Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 05:59:09 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 87
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 69
Total: 69

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Pendidikan Di Indonesia Mahal?

Dimulai oleh reborn, November 30, 2006, 12:55:06 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

reborn

Keinget sama mahasiswa yang demo2 soal BHMN dulu. Hmm.... pengen tau pendapat kalian tentang pendidikan di Indonesia... mahal ga sih?  Alasannya kalo mahal kenapa? Kalo ga mahal kenapa?

Kalo liat pendidikan atau ilmu itu penting, bukannya wajar pendidikan mahal? Beli buku mahal, tapi handphone gonta ganti  :P

Tapi diliat dari mutu dan fasilitas pendidikan di Indonesia, rasanya mungkin terlalu mahal yahh?

Buat bahan bacaan aja nih : [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

:)

adjie

Banyak parameternya sih...

Tapi yang paling sederhana biaya pendidikan hampir proporsional dengan fasilitas, sarana dan prasarana. Namun dengan parameter tetap seperti dosen (cara mengajar, modul dsb)

Kalo dibanding ama negara tetangga, misal Singapura ato Malaysia, jelas kecuali ITB dan UI, pendidikan di Indonesia masih terbilang murah.. just IMHO

leksanadra

Semua berkutat pada murah dan tidak murah. Aneh deh... :(

Kenapa ga bicara bagaimana caranya supaya murah..
kalaupun ukuran nya mahal, seharusna ada upaya bersama mengusahakan murah..gratis kalo perlu..

Kebijakan dan regulasi kayaknya dominan kalo bicara "mengupaakan supaa murah"....

reborn

Kutip dari: leksanadra pada Desember 01, 2006, 04:45:25 AM
Semua berkutat pada murah dan tidak murah. Aneh deh... :(

Kenapa ga bicara bagaimana caranya supaya murah..
kalaupun ukuran nya mahal, seharusna ada upaya bersama mengusahakan murah..gratis kalo perlu..

Kebijakan dan regulasi kayaknya dominan kalo bicara "mengupaakan supaa murah"....

Itu kalimat terakhir, tombol "y" nya error kayaknya yahh hehe...

Bingung juga sbenernya sih. Jerman bisa ngasih pendidikan gratis tapi tetap berkualitas, mendapatkan pendidikan menjadi semacam hak asasi sepertinya. Amerika pendidikan (dan kesehatan) itu sangat mahal dan juga bagus.

Menurut saya pribadi sih, pendidikan memang harus mahal, kenapa? Karena pendidikan memang sangat berharga. Tapi, seperti halnya di AS walau pendidikan mahal, banyak peluang bagi yang tidak mampu untuk tetap dapat pendidikan juga. Jadi bukan berarti miskin tidak bisa dapet sekolah.

Nah seperti kata leksa, yang dominan adalah regulasinya di sini. Andai bisa dibangun sistem yang bagus, buat orang mampu bisa membantu yang tidak mampu, subsidi silang.

Di ITB ada manusia M45, harusnya dana mereka ini bisa dipakai buat bantu mereka yang tidak mampu. Di FK Unpad ada KPBI, ini juga seharusnya bisa membantu membangun fasilitas yang masih sangat kurang.

Apa sudah dilakukan? Apa sudah dirasakan? Apa bisa dilakukan? Ndak tau  :P


white_tiger

hmm

pendidikan di indo, itu kebanyakan di-didik untuk jadi pekerja...
beda dengan di LN, yang mahasiswanya diarahkan ke riset
klo mahasiswa sini diarahkan ke riset... ya emang... ntar masuk buku sejarah... mahasiswa univ abcde menemukan fghij....
tapi juga masuk koran... mati kelaparan soalnya nda ada duid buat beli makan [soalnya sibuk riset mulu]  ???

reborn

Kutip dari: white_tiger pada Desember 01, 2006, 09:45:43 PM
hmm

pendidikan di indo, itu kebanyakan di-didik untuk jadi pekerja...
beda dengan di LN, yang mahasiswanya diarahkan ke riset
klo mahasiswa sini diarahkan ke riset... ya emang... ntar masuk buku sejarah... mahasiswa univ abcde menemukan fghij....
tapi juga masuk koran... mati kelaparan soalnya nda ada duid buat beli makan [soalnya sibuk riset mulu]  ???

salah satu masalah negara berkembang, termasuk indonesia ya itu memang.... ga punya duid, terpaksa ikut trend. Ga bisa riset, trus2an jadi korban, konsumen setia produk2 negara maju....

