Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 07:10:19 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 134
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 99
Total: 99

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Mau Tanya Kepada Orang Muslim

Dimulai oleh biobio, April 16, 2009, 12:36:29 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

luth

Kutip dari: skuler pada April 24, 2009, 12:17:37 PM
mantap...!!... kluarga yg modern itu adalah kluarga yg tidak sesuai dengan ajaran islam lagi... ini jawaban yg cukup memuaskan...
ya anda benar!
itu kalo modern diartikan : suka dugem,freesex,mabok,hedonis,hambur2 uang buat judi,,,seperti yg banyak orang bilang,
seperti:
A:eh dugem yuk?kita mabok2an lagi,,trus cari cewe buat diajak "bgituan",gimane?
B: ah,gila lu,,parah,,ngga ah,, gw kan udah mengikuti ajaran islam  dengan benar,,
A: ah payah lu,,"ngga modern"

wew ::) ::)
sebodoh-bodohnya sifat adalah sombong[move][/move]

Siapa_saya

Kutip dari: luth pada April 24, 2009, 10:08:48 PM
Kutip dari: skuler pada April 24, 2009, 12:17:37 PM
mantap...!!... kluarga yg modern itu adalah kluarga yg tidak sesuai dengan ajaran islam lagi... ini jawaban yg cukup memuaskan...
ya anda benar!
itu kalo modern diartikan : suka dugem,freesex,mabok,hedonis,hambur2 uang buat judi,,,seperti yg banyak orang bilang,
seperti:
A:eh dugem yuk?kita mabok2an lagi,,trus cari cewe buat diajak "bgituan",gimane?
B: ah,gila lu,,parah,,ngga ah,, gw kan udah mengikuti ajaran islam  dengan benar,,
A: ah payah lu,,"ngga modern"

wew ::) ::)
Emang ironis banget

monokorobo

Kutip dari: skuler pada April 24, 2009, 07:56:02 AM
misalkan, ini misal, coba bayangkan, uda nyari2 ke mana2 ternyata gada satupun cowo muslim yg mau nikah ama si cewek muslim ini, karna mungkin dia kurang cantik/kaya/pinter/subur ato apalah sementara ada banyak cowok non-muslim yg simpati dan ingin menikahinya... apakah lebih baik baginya jadi jomlo ampe matek ato nikah ama si cowok non-muslim yg simpati tsbut?
yups, q prng denger dr gru agma q, mendingan nikah sma wanita yg legam hitam jika hrz nikah dgn non islam
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

Mengingat fungsi ilmu hadis sangat menentukan terhadap pemakaian nas sebagai pedoman beramal tidak sedikit para ulama yg memberikan tanggapan atas ketentuan hukum mempelajari ilmu hadis.

Imam Sufyan Sauri berkata Saya tidak mengenal ilmu yg lbh utama bagi orang yg berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah selain daripada ilmu hadis. Ornag-orang sangat memerlukan ilmu ini sampai kepada soal-soal kecil sekalipun seperti makan dan minum memerlukan petunjuk dari al-hadits. Mempelajari ilmu hadis lbh utama daripada menjalankan salat dan puasa sunah krn mempelajari ilmu ini adl fardu kifayah sedangkan salat sunah dan puasa sunah hukumnya sunah.

Imam Asy-Syafii berkata Demi umurku soal ilmu hadis ini termasuk tiang agama yg paling kokoh dan keyakinan yg paling teguh. Tidak digemari utk menyiarkannya selain oleh orang-orang yg jujur lagi takwa dan tidak dibenci utk menyiarkannya selain oleh orang-orang munafik lagi celaka.

Al-Hakim menandaskan Andaikata tidak banyak orang yg menghafal sanad hadis niscaya menara Islam roboh dan niscaya para ahli bidah berkiprah membuat hadis palsu dan memutarbalikkan sanad.
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

Kutip dari: skuler pada April 24, 2009, 10:25:26 AM
hmmm... skali lagi saya cendrung kecewa thadp jawaban anda... ada kawan2 forsa yg lain punya jawaban beda?
Allah Ta'ala berfirman, yang Artinya:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara "(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa'/ 4:34).

Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

"Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita."(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).

Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho'/ kehakiman dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala, yang Artinya:

"Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita" . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).

Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su'ud: "Dan pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah (kewalian), as-syahadah (kesaksian –dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya.
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

gonzo

#65
"Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita" . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).


Waaahhhh ini tuh Firman Allah ?

kesaksian –dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen

Apakah ini berlaku di pengadilan yg negaranya menganut hukum Syariah ?

Siapa_saya

@gonzo

bisa tolong dikutipkan lengkapnya, karana sangat tidak adail kalau kita tidak membaca satu kesatuan utuh

maaf, bukannya saya seenaknya
tapi saya rasa siapapun (agama apapun) akan tidak rela jika pernyataan dalam agama (kitab suci dan penjelasannya) di kutip dengn tidak lengkap dan terkesan sangat tidak mengidahkan keutuhan makna

terimakasi, dan mohon maaf atas ucapan saya

gonzo

Kalau begitu tolong dong lengkapnya, sayakan cuma mengutip apa yg di tulis oleh monokorobo saja.

Atau barangkali monokorobo yg salah tulis ?

ini yg aku kutip

"Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita" . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).


Waaahhhh ini tuh Firman Allah ?

kesaksian –dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen

Apakah ini berlaku di pengadilan yg negaranya menganut hukum Syariah ?

monokorobo

@gonzo
mank bnr tu firman Allah, mnk ga bca lengkap ya kang gonzo, cb dweh bc teliti lg kang ;D
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

Kutip dari: gonzo pada Juni 29, 2009, 01:36:17 PM
"Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita" . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).


Waaahhhh ini tuh Firman Allah ?

kesaksian –dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen

Apakah ini berlaku di pengadilan yg negaranya menganut hukum Syariah ?
Islam datang dengan membawa taklif syariat yang dibebankan kepada kaum wanita dan kaum pria. Hukum-hukum syariat telah menerangkan pemecahan terhadap aktivitas keduanya. Kenyataan semacam ini tidak perlu melahirkan pandangan atau perhatian apa pun yang mempersoalkan ihwal kesetaraan (equalitas) ataupun kunggulan satu sama lain diantara keduanya. Islam hanya memandang bahwa diantara keduanya terdapat suatu problem yang membutuhkan suatu pemecahan. Oleh karena itu, Islam memecahkan persoalan terjadi diantara keduanya tanpa memperhatikan lagi apakah problem tersebut meupakan problem wanita atau problem pria. Sebab, pemecahan yang diupayakan ditujukan bagi aktivitas manusia atau problem yang terjadi, bukan semata-mata demi kepentingan pria atau wanita itu sendiri. Oleh karena itu pula, persoalan tentang ada tidaknya aspek kesetaraan (equalitas) antara pria dan wanita bukan termasuk topik pembahasan dalam masalah ini. Istilah semacam ini tidak pernah ditemukan dalam wacana syariat Islam. Yang ada dalam Islam hanyalah hukum syariat tentang peristiwa yang terjadi yang dihadapi oleh manusia, baik pria ataupun wanita.

Atas dasar ini, ihwal kesetaraan (equalitas) antara pria dan wanita bukanlah problem yang harus didiskusikan, dan bukan pula persoalan yang menjadi topik pembahasan dalam wacana sistem interaksi atau pergaulan pria dan wanita (an-nizham al-ijtima'i). Sebab kedudukan seorang wanita yang sama dengan kedudukan seorang pria atau sebaliknya bukanlah termasuk perkara yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan social yang perlu mendapat perhatian. Persoalan semacam ini tidak mungkin terjadi di tengah-tengah kehidupan islam. Istilah semacam inipun hanya muncul dan di kenal di dunia barat, tidak pernah terlontar oleh seorang muslim pun, kecuali yang mengekor kepada barat yang memang telah merengggut hak-hak asasi kaum wanita selaku manusia. Karena itulah, wanita-wanita barat menuntut dikembalikannya hak-hak tersebut sekaligus menjadikan tuntutan tersebut ebagai wacana kesetaraan (equalitas) sebagai cara untuk mendapatkan hak-hak mereka.

