Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 20, 2024, 04:28:12 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 188
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 172
Total: 172

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Top 100 Global Universities

Dimulai oleh pinokio, November 15, 2006, 09:01:02 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

eckoo

KutipIya sangat mungkin. Saya ada di US sekarang dan saya mengamati pendidikan di sini tidak begitu beda dengan Indonesia. Hanya untuk riset dan perlengkapannya termasuk pendanaan, lebih dari cukup disini.
saya juga setuju dengan ini...
kita masih kalah dalam hal itu, karena memang itu sangat berpengaruh sekali terhadap kemajuan....
ini yang harusnya menjadi PR nich, kalo bisa ada laternatif juga kalo belum mampu. Jadi kita tetap mengikuti perkembangan dan tidak ketinggalan.  :)

wiro

Kutip dari: sheilasibugar pada Oktober 29, 2008, 06:51:54 PM
MANA INDONESIAAAAa???????????????????????????????

sebodoh itu yaa???????



Hahaha..
Salah ada alumni fisika ITB yang waktu itu udah jadi dosen pernah diajak riset bareng sama peraih nobel  Fisika 1999 martinus G Veltman secra langsung, n salah satu murid veltman yang juga dapat nobel fisika 1999 mengatakan bahwa veltman gak pernah akan mengajak orang yang tidak memenuhi kualifikasinya untuk menjadi patner riset. dan ironisnya orang yang seperti ini sewaktu masih menjadi dosen hidup dengan penghasilan pas2an, dan sayang sekali sekarang beliau telah tiada.

Nah itu dia kenapa orang2 Indonesia gak terlalu tertarik dan serius menggeluti bidang yang sebenarnya ia sukai karena kesejahteraan seseorang yang ingin konsen dibidang yang mereka minati dipertanyakan. sehingga muncul paradigma dari mahasiswa buat apa gw capek2 nurunin rumus toh ntar juga gak kepake didunia kerja, n yang kita butuhkan kerja supaya dapat duit bukan nurunin rumus nantinya(ada benarnya juga), karena itu muncullah trend terbaru, yaitu ada jurusan tertentu yang lulusannya mudah dapat kerja akhirnya orang beramai-ramai masuk kejurusan tersebut sehingga passing gradenya tinggi dan pihak perguruan tinggi bisa manfaaatkan untuk keperluan "keuangan". klo mau supaya terlihat pinter masuk di jurusan yang Passing Gradenya tinggi.Klo buat dapat predikat Cum Laude mah gampang liat aja pola soal taon lalu trus buat apa pelajari semuanya ntar juga gak bakal keluar di ujian. akhirnya mahasiswa mendapat tips jitu untuk dapat nilai A,tanpa membuang banyak waktu dan waktu luang bisa buat hedon, main game, "nyampah" dan lain sebagainya, sehingga nantinya didunia kerja jadi orang yang tidak kreatif dan tidak mandiri karena selama kuliah PR  dan tugas dikerjain "Bareng-bareng".

Karena hal ini terus terjadi sehingga orang2 akan merasa, wah kuliah dimana aja sama, karena yang kita pelajari gak semua kepake didunia kerja paling dipake buat orang2 yang mau jadi dosen aja, kampuskan tempat ngembangin diri. hal itu memang tidak semuanya salah tetapi salah apabila seseorang tidak lagi menempatkan kuliah sebagai prioritas utama, seperti teman saya yang masuk disalah satu perguruan tinggi hanya supaya bisa eksis disuatu kegiatan unit dikampus dan menomor 2 kan kuliah.

Akibatnya mahasiswa ingin mendapat nilai dengan cara yang praktis tanpa harus menguasai seluruh materi, sehingga munculkan buku2 tentang strategi sukses..., kiat sukses..., 10 cara terampuh untuk mendapat..., yang sebenarnya bahkan orang2 yang skarang udah sukses dulunya tidak pernah membaca buku2 seperti itu. karena orang yang telah sukses tersebutlah yang menulis buku itu.