Tapi apa iya harus trus begitu? India cukup maju pendidikannya. Malaysia yang jauh lebih muda bahkan mengadopsi kurikulum indonesia dulu, sekarang lebih maju dari indonesia....

hmm...

white_tiger

nah..... kalau kita compare dengan malaysia....
gw quote postingan gw
Kutipbahkan mahasiswa bukannya belajar rajin biar pinter & bisa ngembangin iptek juga ikut2an demo...

mereka lbih suka demo di jalan ketimbang riset  ???

juga hanya ada satu2nya di indonesia, ada anak ga lulus ujian menggugat ke pengadilan dengan alasan soalnya sulit  ???

kalau soal murah-mahal relatif banget lah...
kalau di compare dengan univ2 di LN, ya lebih murah...
tapi kalau di compare dengan ekonomi indonesia, memang relatif mahal... terbukti banyak anak2 jalanan & pengamen yang ngga mampu bayar duid sekolah... [tapi bisa beli rokok lho  :o???

ropestrip

sekedar koreksi, jerman udah menghapus biaya pendidikan gratis. Ya, artinya mahasiswa disana harus bayar.. Konon biaya ini akan digunakan untuk menyokong biaya politik PMnya Jerman. CMIIW.

Nah, kembali ke persoalan biaya, sudah menjadi barang umum kalo pendidikan hanya untuk bagi orang yang mampu ato orang yang outstanding (otak encer-beasiswa). Nah, skr, tinggal bagaimana fungsi peranan PT untuk mencetak lulusannya bersaing di dunia kerja.

Stanford, yang saya ketahui, student disana diarahkan ke riset yang mana riset itu adalah project pemerintah. Dalam hal ini wastewater treatment. Jadi, pengolahan air di daerah sono, skr kan masih konvensional, nah, pemerintah minta tim riset Stanford (prof dan student2nya) untuk membuat cara pengolahan ini semakin efisien, yang menghasilkan lebih banyak air bersih, mengingat penduduk kota yang semakin banyak, namun pengolahan ini diharapkan tidak membutuhkan lahan besar sebagaimana pengolahan konvensional. Nah, salah satu risetnya adalah menggunakan membran. Siapa yang meneliti membran, ya student2nya. Dan sekarang, lewat program terpadu, hasilnya akan diimplementasikan beberapa tahun mendatang.

Coba kalo PT kita....

jesuisnoel

Kutip dari: ropestrip pada Desember 02, 2006, 03:46:29 PM
sekedar koreksi, jerman udah menghapus biaya pendidikan gratis.

yup! Kuliah di Jerman udah ngga gretongan...biayanya masih relatif murah si, kecuali buat foreigners. Minimal 800â,¬-an. Negara kaya aja lama2 kedodoran subsidi sektor pendidikan...apalagi RI  ;D

Di jerman/blanda, ngga semua scholarship = gratis kynya...sebagian 'dipekerjakan' sebagai asisten dosen, asisten lab, atau researcher buat uni yg bersangkutan (dan biasanya topik research nya lucu2). Jadi mreka juga terpacu buat research. Uni sini gitu juga ngga si?  ???

Lagian kl research disana kan ada reward-nya... Entah duit, publikasi, ato scholarship. Trus ada semacam lomba-nya dan ajang kumpul2nya. Dsini ada gt? :)
Padahal kan hasil riset2 itu nantinya akan bisa dikomersialkan juga...jadi ngga akan merugikan harusnya..

peregrin

Di Belanda setahuku pemerintah jg sudah mengurangi dana ke universitas, akibatnya kalau mereka mau riset dan cari PhD students, harus banyak kerja sama dg industri (di sini rupanya gunanya paten.. betul khan pak admin?  ;) hehe)

Memang khan cuma sedikit sekali org berkutat di bidang sains (riset) krn memang benar2 cinta sains. Makanya spt yg dibilang jesuisnoel, reward2 itu jadi penting sekali, entah itu uang, status, nama baik, dsb. Wajar jadinya kalau di Indonesia beda dg di luar negeri.