Lain halnya dengan Islam. Islam tidak mengenal istilah-istilah semacam ini. Sebab, Islam telah menegakkan sistem sosialnya di atas landasan yang kokoh. Sistem ini dapat menjamin keutuhan dan ketinggian jamaah (komunitas) yang ada dalam masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Sistem inipun mampu memberikan kepada kaum wanita dan kaum pria kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan keutamaan manusia yang telah dimuliakan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam." (Qs. al-Israa' [17]: 70).

Islam telah menetapkan kepada kaum wanita hak-haknya sebagaimana telah menetapkan pula atas mereka kewajiban-kewajibannya. Islampun telah menetapkan bagi pria hak-haknya sebagaimana telah menetapkan pula atas mereka kewajiban-kewajibannya. Adanya penetapan berbagai hak dan kewajiban tidak lain terkait dengan kemaslahatan keduanya dalam pandangan Allah sebagai Asy-Syari' (pembuat hukum). Pemecahan atas berbagai aktivitas yang mereka lakukan didasarkan pada anggapan bahwa ia merupakan perbuatan tertentu yang dilakukan oleh seorang manusia tertentu. Pemecahan yang diberikan akan sama jika memang tabiat keduanya selaku manusia mengharuskan adanya pemecahan yang sama. Sebaliknya pemecahan yang diberikan kepada keduanya akan berbeda jika memang watak salah satu dari keduanya menuntut adanya pemecahan yang berlainan. Namun demikian, adanya kesamaan di dalam sejumlah hak dan kewajiban di antara keduanya bukan didasarkan pada ada atau tidak adanya aspek kesetaraan. Demikian pula keduanya; tidak dilihat dari ada atau tidak adanya unsur kesetaraan. Sebab, Islam hanya memandang komunitas masyarakat, baik pria atau wanita, dengan menganggapnya sebagai suatu komunitas yang bernama manusia, lain tidak.
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

Dalam konteks ini, salah satu watak (karakter) dari suatu komunitas masyarakat manusia adalah adanya kaum pria dan kaum wanita. Allah SWT berfirman:

"Wahai manusia, hendaklah kalian bertaqwa kepada tuhan yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa. Dari jiwa itu, Allah lalu menciptakan istrinya, dan dari keduanya, Allah kemudian mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang amat banyak." (Qs. an-Nisaa' [4]: 1).

Atas dasar pandangan inilah, Allah SWT, memberikan taklif syariat. Atas dasar ini pula, Allah SWT, memberikan berbagai hak dan kewajiban kepada kaum pria dan kaum wanita. Islam Memandang Laki-laki dan wanita dalam dua posisi:

1. Dari sisi yang bersifat manusiawi (insaniyyah). Artinya, berbagai taklif (pembebanan hukum) yang ada adalah terkait dengan kedudukan mereka sebagai manusia. Dalam realitas semacam ini, akan ditemukan adanya kesamaan di antara berbagai hak dan kewajiban atau adanya kesatuan taklif. Dengan demikian, berbagai hak dan kewajiban setiap pria maupun wanita adalah sama saja, tidak berbeda. Taklif bagi pria ataupun wanita juga sama saja.

Allah SWT telah mensyariatkan seperangkat hukum yang berkaitan dengan manusia dalam kedudukan atau predikatnya sebagai manusia sebagai satu ketentuan yang sama-sama harus dijalankan oleh kaum pria atau kaum wanita. Dari sini berarti, taklif serta berbagai hak dan kewajiban pria dan wanita adalah sama. Sebab ayat-ayat , maupun hadis-hadis yang menunjuk hukum-hukum dalam persoalan-persoalan seperti di atas bersifat general (umum) sekaligus integral (mencakup), yakni berlaku bagi manusia pria dan wanita dalam kedudukan atau predikat sebagai manusia; juga berlaku bagi kaum mukmin pria dan wanita dalam kedudukan atau predikatnya sebagai orang beriman. Oleh karena itu, banyak ayat yang menetapkan bahwa taklif hukum ditujukan bagi pria maupun wanita.
Allah SWT, misalnya berfirman sebagai berikut:

"Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimah, kaum mukmin dan mukminat, pria dan wanita yang senantiasa berlaku taat, pria dan wanita yang selalu berlaku benar, pria dan wanita yang biasa berlaku sabar, pria dan wanita yang senantiasa takut (kepada Allah), pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang suka berpuasa, pria dan wanita yang selalu memelihara kemaluan (kehormatan)-nya, serta pria dan wanita yang banyak menyebut asma Allah, telah Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (Qs. al-Ahzab [33]: 35).

"Tidaklah bagi seoarang mukmin maupun mukminat jika Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan ada pilihan dalam urusan mereka." (Qs. al-Ahzab [33]: 36).

"Siapa saja yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki ataupun perempuan, sementara ia seorang mukmin, sesungguhnya kami akan memberikan kepada mereka kehidupan yang baik, dan kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada amal yang telah mereka kerjakan." (Qs. an-Nahl [16]: 97).

"Siapa saja yang mengerjakan amal salih, baik laki-laki ataupun perempuan, sementara ia seorang mukmin, mereka pasti akan masuk ke dalam surga, dan mereka tidak akan dianiaya sedikitpun." (Qs. an-Nisaa' [4]: 124).

"Tuhan mereka kemudian memperkenankan permohonan mereka seraya berfirman, 'Sesungguhnya aku tidak akan menyia-nyiakan amal salah seorang di antara kalian, baik laki-laki ataupun perempuan, satu sama lain.'" (Qs. Ali-Imran [3]: 195).

"Bagi kaum pria ada bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orangtua dan karib-kerabatnya; bagi kaum wanitapun ada bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orangtua dan karib-kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak, sesuai dengan bagian yang telah ditetapkan." (Qs. an-Nisaa' [4]: 7).

"Bagi kaum pria ada bagian dari apa yang diusahakannya. Bagi kaum wanita pun ada bagian dari apa yang diuahakannya." (Qs. an-Nisaa' [4]: 32).

Dari sini, kita akan menemukan bahwa, Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap pria ataupun wanita dalam menyeru manusia ke dalam jalan keimanan, dan tidak pula melakukan pembedaan terhadap pria ataupun wanita dalam membebankan taklif berupa keharusan mengemban dakwah Islam.

Islam telah menjadikan taklif yang berhubungan dengan aspek ibadah seperti shalat, shaum, haji dan zakat sebagai beban yang sama-sama harus dipikul, baik oleh pria maupun wanita.

Islam telah menjadikan sifat tenang yang diperintahkan oleh hukum-hukum syariat sebagai ahlak yang sama-sama harus dimiliki oleh pria maupun wanita.

Islam telah menjadikan hukum-hukum muamalat yang berhubungan dengan persoalan jual beli, perburuhan (ijarah), perwakilan (wakalah), pertanggungjawaban (kafalah), dan semacamnya sebagai satu taklif yang dibebankan kepada pria maupun wanita.

Islam telah menetapkan berbagai sanksi (uqubat) berupa hudud, jinayat, dan ta'zir atas tindakan melanggar hukum-hukum Allah terhadap pria maupun wanita; tanpa ada perlakuan diskriminatif di antara keduanya, karena keduanya sama-sama dipandang sebagai manusia. Islam pun telah mewajibkan aktivitas belajar mengajar atas kaum muslimin, tanpa membedakan lagi gender (jenis kelamin), apakah laki-laki atau perempuan.

