam 'bisnis flu burung' memang sudah terlihat sejak lama. Ketika Jepang-ASEAN-WHO meneken bantuan stok vaksin flu burung di Jakarta pertengahan tahun silam (stok-nya sendiri disimpan di Singapura), tak satu pun petinggi Depkes yang muncul. Yang muncul malah Menko Kesra Aburizal Bakrie. Kehadirannya benar-benar di luar agenda.

Jadi... layak dong korban flu burung juga ikut menuntut kompensasi. ***
Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)

peregrin

Ada perkembangan menarik rupanya  :)  Ibu mentri sampe disebut2 di harian Republika sebagai anak bangsa yang melakukan perlawanan atas ketidakadilan terhadap negara2 berkembang. Memang kedengarannya heroik   ;)  sekalipun beberapa orang mempertanyakan apakah pada akhirnya rakyat (kecil) Indonesia akan benar2 mendapatkan manfaat praktisnya (i.e. vaksin dan obat murah, penanganan dan pencegahan yang memadai). Atau jangan-jangan keuntungan ekonomi yang dibela mati2-an ini hanya untuk kalangan tertentu saja  :P

Eksploitasi oleh pihak barat demi profit sepertinya memang menjadi satu-satunya hal yang dikhawatirkan ibu mentri. Ketika si manusia pohon, Dede, diliput oleh Discovery Channel dan diambil sampel tissue dan darahnya untuk penelitian oleh dr. Anthoni Gaspari dari Univ. Maryland US, si ibu marah2 menuduh pihak barat telah menjual Dede bla bla. Sayangnya ketika ditanya apakah jika ada rakyat Indonesia yang menderita penyakit aneh / jarang bisa langsung datang ke dia, si ibu malah menyarankan utk pergi dulu  ke ketua RT, RW, dst ke atas ::) Mungkin memang butuh discovery channel untuk mendapat perhatian bu mentri  ;D  Perhatian dunia internasional spt terhadap Dede tsb sebenarnya justru membuat semakin banyak usaha dan penelitian utk menangani penyakit ini. Dan ngomong2 soal sampel tissue dan darah yang katanya tidak boleh dibawa ke luar negeri tanpa seijin kementrian, apakah kemudian tissue, darah, dan organ setiap warga Indonesia jadi milik negara (a.k.a. pemerintah a.k.a. kementrian) ya? Hak atau kepentingan siapa, atau apa, yang sebenarnya dibela?  ???

jadi OOT ke mana2 nih ;D

eniwei, ini beritanya:

KutipIndonesia’s health minister, Dr Siti Fadilah Supari visits the Swiss Institute of Bioinformatics (SIB)

isb-sib.ch/infos/info/

Tuesday 23rd January 2008, Indonesia’s health minister, Dr Siti Fadilah Supari visits the Swiss Institute of Bioinformatics (SIB) to discuss and support the SIB’s collaboration with the Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID) Foundation to set up the EpiFlu avian influenza database (EpiFludb).

In February 2007, the SIB and the GISAID Foundation announced a collaboration agreement to build EpiFludb and thus contribute to the worldwide efforts against the spread of avian flu.

Epifludb will primarily contain genetic sequence data on influenza isolates collected from humans and birds around the world. It will also take up species-specific information, epidemiological, clinical, pathological, and relevant laboratory testing data wherever available, thereby offering a global view of the way the virus spreads and mutates. This initiative will assists scientists around the world to analyze human and animal influenza outbreaks, enhancing the ability of health authorities to respond quickly to threats posed by these viruses.

Indonesia, which has been hit by more human deaths from the H5N1 bird-flu virus than any other country, was the first country, through its minister of health, Dr Siti Fadilah Supari, to agree to share its information on the avian flu and to participate to this initiative.

The creation of this independent influenza database is the result of a pledge by worldwide leading medical researchers to improve the sharing of influenza data. “GISAID has established a fair and transparent mechanism for regulating genetic-sequencing databases.” said Dr Siti Fadilah Supari. “We urgently need new virus sharing mechanisms” added Dr Supari in her address in front of the SIB collaborators.

The Epifludb database will be publicly accessible and free of charge. Its users will be required to register, agreeing to share and credit the use of others’ data, to analyze findings jointly, and publish results collaboratively. Such common access will allow the technology to be used both for research and rapid development of products such as diagnostics, antiviral drugs and vaccines.

SIB will complement genetic sequence information with high-quality protein annotation provided by the team producing the world-renowned Swiss-Prot knowledgebase. SIB will also provide training to worldwide scientists who deposit their data in this common repository and contribute to analysis.
Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)

f_ikyos

ironis disatu sisi keadaan kesehatan penting
di sisi lain dari sisi ekonomi dan pertahanan penting juga

kalo Indonesia mampu ya maju saja lah.
kalo engak ya sebaiknya relain aja

mo gimana lagi 

izumi

yup intinya indonesia kena intimidasi dari pihak barat.........
emank ironis sih negara kita kan emank lemah.......
tidak hanya cukup seorang ibu mentri yang bisa bikin indonesia diperhitingkan dimata dunia.........
tapi seluruh jajaran pemerintah maupun masyarakat.........klo mmg kt ditindas, harus melawan donk..........labih2 menyakut kesehatan...........

syx

benerlah... ntar indonesia rugi dua kali. udah kena flu burung harus beli obatnya pula dari luar negeri. mbok ya di bidang lain kaya gitu. seringkali kita impor bahan baku dan ekspor barang jadi yang nilai udah berlipat. rugiii...

MonDay

makanya bikin lab gede ja di indonesia
sampelnya berlimpah ruah gini,
liat aja hutannya banyak spesies baru

lalu dananya dari mana?
depkes kan alokasi 20% apbn pasti adalah