Balik lagi ke soal pendidikan murah, seandainya pendidikan dr SD-univ. di gratiskan, apa iya masyarakat trus berbondong2 dg semangat masuk sekolah, kalau mrk nggak melihat gunanya? Memangnya sepenting apa to pendidikan (formal) di Indonesia?  ;)
Barangkali ini jg yg menyebabkan kenapa (sebagian) mhsw lbh suka demo drpd belajar di kelas, atau kenapa bahkan ada mhsw2 yg memilih berhenti kuliah dan mengurusi buruh misalnya. Problem2 yg ada di masyarakat lebih real, dan bisa jadi lebih menantang scr intelektual dan memberi banyak pelajaran. Memangnya pendidikan yg berkualitas itu definisinya apa to?  :)
(Kalau bagiku sih, pendidikan yg baik itu yg bisa mendidik org menjadi kreatif dlm problem solving, baik sewaktu riset di laboratorium maupun dlm kehidupan sehari2.)

Lagipula, sebelum problem2 yg terkait diselesaikan, nggak banyak yg bisa dicapai dr melakukan riset iptek murni toh? Lihat aja penelitian yg udah dilakukan ITB(?) soal penanggulangan banjir Jakarta, kelanjutannya apa?

Sistem subsidi silang sptnya sedikit banyak (banyak sedikitnya?  :)) berjalan ya. Di Farmasi Unair misalnya, mrk buka program extension (semacam univ. swasta) utk mhsw2 yg mampu bayar mahal dan ini sebagian digunakan utk mensubsidi program yg reguler (yg lwt UMPTN), setahuku. Cuma nggak tahu, apa dosen2nya jg dibayar lbh di program extension dan jd lbh semangat mengajar di situ atau tidak  :)

Utk program beasiswa, yg jd pertanyaanku justru utk kasus2 mhsw2 dr indonesia timur, datang ke jawa, pake MsWord aja gak bisa misalnya. Kemudian mrk yg no.1 di daerahnya jd tertinggal sendiri atau bahkan DO sewaktu kuliah di Jawa. Kalau sudah begini, beasiswa bukannya malah membantu tapi...... emang bukan salah maksud beasiswanya sih

jadi ke mana2 topiknya ...

thanks ya utk deschooling society-nya. Baru aq print... 71 halaman wakkks!! bisa lama bacanya  ;D

met weekend...







Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)

reborn

Kutip dari: peregrin pada Februari 10, 2007, 04:27:07 AM
thanks ya utk deschooling society-nya. Baru aq print... 71 halaman wakkks!! bisa lama bacanya  ;D

met weekend...

Ho oh, itu full textnya sih. Lumayan ngabisin kopi juga bacanya haha...

Btw, itu buku isinya bagaimana Ivan Illich memandang sistem sekolah yang berjalan saat ini adalah sia-sia, tidak efektif. Semua usaha yang dilakukan, alokasi dana pemerintah, institusi dan uang dari para orang tua murid atau pelajar itu sendiri tidak sebanding dengan apa yang didapat, belum dapat menciptakan sistem sekolah yang semestinya.

Kutip....The program is known as Title One. It is the most expensive compensatory program ever attempted anywhere in education, yet no significant improvement can be detected in the learning of these "disadvantaged" children.....

.....In the United States it would take eighty billion dollars per year to provide what educators regard as equal treatment for all in grammar and high school. This is well over twice the $36 billion now being spent. Independent cost projections prepared at HEW and the University of Florida indicate that by 1974 the comparable figures will be $107 billion as against the $45 billion now projected, and these figures wholly omit the enormous costs of what is called "higher education," for which demand is growing even faster. The United States, which spent nearly eighty billion dollars in 1969 for "defense" including its deployment in Vietnam, is obviously too poor to provide equal schooling. The President's committee for the study of school finance should ask not how to support or how to trim such increasing costs, but how they can be avoided.....

......Everywhere in the world school costs have risen faster than enrollments and faster than the GNP; everywhere expenditures on school fall even further behind the expectations of parents, teachers, and pupils. Everywhere this situation discourages both the motivation and the financing for large-scale planning for nonschooled learning. The United States is proving to the world that no country can be rich enough to afford a school system that meets the demands this same system creates simply by existing....