Demikianlah, kita menyaksikan bahwa, seluruh hukum syariat terkait dengan manusia dalam kedudukan atau predikatnya sebagai manusia, apapun hukumnya serta apapun jenis dan macamnya. Allah SWT telah menjelaskan bahwa hukum syariat tersebut pada dasarnya satu dan berlaku baik bagi pria maupun wanita. Namun demikian, realitas semacam ini bukan merupakan legitimasi atas adanya kesetaraan (equalitas) sebagaimana yang yang dimaksudkan dalam terminology Barat, antara pria dan wanita. Yang dimaksud tidak lain bahwa hukum-hukum tersebut disyariatkan oleh Allah SWT kepada manusia, sama saja apakah ia pria atau wanita, karena keduanya sama-sama manusia. Hukum-hukum tersebut hakikatnya merupakan seruan Allah SWT yang terkait dengan amal perbuatan manusia.
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

2. Ditinjau dari perspektiff gender, manusia memang memiliki watak (karakteristik) kemanusiaan yan berlainan satu sama lain. Oleh karena itu, solusi Islam tentu ditujukan secara khusus bagi manusia dengan gender tertentu (laki-laki atau perempuan), bukan semata-mata ditujukan bagi manusia secara umum.

Dari sini kita mendapatkan ada perbedaan taklif hukum atas wanita dan laki-laki. Contoh dalam hal ini misalnya:

a. Persaksian dua orang wanita, sebanding dengan kesaksian seorang pria dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam komunitas (jamaah) pria maupun dalam kehidupan social secara umum; seperti kesaksian mereka dalam kaitannya dengan sejumlah hak tertentu (huquq) dan muamalat (mu'amalat). Allah SWT berfirman:

"Persaksikanlah oleh dua orang saksi pria diantara kalian. Jika tidak ada dua orang saksi pria, boleh dengan seoran gpria dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kalian ridhoi, agar jika salah seorang dari wanita itu lupa yang lain akan mengingatkannya." (Qs. al-Baqarah [2]: 282).

Kesaksian satu orang wanita hanya dapat diterima di dalam perkara–perkara yang terjadi ditengah-tengah komunitas (jamaah) wanita semata, yang didalamnya tidak bercampur dengan kaum pria; seperti perkara pidana (jinayah) yang terjadi di kamar mandi wanita, misalnya. Kesaksian seorang wanita di pandang cukup dalam perkara-perkara yang hanya disaksikan para wanita atau terjadi di tengah-tengah kaum wanita. Contoh lain dalam konteks ini adalah persoalan yang menyangkut kegadisan (keperawanan), janda atau persusuan. Sebab, Rasulullah Saw sendiri menerima kesaksian seorang wanita dalam masalah persusuan.

b. Selain itu, islam pun menetapkan hak wanita dalam konteks pembagian harta warisan separuh dari hak yang di dapatkan pria dalam beberapa keadaan Allah SWT berfirman:

"Allah mensyariatkan bagi kalian tentang pembagian harta warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan dua bagian seorang anak perempuan." (Qs. an-Nisaa' [4]: 11).

Hal ini terjadi dalam ashabah seperti anak laki-laki, saudara-saudara sekandung, dan saudara–saudara sebapak. Sebab, kedudukan wanita dalam keadaan semacam ini, pemenuhan nafkahnya menjadi tanggungan saudara laki-lakinya, meskipun saudaranya tersebut fakir atau wanita tersebut mampu bekerja. Namun demikian, Allah SWT telah menetapkan bagian wanita sama saja dengan bagian pria dalam keadaan tertentu, Allah SWT berfirman:

"Jika seseorang yang meninggal duania, baik laki-laki maupun perempuan, tidak meninggalkan ayah maupun anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu atau seorang saudara perempuan seibu maka masing-masing dari keduanya mendapat seperenam bagian harta. Akan tetapi, jika saudara-saudara seibu itu jauh lebihdari seorang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga bagian harta itu." (Qs. an-Nisaa' [4]: 12).