Dari situ muncul budaya ketergantungan dan dari ketergantungan muncul yang namanya sikap ikut-ikutan karena tidak kreatif, inovatif, alias tidak punya ide sendiri.
jadinya berpengaruh didunia musik yang selalu ikut2an jenis musik orang lain, perfilman dan sinetron yang suka ikut2an n dengan jalan cerita yang sama. gaya hidup orang indonesia yang mudah terpengaruh trend Fashion, aliran musik, penggunaan istilah. karena orang2 yang bergelut dimasing2 bidangnya dulunya tidak benar2 "belajar" dan berinovasi. akibatnya pemerintah jadi enggan untuk memberikan bantuan kepada suatu perguruan tinggi karena melihat kondisi yang seperti ini.

Situasinya sangat kompleks dan menjadi suatu siklus.
Untuk menghancurkan suatu siklus kita harus berani bersama-sama memotong siklus tersebut dan menghasilkan solusi yang solutif, jika anda benar2 bukan salah satu dari orang2 yang saya ceritakan diatas apapun latar belakang dan bidang anda.

wiro

Kutip dari: Mat Dillom pada November 28, 2009, 03:59:02 PM
Kutip dari: biobio pada November 28, 2009, 03:46:41 PM
Kok keluarnya malah argumen yang terkesan anti barat gitu? Memang pasti ada unsur subyektifitas nya, namun naif sekali memaksakan UI lebih baik dibanding Harvard.

UI dengan cara pengajarannya yg sekarang...kalau berada di amerika akan sekelas harvard.

Emang anda pernah kuliah di Harvard ??, bagian mana yang sama ya, yang saya tahu sih kuliahnya sama2 dikelas dan diajar oleh dosen, trus biaya kuliah untuk fakultas kedokterannya sama2 tinggi,selain itu ada lagi??

biobio

Salah satu yang membedakan, seperti dikatakan The Houw Liong, adalah dana risetnya.
"The pen is mightier than the sword"

r.a.n

@ biobio
Bisa nggak sih Mas kita riset dengan pendekatan yang sederhana tapi memiliki nilai manfaat yag luar biasa..Jadi istilahnya dengan dana yang ada bisa dimaksimalkan...
[move]"stem..cell apa BTKV..aduh bingung..???" [/move]

si anak gajah

kesulitannya, pemaksimalan itu kan...
butuh kreativitas besar untuk terobosan seperti itu...

mungkin dengan dana riset yang relatif "kecil" itu, kita bisa lakukan riset yang lebih bertujuan pada pengembangan teknologi untuk masyarakat secara langsung...
dengan pengembangan teknologi terapan untuk masyarakat akan meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan domestik, sehingga anggaran riset juga akan meningkat...
jika kemudian dananya memungkinkan, baru dilakukan penelitian-penelitian untuk bidang yang menjadi avant-garde dunia ilmu pengetahuan...
daripada terus menerus menyalahkan pemerintah karena dana riset kecil...
mungkin memang akan butuh waktu lama, tapi gak ada salahnya dicoba kan...
Sorry but you are not allowed to view spoiler contents.
[move]Keep Moving Forward!!![/move]

Hendy wijaya, MD

#81
Kutip dari: r.a.n pada Januari 22, 2010, 05:44:44 PM
@ biobio
Bisa nggak sih Mas kita riset dengan pendekatan yang sederhana tapi memiliki nilai manfaat yag luar biasa..Jadi istilahnya dengan dana yang ada bisa dimaksimalkan...
sangat susah bung ran, rata2 riset pada dasarnya memerlukan dana yang besar. Jangankan utuk riset, mikirin uang makan aja masih susah di Indonesia, sedangkan pemerintah dengan muka temboknya terus memperkaya diri dan meningkatkan kenyamanan diri melalui peningkatan gaji dan fasilitas..suatu yang ironis.

