Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 05:07:19 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 87
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 162
Total: 162

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

ASK - pendidikan 1 tahun untuk mahasiswa elektro

Dimulai oleh zonsopgang, Mei 31, 2010, 12:43:27 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

godzilla

Kutip dari: heru.htl pada Agustus 28, 2010, 10:44:27 PM
Pendidikan 1 Tahun Setara D1 Elektro kira-kira bisa apa ya?
Ah, sulit membayangkan wahai sobat, barangkali nyolder saja kagak bisa.
Jangankan cuma 1 tahun kuliah, ternyata banyak dosen elektro yang bahkan tidak bisa memperbaiki TV nya sendiri yang rusak, bukan lantaran sibuk, tetapi faktanya memang tidak bisa.

Jangankan D1, Anak SMA pun bisa nyolder kalau ada yang ngajarin.. jangan lah di pandang sebelah mata tingkat pendidikan seseorang..semua sama, sama2 ingin belajar, sama2 ingin bisa, dan sama2 bisa..

Tiap tingkatan tu jelas beda fungsinya bung, gak bisa dipukul rata model gitu.. jangankan dosen lulusan S1, Profesor atau Guru Besarpun 1:1000 yang bs nyolder. tu karena emang bukan wilayah mereka untuk melakukan itu.. urusan mereka riset & ngajar.. beda ma teknisi TV. semua udah pada fungsinya masing2.. cuma 1 yang sama. mereka sama-sama trus belajar.

heru.htl

#16
^
^
^
Tidak memandang sebelah mata, ini sains, saya memandang obyektif sebagai Ilmuan.

Di luar negeri, contoh di USA & kebanyakan negara Eropa, Dosen ELEKTRO pasti bisa nyolder + teknisi, karena mereka belajar secara urut dan fundamental, mereka berprofesi serius, bukan ISENG atau TERPAKSA seperti disini, di Indonesia.

Di Indonesia, kebanyakan orang belajar karena "FORMALITAS BELAKA" yang ujungnya paling untuk nyari duit, bukan untuk jadi tenaga ahli, maka lihat saja faktanya: banyak yang ilmunya tanggung tetapi mintanya gaji tenaga ekspert.

Saya belajar teori + nyolder di usia 10 tahun (tahun 1986), otodidak, umur 12 tahun saya bisa servis TV + Pemancar Radio Komunikasi Amatir, umur 15 tahun saya mulai membiayai sekolah sendiri dari kerja sebagai teknisi. Umur 20 tahun, saya mulai punya murid kursus elektronika gratis (saya tidak mahu dibayar untuk ngajarin ilmu) -- jumlah murid/ex-murid hingga kini ratusan dan separuh dari mereka berprofesi teknisi saat ini (dan beberapa diantaranya telah menjadi tenaga spesialis & bekerja cukup responsibel sesuai doktrin ajaran saya).

Saya prihatin, karena "Elektro" di Indonesia semakin lama cuma dijadikan "ajang lompatan karier" dan "berakhir pada ketidak-jelasan keahlian", akhirnya banyak lahir "ahli elektro karbitan, notabene hanya bisa teori, prakteknya 0".

Posting saya ini semata-mata sebagai tempaan mental, sesuai FAKTA terjadi disekitar kita.
Kalau Bung pikir keahlian fundamental elektro macam nyolder dan pasang baut "bukan wilayah mereka" yang Mengaku Ahli, maka itu indikasi "JARKONI" (istialh jawa: BISA NGAJAR, ORA BISA NGELAKONI == bisa mengajar teori, tidak bisa praktek == pepesan kosong).
Elektro adalah sains + keahlian/skill + responsibilitas, bukan jabatan politis macam lingkungan kerja PNS.


zonsopgang

Kutip dari: heru.htl pada September 17, 2010, 10:33:03 AM
^
^
^
Tidak memandang sebelah mata, ini sains, saya memandang obyektif sebagai Ilmuan.

Di luar negeri, contoh di USA & kebanyakan negara Eropa, Dosen ELEKTRO pasti bisa nyolder + teknisi, karena mereka belajar secara urut dan fundamental, mereka berprofesi serius, bukan ISENG atau TERPAKSA seperti disini, di Indonesia.

Di Indonesia, kebanyakan orang belajar karena "FORMALITAS BELAKA" yang ujungnya paling untuk nyari duit, bukan untuk jadi tenaga ahli, maka lihat saja faktanya: banyak yang ilmunya tanggung tetapi mintanya gaji tenaga ekspert.

