Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 20, 2024, 03:03:01 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 231
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 178
Total: 178

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Pemaksaan dalam sains ?

Dimulai oleh semut-ireng, Oktober 12, 2011, 06:49:09 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

semut-ireng

Kutip

Teori Abiogenesis pertama kali diajukan oleh Aristoteles (394-322 SM) yang menyatakan bahwa :
Makhluk hidup berasal dari benda mati yang secara spontan dapat muncul akibat adanya gaya hidup.


Menurut pendapat saya, dengan menyebut idenya Aristoteles di atas sebagai salah satu teori dalam sains,  maka hal itu sudah merupakan suatu bentuk pemaksaan dalam sains.   Kita semua mengetahui,  idenya Aristoteles didasari oleh keyakinan adanya ' gaya hidup '  atau ' vital force ',  atau konsep Ketuhanan menurut Aristoteles.

Mungkin hal tersebut berkaitan dengan hal yang disarankan dalam posting di bawah ini  :

Kutip



Setiap individu boleh saja terinspirasi oleh penemuan dalam sains untuk memperdalam dan memperkaya pandangan filosofis atau spiritualnya. Namun jika pandangan tsb dimasukan dalam sains, terlebih lagi, mengklaim otoritas atas sains, maka sungguh merupakan suatu bentuk pemaksaan.

Sains bersifat universal, tanpa sekat terstruktur yg memisahkan tiap2 individu. Sedangkan agama ataupun kepercayaan tertentu memiliki konsep yg berbeda beda. Bagaimana bisa sains membahas Tuhan, sedangkan konsep dan definisi Tuhan bagi setiap orang saja berbeda?


Salah satu link berkaitan dengan idenya Aristoteles di atas :

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

Ada pendapat ?  Monggo ............


Pi-One

Pahami dulu apa itu 'teori' dalam konteks sains.

danzJr

udah jelas kan sains dan agama berbeda?
Jadi jangan pernah mencampur adukan sains dengan Tuhan apapun itu masalahnya
[move]sesuatu itu dimulai dari mimpi, diusahakan dan menjadi kenyataan[/move]

rizqi_fs

semakin kita tahu sains semakin kita dekat dengan tuhan, klo malah semakin menjauhi berarti sia-sia sains yang kita kuasai.

sains dan agama beda,bukan berarti tidak jadi satu

seperti baju dan celana, itu beda, tapi keduanya dipakai secara bersamaan

Pi-One

Kutip dari: rizqi_fs pada Oktober 15, 2011, 10:19:26 AM
semakin kita tahu sains semakin kita dekat dengan tuhan, klo malah semakin menjauhi berarti sia-sia sains yang kita kuasai.
Dekat dengan Tuhan yang macam apa?
Darwin, Einstein, Hawking, mereka adalah ilmuwan hebat, dan merkea justru memilih jadi agnostik. Apa ilmu mereka jadi sia-sia?

exile_rstd

menurut saya, jangan terlalu mempermasalahkan tentang science dan agama. karena sama saja dengan mencari jawaban yang tidak berujung. science itu prosesnya dari awal sampai akhir. agama tidak berawal dan tidak ada akhirnya (yang mana tiap penjelasannya sulit dijelaskan dgn logika)
i adore your intelligence

semut-ireng

Kutip dari: exile_rstd pada Oktober 15, 2011, 11:46:41 AM
menurut saya, jangan terlalu mempermasalahkan tentang science dan agama. karena sama saja dengan mencari jawaban yang tidak berujung. science itu prosesnya dari awal sampai akhir. agama tidak berawal dan tidak ada akhirnya (yang mana tiap penjelasannya sulit dijelaskan
dgn logika)

science itu prosesnya dari awal sampai akhir,  bisa dijelaskan lagi mbak,  apa maksudnya ? :)

exile_rstd

ga, maksud saya kalau science itu bisa menjelaskan segala sesuatu yg mempunyai awal. misalnya seperti sel. sel awal dari mahkluk hidup kan? science itu, menurut saya ibarat pengetahuan berakar seribu yang terbatas.
tapi ketika mencari penjelasan yg berbau tentang ketuhanan "ia seperti tdk mempunyai" awal dari kisahnya. jadi langsung ada saja.

maaf ya kalau membingungkan
i adore your intelligence

Pi-One

#8
Sains bukan ilmu yang bahas segalanya. Sains itu membahas apa yang ada di dunia fisik.