Semua apa yang dikatakan bung wiro benar adanya. Itulah wajah mahasiswa di Indonesia saat ini, sejak dini mereka sudah terbiasa dengan jalan pintas seperti mencontek, menjiplak PR, copy-paste tugas dan bermalas2an tidak heran setelah mendapatkan jabatan tidak tanggung2 korupsinya, bedanya, saat mahasiswa yang dikorupsi adalah nilai dan gelar, sedangkan saat jadi pejabat yang dikorupsi uang. Jangankan untuk pendanaan untuk riset, pendanaan untuk bantuan bencana pun tidak jarang dipotong2..

Dan parahnya, tidak hanya mahasiswa nya yang tukang contek seperti itu, dosennya pun demikian perilakunya saat menempuh S2. Saya pernah menjumpai seorang dosen yang dulunya menjadi dosen saya saat di FK, dengan santainya menceritakan bagaimana dia dulu menyiasati semua tugas dan ujian di S2 dengan cara curang..dan yang saya heran, ia menceritakan hal itu dengan bangga seolah itu cara yang jitu dan patut diajarkan kepada adik kelasnya. Saya malu dengan perilaku mahasiswa seperti itu, terlebih itu mahasiswa yang berpendidikan tinggi, S2. Saat ujian mereka sering mendapat soal bocoran dan menyalin jawaban di kertas sebelum ujian untuk dikumpulkan saat ujian, apa yang ada di otak mereka dengan sistem pendidikan yang mereka tempuh?NOL. Saya berani bertaruh tidak satupun dari mereka yang lulus S2 dengan cara demikian dapat membuat makalah. Jangankan membuat makalah, mencari sumber acuan yang benar atau sekadar mengetik dengan benar saja mereka tidak tahu..HEBAT..kualitas macam apa yang ingin dicapai dengan cara seperti itu, tidak heran jika sampai sekarang tenaga kerja indonesia terbanyak hanya sebatas pembantu.

Tidak ada yang salah dengan sistem pendidikan dan kurikulumnya, tapi kesalahan terletak pada penerapan dan penegakkan peraturannya, merekalah yang harus dirombak habis2an agar pendidikan bisa maju dan produktif..baru dari situ kita bicara dana riset. Sebab dana riset yang besar saja tidak berguna sama sekali jika penelitiannya dikerjakan asal2an oleh orang dari hasil pendidikan yang kacau. Anda tentu tidak jarang menemui tesis yang meneliti efek menguntungkan obat pada tikus walaupun sebenarnya obat dimaksud sudah beredar..hasil karya asal2an untuk memperoleh gelar.

Ingat kata2 pepatah : Bukan gelar yang menghormatimu tapi kamulah yang harus menghormati gelar yang kamu sandang.
Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio

laZr

hm...
bener juga...
banyak sekali mahasiswa yang saya pernah dengar membuat skripsi dengan menyontek yang udah ada, cuma diubah tempat penelitiannya...
metode dan variabel yang diperhitungkan sama persis...
tapi mengubah hal yang seperti 'tradisi' ini caranya gimana ya?
dulunya 'bledug' sekarang udah jadi laZr ya...

Keep Moving Forward!!

Hendy wijaya, MD

#83
Sekadar mengkonfirmasi bung IaZr, berita pencontekan itu benar. Bukan hanya mendengar, saya menyaksikan sendiri tumpukan hasil tesis yang dipajang di perpustakaan pasca universitas tempat saya kuliah jelas2 hanyalah penelitian mengada2, dibuat asal2an dan hanya sedikit memodifikasi komposisinya. Dan anehnya, penelitian seperti itu di acc oleh pembimbing dan penguji sampai jadi tesis. Dan anda tentu tidak jarang mendengar ada pernyataan dosen2nya sendiri yang mengatakan :" Udah, bikin tesis/skripsinya contek penelitian orang, modif dikit variabel atau metodenya, yang penting lulus, dapat gelar"..apa mereka ga mikir, untuk apa gelar itu kalau dibaliknya cuma omong kosong, selain gelar apa yang diharapkan diraih dari cara kerja seperti itu, sekolah atau tidak, sama saja, anda masuk tidak tau apa2 keluarpun tetap demikian, malah dapat pelajaran buruk ttg bagaimana mendapatkan sesuatu dengan jalan pintas (kalau yang beruntung bisa jadi pejabat, ya pejabat mental korup, semua jalan pintas, karena taunya cuma itu). Akhirnya banyak universitas di indo menghasilkan mahasiswa bergelar yang hanya besar di kuantitas tapi sangat rendah kualitas..tidak heran dan tidak salah kalau orang2 kita selalu dipandang rendah oleh bangsa2 lain. Siapa yang dirugikan, ya kita sendiri, terlebih orang yang sudah jujur dan mati2an belajar sungguh2 eh kena getah orang2 curang lewat generalisasi rendah dari bangsa lain.