Hal ini terjadi pada sudara seeibu, karena yang dinamakan kalalah adalah orang yang terputus (maqthu'), tidak memiliki akar ataupun cabang keturunan, tidak memiliki saudara, baik saudara sekandung ataupun saudara sebapak. Dengan demikian, jelas bahwa, yang dimaksud adalah saudara laki-laki atau saudara perempuan seibu. Dalam situasi seperti ini, pemenuhan nafkah seorang wanita bukanlah tanggungan saudaranya yang seibu. Sebab, meskipun ia termasuk mahrahnya tetapi ia tidak termasuk orang yang wajib memberikannafkah kepadanya.

c. Islam juga telah memerintahkan agar wanita mengenakan pakaian yang berbeda dengan pakaian pria. Demikian pula sebaliknya, pakaian pria berbeda dengan pakaian wanita.islam telah melarang satu sama lain untuk saling menyerupai (tasyabuh) dalam berpakaian, karena adanya pengkhususan atau pembedaan satu dengan lainnya, seperti menghiasi anggota bagian tubuh tertentu. Dalam hal ini, abu hurayrah pernah menyatakan demikian:

Rasulullah telah melaknat seorang pria yang berpakaian menyerupai pakain wanita dan melaknat seorang wanitayang berpakaian menyerupai pria.

Dan masih banyak riwayat-riwayat lain yang isinya serupa dengan hadits diatas.

d. Islam juga telah menetapkan bahwa mahar (mas kawin) adalah kewajiban suami terhadap istri, sebaliknya ia merupakan hak bagi seorang istri. Meskipun demikian keduanya boleh memanfaatkannya secara bersama-sama. Allah SWT berfirman:

"Berikalah kepada para wanita (yang kalian nikahi) mahar (mas kawin) nya sebagai pemberian yang disertai dengan kerelaan. Kemudian, jika mereka memberikan sebagiannya kepada kalian dengan senang hati, kalian boleh memakannya (sebagai makanannya) yang sedap dan bermanfaat." (Qs. an-Nisaa' [4]: 4).

Nihlah maknanya adalah pemberian, karena mahar memang bermakna pemberian, dan bukan sebagai "pengganti harga" kemaluan wanita sebagaimana prasangka sebagian kalangan. Rasulullah telah menjelaskan tenteang mahar kepada pria yang hendak menikah dengan sabdanya:

Adakah engkau memiliki sesuatu yang hendak diberikan kepadanya sebagai mahar? Orang yang ditanya kemudian mengusahakannya, tetapi ia tidak mengusahakannya, tetapi ia tidak menemukan apapun. Rasulullah lantas bersabda: Usahakannlah walaupun hanya sebuah cincin besi. Akan tetapi, orang tersebut tetap tidak berhasil mendapatkannya. Oleh kaena itu, dia kemudian menikah dengan bacaan (hapalan) al-quran yang ada padanya.

e. Allah SWT telah menetapkan usaha untuk mencari nafkah sebagai kewajiban bagi seorang pria. Sebaliknya, mancari nafkah tidak ditetapkan sebagai kewajiban bagi wanita, tetapi hanya sekedar mubah (boleh) saja jika dia menghendaki, dia boleh melakukannya. Allah SWT berfirman:

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah sesuai dengan kemampuannya." (Qs. at-Talaq [65]: 7).

Dalam ayat di atas, yang dianggap mampu tidak disebutkan kecuali pria. Allah SWT juga berfirman:

"Kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan makruf." (Qs al-Baqarah [2]: 233).

Artinya, Allah telah menetapkan bahwa mencari nafkah adalah kewajiban bagi pria.

f. Islam telah menetapkan bahwa urusan kepemimpinan (qawwamah)- di dalam rumah tangga- adalah diperuntukkan bagi pria atas wanita. Artinya, para suami memiliki wewenang untuk mengendalikan kepemimpinan sera mengeluarkan perintah dan larangan di dalam kehidupan rumah tangga. Allah SWT berfirman:

"Kaum pria dan para suami adalah pemimpin kaum wanita (para istri) karena Allah memberikan kelebihan kepada sebagian mereka (kaum pria) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka telah memberikan nafkah dari sebagian harta mereka. Oleh karena itu wanita–wanita yang saleh adalah mereka yang senantiasa berlaku taat kepada Allah dan memelihara diri pada saat suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka. Sementara itu, terhadap para wanita yang kalian khawatirkan nusyuz (penentangan) nya, hendaklah yang kalian menasihati mereka, memisahkan mereka dari tempat tidur mereka, dan memukul mereka. Akan tetapi, jika mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka). Sesungguhnya Allah maha tinggi dan maha besar." (Qs. an-Nisaa' [4]: 34).

