Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 23, 2024, 10:55:16 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 167
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 89
Total: 89

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Apakah anda pernah bertemu kemiskinan?

Dimulai oleh peregrin, Februari 12, 2008, 03:49:29 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

peregrin

hari ini hari kulakan dari milis ke milis sepertinya   ;D ... lagi2 kopas   :-[

---------
From: putu_pendit
Date: Thu, 24 Jan 2008 17:00:14 +0000
Subject: [the_ics] Apakah Anda Pernah Bertemu Kemiskinan?

Rekan-rekan,

Kebun tebu itu luas sekali. Hijau sejauh-jauh mata memandang.
Daun-daun runcing seperti menatang langit yang biru jernih. Ketika
sesekali angin bertiup, ada suara yang sulit diungkap kata: gemersik
yang mengiris, seperti ribuan isak tangis yang tertahan.

Kebun tebu itu bukan milik rakyat.

Setelah motor yang saya tumpangi sempat terperosok dua kali, dan
setelah kaki kiri saya sempat terjerembab di setumpuk tahi kerbau yang
masih hangat, kampung yang kami tuju mulai tampak.

Tahu-tahu pengendara motor yang saya boncengi bilang, "Pak Putu, ini
sekolahnya."

Lho!? Sekolah apa? Pertanyaan tak sempat saya ungkapkan. Kami berhenti
di depan tumpukan batu bata, ada sebidang tanah dikelilingi pagar dari
pohon singkong yang tampak enggan bertahan, menjadi batas antara jalan
penuh kubangan dan sebuah bangunan setengah tembok yang pintunya tak
berengsel (sehingga jelaslah daun-pintunya tak ada!).

Bapak pembonceng saya terampil memarkir kuda-besinya yang reyot tapi
bandel itu. Santai saja dia ngeloyor ke arah pintu tak berdaun-pintu,
dan saya tergopoh-gopoh mengikutinya.

Anak-anak sedang duduk. Satu bangku diduduki berdua atau bertiga. Bau
keringat anak-anak menyambut saya yang tak tega mengeluarkan tustel
dari ransel. Anak-anak sedang membaca. Satu buku dikerubuti. Ibu guru
tak kelihatan batang hidungnya. Ada suara-suara bergumam, mengeja apa
yang tertera di halaman-halaman kumal.

Inilah kemiskinan, kata saya dalam hati.

Walau tentu saja kemudian saya tahu bahwa saya tidak sepenuhnya benar.
Sekolah yang amat darurat, buku-buku kumal yang dikerubungi anak-anak
berbau matahari, langit-langit yang benar-benar seperti langit (alias
tidak ada!), lantai semen yang mengelupas, dan lemari yang miring
nyaris terguling.

Itu hanya SEBAGIAN dari kemiskinan.

Tak berapa lama muncul ibu guru yang masih sibuk mengelap mulutnya
dengan punggung tangan. "Maaf, Pak Putu... barusan sarapan," katanya
sambil nyengir. Saya ingat waktu itu sudah menunjukkan pukul 11. Orang
Jakarta pasti akan mengatakan bahwa ibu guru itu barusan "brunch".

Setelah berbasa-basi, ibu itu mengajak saya ke tempat yang
sesungguhnya ingin saya tuju. Jalannya santai saja, diikuti oleh saya,
diiringi bapak pengendara motor yang setia. Anak-anak tak terlalu
peduli. Hanya beberapa yang mengangkat muka mereka, memandang curiga
dengan kepolosan seorang anak ke arah saya yang pasti tampak seperti
mahluk dari luar angkasa.

Kami tiba di sebuah ruang, di sebelah WC yang pasti sudah bisa Anda
cium baunya dari Jakarta, di dekat sebuah ruang lain yang tampaknya
adalah ruang terbaik di sekolah ini (dan ternyata itu adalah ruang
kepala sekolah, yang tidak ada di tempat karena sedang rapat di kantor
camat).

Pintu ruangan itu dibuka. Suaranya berderit seperti protes anak yang
ogah mandi pagi.

Saya terdiam. Di depan saya bertumpuk-tumpuk buku, entah berapa
jumlahnya, pasti ratusan. Sepintas saya dapat berkesimpulan, buku-buku
itu pasti belum pernah dipakai. Masih utuh, tertumpuk rapi.

Atas ijin si ibu guru, dan disaksikan bapak pengendara motor yang
setia, saya secara serampangan mengambil salah satu buku. Sampulnya
bagus, dan judulnya adalah judul salah satu cerita rakyat. Ada simbol
sebuah departemen pemerintah tertentu.