Kutip dari: rizqi_fs pada Oktober 15, 2011, 10:19:26 AM

seperti baju dan celana, itu beda, tapi keduanya dipakai secara bersamaan
Baju tak bisa menggantikan celana, begitu pula sebaliknya

semut-ireng

'A Day Without Yesterday': Georges Lemaitre & the Big Bang
MARK MIDBON

In January 1933, the Belgian mathematician and Catholic priest Georges Lemaitre traveled with Albert Einstein to California for a series of seminars. After the Belgian detailed his Big Bang theory, Einstein stood up applauded, and said, "This is the most beautiful and satisfactory explanation of creation to which I have ever listened."

In the winter of 1998, two separate teams of astronomers in Berkeley, California, made a similar, startling discovery. They were both observing supernovae – exploding stars visible over great distances – to see how fast the universe is expanding. In accordance with prevailing scientific wisdom, the astronomers expected to find the rate of expansion to be decreasing, Instead they found it to be increasing – a discovery which has since "shaken astronomy to its core" (Astronomy, October 1999).

This discovery would have come as no surprise to Georges Lemaitre (1894-1966), a Belgian mathematician and Catholic priest who developed the theory of the Big Bang. Lemaitre described the beginning of the universe as a burst of fireworks, comparing galaxies to the burning embers spreading out in a growing sphere from the center of the burst. He believed this burst of fireworks was the beginning of time, taking place on "a day without yesterday."

After decades of struggle, other scientists came to accept the Big Bang as fact. But while most scientists – including the mathematician Stephen Hawking -- predicted that gravity would eventually slow down the expansion of the universe and make the universe fall back toward its center, Lemaitre believed that the universe would keep expanding. He argued that the Big Bang was a unique event, while other scientists believed that the universe would shrink to the point of another Big Bang, and so on. The observations made in Berkeley supported Lemaitre's contention that the Big Bang was in fact "a day without yesterday."

When Georges Lemaitre was born in Charleroi, Belgium, most scientists thought that the universe was infinite in age and constant in its general appearance. The work of Isaac Newton and James C. Maxwell suggested an eternal universe. When Albert Einstein first published his theory of relativity in 1916, it seemed to confirm that the universe had gone on forever, stable and unchanging.

Lemaitre began his own scientific career at the College of Engineering in Louvain in 1913. He was forced to leave after a year, however, to serve in the Belgian artillery during World War I. When the war was over, he entered Maison Saint Rombaut, a seminary of the Archdiocese of Malines, where, in his leisure time, he read mathematics and science. After his ordination in 1923, Lemaitre studied math and science at Cambridge University, where one of his professors, Arthur Eddington, was the director of the observatory,

For his research at Cambridge, Lemaitre reviewed the general theory of relativity. As with Einstein's calculations ten years earlier, Lemaitre's calculations showed that the universe had to be either shrinking or expanding. But while Einstein imagined an unknown force – a cosmological constant – which kept the world stable, Lemaitre decided that the universe was expanding. He came to this conclusion after observing the reddish glow, known as a red shift, surrounding objects outside of our galaxy. If interpreted as a Doppler effect, this shift in color meant that the galaxies were moving away from us. Lemaitre published his calculations and his reasoning in Annales de la Societe scientifique de Bruxelles in 1927. Few people took notice. That same year he talked with Einstein in Brussels, but the latter, unimpressed, said, "Your calculations are correct, but your grasp of physics is abominable."

.................................

Is there a paradox in this situation? Lemaitre did not think so. Duncan Aikman of the New York Times spotlighted Lemaitre's view in 1933: "'There is no conflict between religion and science,' Lemaitre has been telling audiences over and over again in this country ....His view is interesting and important not because he is a Catholic priest, not because he is one of the leading mathematical physicists of our time, but because he is both."