Jadi masalah pendidikan mahal ini bukan hanya masalah Indonesia ternyata.

jesuisnoel

Kutip dari: peregrin pada Februari 10, 2007, 04:27:07 AM
Memangnya sepenting apa to pendidikan (formal) di Indonesia?  ;)

Pendidikan formal di Indonesia masih merupakan tiket masuk ke jenjang berikutnya, bukan? Entah itu SMP, SMU, PT, ato kerja. Karena cuma institusi2 formal yang berhak keluarin surat sakti berjudul ijazah. Makanya anak2 yg home-schooling di Indo masih berusaha untuk dapet kesetaraan itu kan... :) Ga tau prkembangan terakhirnya gmana skarang... Secara umum, makin bagus yang tertulis di tiket makin besar/bagus kesempatan seorang anak ke tempat berikutnya. Makanya pas kecil suka dimarahin kalo dapet nilai jelek  :P Dari saringan masuk SMU negri aja cuma bds nilai...entah karena mreka percya betul apa yg tertulis, atau males ngadain tes masuk lagi ;D

Kutip dari: peregrin pada Februari 10, 2007, 04:27:07 AM
Barangkali ini jg yg menyebabkan kenapa (sebagian) mhsw lbh suka demo drpd belajar di kelas, atau kenapa bahkan ada mhsw2 yg memilih berhenti kuliah dan mengurusi buruh misalnya. Problem2 yg ada di masyarakat lebih real, dan bisa jadi lebih menantang scr intelektual dan memberi banyak pelajaran.
Memang demo2 itu berpengaruh? Memang suara mereka di dengar? Kreatif si...suka ada drama2 gitu...kata2 nya juga kadang lucu2...tapi itu kan cuma akan sampe layar tv. Trus?
Kenapa ngga ikutin sistem yg ada (di negara ini)...supaya bisa didengar, buat tiket yg bagus, duduk di kursi pemerintahan (asal jgn pas dapet kursi empuk lupa idealisme), atau jd pengusaha kaya (yg nanti bisa kasih ksejahteraan yg lebih baik buat buruh2 itu), dsb...

Kutip dari: Admin pada Februari 10, 2007, 10:42:00 PM
Kutip
The United States is proving to the world that no country can be rich enough to afford a school system that meets the demands this same system creates simply by existing....

Jadi masalah pendidikan mahal ini bukan hanya masalah Indonesia ternyata.

:o

Hmm...then education institution can be a comfort place to do money laundry... ;)

reborn

Kutip dari: jesuisnoel pada Februari 11, 2007, 11:21:48 PM
Pendidikan formal di Indonesia masih merupakan tiket masuk ke jenjang berikutnya, bukan? Entah itu SMP, SMU, PT, ato kerja. Karena cuma institusi2 formal yang berhak keluarin surat sakti berjudul ijazah. Makanya anak2 yg home-schooling di Indo masih berusaha untuk dapet kesetaraan itu kan... :) Ga tau prkembangan terakhirnya gmana skarang...

Tapi institusi pendidikan juga mengakui bahwa pendidikan bukan hanya lewat pendidikan formal. Contoh nyata adalah adanya penghargaan HC. Einstein salah satu orang yang mendapatkan penghargaan ini, di Indo misalnya Hembing.

KutipSecara umum, makin bagus yang tertulis di tiket makin besar/bagus kesempatan seorang anak ke tempat berikutnya. Makanya pas kecil suka dimarahin kalo dapet nilai jelek  :P Dari saringan masuk SMU negri aja cuma bds nilai...entah karena mreka percya betul apa yg tertulis, atau males ngadain tes masuk lagi ;D

Nah, ini yang bahaya! Waktu orang menilai kemampuan orang hanya lewat kertas  ;D. Dan ini yang dikritik Ivan Illich, bahwa pada akhirnya golongan menengah ke atas aja yang semakin maju. Seharusnya ada indikator lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang. Gelar/ijazah adalah syarat perlu, kemampuan seseorang adalah syarat cukup. Sayangnya (lagi) orang melihat kertas dulu sebelum melihat kemampuan aslinya. Ya siapa juga punya cukup waktu utk ngeliat satu2 yahh  ;D

KutipMemang demo2 itu berpengaruh? Memang suara mereka di dengar? Kreatif si...suka ada drama2 gitu...kata2 nya juga kadang lucu2...tapi itu kan cuma akan sampe layar tv. Trus?
Kenapa ngga ikutin sistem yg ada (di negara ini)...supaya bisa didengar, buat tiket yg bagus, duduk di kursi pemerintahan (asal jgn pas dapet kursi empuk lupa idealisme), atau jd pengusaha kaya (yg nanti bisa kasih ksejahteraan yg lebih baik buat buruh2 itu), dsb...