Saya belajar teori + nyolder di usia 10 tahun (tahun 1986), otodidak, umur 12 tahun saya bisa servis TV + Pemancar Radio Komunikasi Amatir, umur 15 tahun saya mulai membiayai sekolah sendiri dari kerja sebagai teknisi. Umur 20 tahun, saya mulai punya murid kursus elektronika gratis (saya tidak mahu dibayar untuk ngajarin ilmu) -- jumlah murid/ex-murid hingga kini ratusan dan separuh dari mereka berprofesi teknisi saat ini (dan beberapa diantaranya telah menjadi tenaga spesialis & bekerja cukup responsibel sesuai doktrin ajaran saya).

Saya prihatin, karena "Elektro" di Indonesia semakin lama cuma dijadikan "ajang lompatan karier" dan "berakhir pada ketidak-jelasan keahlian", akhirnya banyak lahir "ahli elektro karbitan, notabene hanya bisa teori, prakteknya 0".

Posting saya ini semata-mata sebagai tempaan mental, sesuai FAKTA terjadi disekitar kita.
Kalau Bung pikir keahlian fundamental elektro macam nyolder dan pasang baut "bukan wilayah mereka" yang Mengaku Ahli, maka itu indikasi "JARKONI" (istialh jawa: BISA NGAJAR, ORA BISA NGELAKONI == bisa mengajar teori, tidak bisa praktek == pepesan kosong).
Elektro adalah sains + keahlian/skill + responsibilitas, bukan jabatan politis macam lingkungan kerja PNS.



Maaf nih baru sempat melanjutkan trit sendiri.

Dulu beberapa senior saya ada yang berminat membuat lembaga sertifikasi profesi, tapi gagal karena keburu mereka kerja di luar negri.
Mgkn mas Heru bersama rekan2 sejawat bisa membuat suatu lembaga sertifikasi profesi berkualitas. Saya memang tidak tau apa saja hal yang diperlukan. mudah2an akan diakui secara nasional.
Untuk orang2 yang serius belajar, sertifikat bukanlah hal yang penting. Tapi bagi seorang yang sedang ingin masuk ke dunia kerja profesional, sertifikat profesi sangatlah mendukung untuk melamar pekerjaan.
Playing a lion being led to a cage
I turn from surreal to seclusion
From love to disdain
From belief to delusion
From a thief to a beggar From a god to God save me

InuuMauPinter

[move]Ayoo..Belajar...[/move]

kuncungs

Kutip dari: heru.htl pada September 17, 2010, 10:33:03 AM
^
^
^
Tidak memandang sebelah mata, ini sains, saya memandang obyektif sebagai Ilmuan.

Di luar negeri, contoh di USA & kebanyakan negara Eropa, Dosen ELEKTRO pasti bisa nyolder + teknisi, karena mereka belajar secara urut dan fundamental, mereka berprofesi serius, bukan ISENG atau TERPAKSA seperti disini, di Indonesia.

Di Indonesia, kebanyakan orang belajar karena "FORMALITAS BELAKA" yang ujungnya paling untuk nyari duit, bukan untuk jadi tenaga ahli, maka lihat saja faktanya: banyak yang ilmunya tanggung tetapi mintanya gaji tenaga ekspert.

Saya belajar teori + nyolder di usia 10 tahun (tahun 1986), otodidak, umur 12 tahun saya bisa servis TV + Pemancar Radio Komunikasi Amatir, umur 15 tahun saya mulai membiayai sekolah sendiri dari kerja sebagai teknisi. Umur 20 tahun, saya mulai punya murid kursus elektronika gratis (saya tidak mahu dibayar untuk ngajarin ilmu) -- jumlah murid/ex-murid hingga kini ratusan dan separuh dari mereka berprofesi teknisi saat ini (dan beberapa diantaranya telah menjadi tenaga spesialis & bekerja cukup responsibel sesuai doktrin ajaran saya).

Saya prihatin, karena "Elektro" di Indonesia semakin lama cuma dijadikan "ajang lompatan karier" dan "berakhir pada ketidak-jelasan keahlian", akhirnya banyak lahir "ahli elektro karbitan, notabene hanya bisa teori, prakteknya 0".

Posting saya ini semata-mata sebagai tempaan mental, sesuai FAKTA terjadi disekitar kita.
Kalau Bung pikir keahlian fundamental elektro macam nyolder dan pasang baut "bukan wilayah mereka" yang Mengaku Ahli, maka itu indikasi "JARKONI" (istialh jawa: BISA NGAJAR, ORA BISA NGELAKONI == bisa mengajar teori, tidak bisa praktek == pepesan kosong).
Elektro adalah sains + keahlian/skill + responsibilitas, bukan jabatan politis macam lingkungan kerja PNS.



Keren ik! Jadi presiden noh, ane vote.