Saya buka halaman-halamannya. Ya, Tuhan... ada yang kosong, ada yang
berisi tulisan tetapi bukan cerita seperti yang ditawarkan di judul,
ada halaman yang terbalik, ada halaman yang hitam belaka ...

Ratusan buku seperti itu. Masih utuh, tertumpuk rapi. Di sebuah
ruangan di dekat WC yang pasti sudah bisa Anda cium baunya dari Jakarta...

Saya masih penasaran, membuka lima buku lain yang saya ambil secara
serampangan. Setiap kali saya membuka buku itu, setiap kali saya
teringat ucapan Almarhumah Ibu Luwarsih. "Putu, simpan emosimu, dan
catat saja apa yang kamu temui.."

Setelah "menyimpan emosi", saya permisi dan berterimakasih kepada ibu
guru. Bapak pengendara motor sigap menyalakan motornya, dan saya duduk
lesu di boncengannya.

Setelah jauh dari sekolah itu pun saya masih ingat tulisan di pintu
ruangan yang mencekam tadi. Tulisan yang tampaknya dibuat
terburu-buru: RUANG PUSTAKAAN.

Dan tahulah saya, di sanalah saya bertemu dengan kemiskinan yang
sesungguhnya.

Cheers,

Putu Pendit

Catatan: ini adalah sepenggal pengalaman saya melakukan kunjungan ke
kampung-kampung di Lampung, Jawa Timur, Lombok, dan Sulawesi sebagai bagian dari kegiatan menemani Almarhumah Ibu Luwarsih yang membujuk saya untuk "melihat Kepustakawanan Indonesia yang sesungguhnya".
Setelah kunjungan-kunjungan itu saya bertambah yakin, betapa bobroknya Pemerintahan Orde Baru.
Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)

terminalkoi

artikel yang baik,

bagi sebagian dari kita bukan hanya tahu apa itu kemiskinan, tapi kita juga sudah pernah merasakan.

orde baru bobrok memang benar, tapi era pemerintahan selanjutnya apa sudah lebih baik ?

reborn

Kemaren nonton tipi, lagi gencar soal satu buku satu anak. Ada yang tau ga soal itu?
Berjalan ga tuh programnya? Kalo mau ikutan gimana caranya ya?

violin

Maksudnya ikut program itu?? ???

mo ikutan nyumbang buku yawh..??

Setauku sich itu cuma program himbauan aja.
Jadinya kalo mo ikutan ya.....
Langsung aja kasik bukunya ke anak yang kurang beruntung.. ;)

Tapi kalo mo ikutan kasik ide ke program itu,.
Misalnya kasik ide : 1orang buang 1sampah,etc
Kayaknya pke sms dech,,
Tapi lupa nomornya....
He.3x ;D

peregrin

Kutip dari: violin pada Juli 10, 2008, 02:23:46 PM
Tapi kalo mo ikutan kasik ide ke program itu,.
Misalnya kasik ide : 1orang buang 1sampah,etc
Kayaknya pke sms dech,,
Tapi lupa nomornya....
He.3x ;D

pakai sms? sekarang apa2 pake sms ya  ;D

saya cuma tahu program 1001 buku: [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)

heru.htl

hanya orang yang rendah hati yg pernah bertemu kemiskinan... sedangkan orang arogan itu benci kemiskinan sehingga ia tidak pernah menganggap pernah bertemu kemiskinan.

Kita semua orang indonesia sebenarnya adalah orang miskin. Hutang-hutang kita begitu banyak!

1 $ US == +/- Rp 10.000, kita 10.000x lebih miskin dari orang amerika serikat yang paling kere.

cronny

Hutang kita banyak? Maksud nya hutang negara?
Ngak salah nih? Hutang negara USA emang berapa? trilliunan dollar. Hutang negara kita sampe 1 trilliun dollar ngak?
God made me an atheist. Who are you to question his wisdom?

Monox D. I-Fly

Kutip dari: heru.htl pada Oktober 11, 2009, 02:23:16 AM
hanya orang yang rendah hati yg pernah bertemu kemiskinan... sedangkan orang arogan itu benci kemiskinan sehingga ia tidak pernah menganggap pernah bertemu kemiskinan.

Kita semua orang indonesia sebenarnya adalah orang miskin. Hutang-hutang kita begitu banyak!

1 $ US == +/- Rp 10.000, kita 10.000x lebih miskin dari orang amerika serikat yang paling kere.

Cukupkah orang yang tidak sadar dirinya sedang terlilit hutang negara digolongkan sebagai orang miskin?
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.