Sukarno jatuh karena mahasiswa, Suharto pun jatuh karena mahasiswa. Sayangnya idealisme mahasiswa sering kali terkikis begitu mereka mendapatkan kesempatan yang "lebih baik". Akbar Tanjung contoh aktivis yang sekarang murtad  :o Hahaha.... moga2 besok gak ditutup ini forum yahh  ;D

Kutip dari: Admin pada Februari 10, 2007, 10:42:00 PM
:o

Hmm...then education institution can be a comfort place to do money laundry... ;)

Emang bisnis kok  :P Coba deh, berapa banyak institusi yang benar2 siap kehilangan uang untuk mendanai suatu proyek yang tujuannya murni untuk sains? Penelitian dilakukan pasti karena si pendana merasa akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari dana yang dikeluarkan CMIIW...

Rykov

pendidikan ? mahal ? tapi kan pendidikan kan penting. haha ;p

peregrin

KutipKenapa ngga ikutin sistem yg ada (di negara ini)...supaya bisa didengar, buat tiket yg bagus, duduk di kursi pemerintahan (asal jgn pas dapet kursi empuk lupa idealisme), atau jd pengusaha kaya (yg nanti bisa kasih ksejahteraan yg lebih baik buat buruh2 itu), dsb...

Kalau dilihat dr kronologisnya, justru demo2/protes2 itu terjd setelah sistem mapan yg selama ini kita ikuti terbukti banyak kekurangan di sana-sini lho   ;)

Anyway, bukan soal setuju gak setuju. Maksud reply-ku sebelumnya tuh: kalau kita bilang Indonesia ketinggalan gara2 mahasiswanya yg nggak suka riset atau lebih suka turun ke jalan drpd belajar di kelas, sepertinya ini salah melokalisasi permasalahan kan. Pendidikan di Indonesia, apa ada guna yg lain, selain sbg counter resmi utk cari tiket ke tempat berikutnya? Kalau memang begini, diberi anggaran pendidikan sejumlah yg sama dg luar negeri pun, tetap saja kita akan selalu ketinggalan.

Kalau spt kata Rykov, dan yg lainnya tentu setuju, bahwa pendidikan formal itu penting, sekalipun mahal --> pentingnya kenapa dan utk apa? Apa pendidikan tinggi benar2 bisa membantu seseorang dlm kehidupan sehari2, misalnya? Lha contohnya waktu KKN saja, paling nggak di Gresik setahuku, program dr mhsw utk masyarakat paling2 bikin jamban atau penyaringan air (tiap tahun selalu sama). Yg dari farmasi atau kesehatan masyarakat, kalau mau memberi informasi tentang TOGA (tanaman Indonesia berkhasiat obat), lha ibu2 di desa tsb lebih banyak tahu.  :) Yg berkutat di bidang riset atau yg sempat beruntung melanjutkan ke luar negeri, barangkali pernah merasakan juga, bagaimana perbedaan pola pikir yg dibentuk dr sistem pendidikan di Indonesia dan di luar negeri.

Jadi, budget pendidikan yang besar itu, yg akan selalu terasa kurang (juga di luar negeri), sebenarnya utk apa ya? Kalau tujuannya cuma utk mencetak sebanyak mungkin sarjana bersertifikat, ya tdk perlu besar2 toh budgetnya  :)  Sebaliknya, kalau memang pendidikan dipandang penting, ya bagaimana caranya supaya budget yg akan selalu kecil itu bisa jadi efektif dan lebih berguna buat rakyat?
Free software [knowledge] is a matter of liberty, not price. To understand the concept, you should think of 'free' as in 'free speech', not as in 'free beer'. (fsf)