Solusi pertama adalah rombak total mental disiplin para pendidiknya, mulai dari masalah kelulusan hanya diberikan benar2 pada orang yang sungguh2, tidak peduli jika memang nanti kuantitas lulusan sedikit, tapi yang penting benar2 berkualitas, orang2 inilah yang nantinya membangun negara tidak hanya pandai mengejar nilai dengan berbagai cara. Disiplin tidak hanya berlaku untuk memberantas kecurangan atau pikiran jalan pintas tapi juga berfungsi untuk mempertahankan agar yang jujur tetap jujur. Bagi siapa saja di sini yang berprofesi sebagai tenaga pendidik saya harap dapat memahami dan menerapkan disiplin seperti itu.
Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio

laZr

Kutip dari: Hendy wijaya, MD pada Februari 07, 2010, 11:31:49 PM
Dan anda tentu tidak jarang mendengar ada pernyataan dosen2nya sendiri yang mengatakan :" Udah, bikin tesis/skripsinya contek penelitian orang, modif dikit variabel atau metodenya, yang penting lulus, dapat gelar"
nantinya mahasiswa yang ini juga akan menjadi tenaga pendidik baru, dan lingkaran baru dimulai lagi...
jadi bakal seperti siklus...
setuju sekali, berarti perbaikan disiplin harusnya mulai dari pendidiknya dulu...
dulunya 'bledug' sekarang udah jadi laZr ya...

Keep Moving Forward!!

Bernando

banyak teman saya karena gak dapet kerjaan jadinya mengajar (guru)...jadi secara tidak langsung profesi guru itu adalah profesi pelarian kalo gak dapat kerjaan...hahahaha...tragis benar nih keadaaannya...

teman saya pernah cerita tentang perbandingan mutu pengajar di Indonesia dengan di University of Texas (USA)...teman saya itu dulu kuliah di University of Texas...katanya kalo pengajar disana gelarnya minimal profesorr...trus gajinya besar...dan disana salah satu perkerjaan favorit adalah jadi dosen...
Be the sustainable learner, because life is learning...

http://prasuke.co.cc/

setau gw sih klo di indonesia itu yang megang robotika ITS

Bernando

bukannya tahun kemaren yang juara robotika itu dari Universitas Komputer Indonesia Bandung???
Be the sustainable learner, because life is learning...

nandaz

....BTW, cara orang menyeleksi untuk masuk Harvard itu seperti apa sih? apa ada semacam tes tahunan untuk anak2 yang siap lulus High schoolnya? atau memang ditujukan Harvard sebagai pelanjut gelar diatas S1?
starting by doing what is necessary, then what is possible and suddenly you are doing the impossible...
\dia\cal{ANONYMOUS}\cl

constellation

Kutip dari: nandaz pada Februari 22, 2010, 08:14:45 PM
....BTW, cara orang menyeleksi untuk masuk Harvard itu seperti apa sih? apa ada semacam tes tahunan untuk anak2 yang siap lulus High schoolnya? atau memang ditujukan Harvard sebagai pelanjut gelar diatas S1?

sklh aja di instutusi yg kurikulumnya A-level di inggris.. katanya org2 harvard prioritasin lulusan A-level inggris.. ya tapi silakan bayar harga mahal buat ke inggrisnya..

sebenernya sih asal dari sklh bgs, uni2 top US mau terima kok.. misalny di singapur, anak2 raffles JC itu tiap thn ada yg ke harvard, mit, dll..
"Nothing in life is to be feared. It is only to be understood."
- Marie Curie -