Dengan demikian, Allah SWT telah menjelaskan bahawa kepemimpinan dalam rumah tangga merupakan kewenangan pria, karena dia telah menetapkan berbagi kelebihan kepada mereka dalam kaitannya dengan sejumlah taklif seperti: kekuasaan dalam pemerintahan, imam dalam shalat, wali dalam pernikahan, dan hak menjatuhkan talak dalam perceraian. Allah SWT berfirman, sebagaimana dikemukakan dalam ayat diatas demikian:

"...karena Allah memberikan kelebihan kepada sebagian mereka (kaum pria) atas sebagian yang lain." (Qs an-Nisaa' [4]: 34).

Ihwal kepemimpinan ini ditunjukkan oleh adanya taklif atas pundak pria (para suami) untuk memberikan mahar dan nafkah, sebagaiman firmannya:

"...karena mereka telah memberikan dari harta-harta mereka." (Qs. an-Nisaa' [4]: 34).

Lebih dari itu Allah SWT juga telah menetapkan adanya hak bagi seorang suami untuk mendidika isrinya dengan cara memberi nasihat yang baik, memisahkan tempat tidurnya, atau memukulnya dengan pukulan yang tidak sampai menyakitkan; sesuai dengan kadar dosa (pelanggaran) yang dlakukan. Sikap semacam ini dilakukan jika memang istri melakukan kedurhakaan, kemaksiatan, atau penentangan terhadap suami.

g. Allah SWT telah menetapkan bahwa seeorang istri memiliki hak untuk menyusui anak, baik yang lelaki ataupun anak perempuan, sedangkan pria terlarang untuk itu.

h. Allah SWT juga telah menetapkan bagi hak wanita untuk memberikan nafkah secara langsung kepada anaknya jika ayah mereka tidak pernah menunjungi mereka atau ayah mereka kikir, sedangkan pria, dalam kondisi semacam ini, terlarang untuk melakukannya secara langsung.

Dalam konteks ini Hindun perah mendatangi Rasulullah Saw ia lantas berkata:

"'ya Rasulullah, Abu sufyan sesungguhnya pria yang sangat kikir. Ia tidak pernah memberikan nafkah yang cukup bagi diriku dan anakku.' Rasulullah Saw kemudian menjawab sebagai berikut: 'Ambil saja olehmu secara baik-baik hartanya dengan kadar yang dipandang cukup untuk dirimu dan anakmu.'"
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

monokorobo

Islam menetapkan bahwa hak seseorang dapat ditetapkan dengan adanya
dua saksi lelaki yang adil, atau seorang lelai dan dua orang wanita. Hal ini
diterangkan dalam ayat berikut, mengenai masalah hutang piutang : "Dan
hendaklah kamu menetapkan dua orang saksi dari kaum pria, kalau dua orang saksi
itu tidak ada, maka digantikan dengan seorang lelaki dan dua orang wanita, yang
kamu setujui sebagai saksi, kalau-kalau lupa salah seorang dari wanita yang dua
itu, maka akan diingatkan oleh temannya yang satu lagi." (Al Baqarah :282)

Ketetapan ini adalah di luar kemuliaan dan kemanusiaan wanita. Kalau
kita perhatikan di samping wanita itu bebas mempergunakan hartanya, Islam juga
menekankan bahwa tugas wanita yang utama ialah menguruskan rumah tangga,
memelihara kesejahteraannya dan keluarganya. Di dalam hal ini, wanita biasanya
banyak berada di rumah. Oleh karena itu kesaksian wanita terhadap sesuatu hak
yang berhubungan dengan jual beli, adalah jarang sekali terjadi. Maka adalah
salah satu hal yang wajar kalau wanita tidak mementingkan usaha untuk mengi-
ngatkan hal ini yang mana apabila dibawa kesaksian, dua wanita adalah perlu
untuk mendapat bukti yang meyakinkan. Allah SWT menetapkan bahwa dua wanita
itu perlu bagi menggantikan seorang pria karena jika seorang wanita terlupa,
maka bisa diingatkan oleh yang satunya lagi.