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

Fariz Abdullah

Einstein sendiri mengakui bahwa Cosmological Constant adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya..Fisika sekarang ini berpendapat expanding universe bukannya static universe..Expanding universe menuntun kita pada Big Bang, bahwa universe memiliki permulaan..Itu yang menurut Lemeitre fakta "a day without yesterday"

Sains mungkin bisa menjelaskan "bagaimana" alam semesta ini dimulai, tetapi memang belum bisa menjawab "mengapa" alam semesta ini eksis..Ini yang membuat manusia "beriman" menganggap bahwa yang membuat alam semesta ini adalah Tuhan..Pertanyaannya, jika Tuhan menciptakan alam semesta tentu Tuhan sendiri berada pada "waktu"..Jadi konsep Tuhan itu sendiri menegasikan "a day without yesterday"..
[move]DOUBT EVERYTHING AND FIND YOUR OWN LIGHT[/move]

Pi-Man

Kutip dari: Fariz Abdullah pada Oktober 18, 2011, 01:04:44 PMSains mungkin bisa menjelaskan "bagaimana" alam semesta ini dimulai, tetapi memang belum bisa menjawab "mengapa" alam semesta ini eksis..
Sains menjawab pertanyaan 'apa' dan 'bagaimana', tapi tidak menjawab pertanyaan 'mengapa'
oro?

?

Logico - hypothetico - verifikatif ?

semut-ireng

Pertanyaan2 seperti :

-  Mengapa air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah ?

-  Mengapa langit berwarna biru ?

-  Mengapa setelah terjadi letusan hebat Gn Krakatau di masa lalu,  kemudian bisa muncul lagi gunung yang baru ?

-  Mengapa gunung berapi bisa meletus ?

-  Mengapa bisa terjadi gempa bumi dan tsunami ?

-  Dll.

Apakah tidak termasuk ranah sains /  tidak terjawab oleh sains ?

Fariz Abdullah

Kutip dari: semut-ireng pada Oktober 19, 2011, 11:01:47 AM
Pertanyaan2 seperti :

-  Mengapa air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah ?

-  Mengapa langit berwarna biru ?

-  Mengapa setelah terjadi letusan hebat Gn Krakatau di masa lalu,  kemudian bisa muncul lagi gunung yang baru ?

-  Mengapa gunung berapi bisa meletus ?

-  Mengapa bisa terjadi gempa bumi dan tsunami ?

-  Dll.

Apakah tidak termasuk ranah sains /  tidak terjawab oleh sains ?

Menurut saya, selama pertanyaan itu bisa diuji secara empirik, seharusnya sains bisa menjawab. Memang biasanya manusia menyikapi fenomena alam dengan bertanya apa, bagaimana dan mengapa..Beberapa pertanyaan ini bisa dijawab science, beberapa belum bisa dijawab, dan beberapa memang bukan tugas sains untuk menjawab.

Pertanyaan "apa" dan "bagaimana" biasanya bisa diuji dengan metode sains, tapi ada juga yang tidak..Misalnya bukan tugas sains untuk menjawab apa tujuan hidup..Itu tugas filosofi..

Pertanyaan "mengapa" biasanya masuk ranah filosofi, misalnya mengapa kehidupan itu ada..Tapi pertanyaan apa definisi hidup, atau bagaimana kehidupan itu berlangsung, bisa jadi masuk ranah sains..
Pertanyaan "mengapa" ada yang bisa dijawab sains, sejauh obyeknya adalah empiris, seperti contoh Anda..

Jadi yang dimaksud sains tidak menjawab pertanyaan "mengapa", adalah pertanyaan filosofis "non empirik", di balik fenomena alam..

Ini hanya pendapat pribadi..Mohon koreksi jika pendapat saya keliru.. 
[move]DOUBT EVERYTHING AND FIND YOUR OWN LIGHT[/move]