Sebagian ahli fiqh menetapkan bahwa kesaksian wanita tidak diterima
dalam masalah pidana atau pembunuhan. Seperti sebab-sebab yang di atas juga,
tidaklah mudah bagi wanita menyaksikan pertengkaran yang bisa mengakibatkan
pembunuhan. Dan juga wanita itu tidak sanggup menyaksikan pembunuhan dengan
tenang, bisa saja ia terkejut dan memejamkan matanya, menangis atau jatuh ping-
san, yang mana hilang daya tahan dan keseimbangannya. Menurut Islam hukuman
tidak dapat dijalankan, malahan dapat ditolak kalau adanya keragu-raguan. Maka
kesaksian wanita terahadap sesuatu pembunuhan yang diliputi keragu-raguan
tidak dapat diterima.

Walaupun begitu, dalam hal-hal yang biasa dihadiri wanita, dan tidak
biasa dihadiri lelaki seperti melahirkan anak, maka kesaksian wanita itu dite-
rima, walaupun hanya sendirian saja.
Waktu diibaratkan pedang yang akan bunuh diri kita, waktu tak akan bisa berputar kembali,janganlah sia-siakan waktumu, taukah kamu setiap detik dan menit mengandung manfaat bagi orang yang menggunakan

gonzo

Terima kasih Non untuk keterangan yg lengkap, siapa yg menuliskan itu semua (dapat dari mana ?) sangat detail sekali.

Saya sudah baca dua kali, tetap terlihat bahwa memang laki laki tidak sederajat dengan wanita, misalnya kesaksian 2 orang wanita setara dgn kesaksian seorang pria,  juga tentang warisan yg tidak sama.

Hal ini bisa jadi suatu hal yg tidak pernah akan terbuktikan jika seorang pria memperlakukan hal hal buruk kepada seorang wanita dan tidak ada saksi lain.

Jadi apa yg di tuliskan oleh Ibnu Katsir dan Abu As-Su'ud adalah benar malah hal tersebut tidak ada (boleh) dipermasalahkan dalam syariat Islam

Tapi kalau memang itu sudah merupakan ketentuan yg di tulis oleh Allah apa lagi yg harus kita perbuat selain patuh, bukan ?

Nanti saya akan baca ulang lagi

gonzo

#74
KutipKetetapan ini adalah di luar kemuliaan dan kemanusiaan wanita. Kalau
kita perhatikan di samping wanita itu bebas mempergunakan hartanya, Islam juga
menekankan bahwa tugas wanita yang utama ialah menguruskan rumah tangga,
memelihara kesejahteraannya dan keluarganya.
Di dalam hal ini, wanita biasanya
banyak berada di rumah.
Oleh karena itu kesaksian wanita terhadap sesuatu hak
yang berhubungan dengan jual beli, adalah jarang sekali terjadi. Maka adalah
salah satu hal yang wajar kalau wanita tidak mementingkan usaha untuk mengi-
ngatkan hal ini yang mana apabila dibawa kesaksian, dua wanita adalah perlu
untuk mendapat bukti yang meyakinkan. Allah SWT menetapkan bahwa dua wanita
itu perlu bagi menggantikan seorang pria karena jika seorang wanita terlupa,
maka bisa diingatkan oleh yang satunya lagi.

Aku sangat setuju dengan kalimat kalimat diatas, cuma masalahnya jaman sekarang banyak sekali wanita yg aktif di luar rumah bahkan banyak sekali yg ber profesi sebagai brooker.
Jadi banyak sekali pelanggaran akan apa yg ditulis diatas, apakah berarti wanita itu sekarang sudah banyak melanggar "Firman Allah", bagaimana sebagai laki laki harus bersikap ?

atau tafsiran itu sudah tidak sesuai dengan keadaan jaman sekarang ?