Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 06:41:35 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 112
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 117
Total: 117

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Professor Termuda AS

Dimulai oleh syx, April 27, 2009, 08:11:39 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

syx

dari e-mail...

Nelson Tansu meraih gelar Profesor di bidang Electrical Engineering di Amerika sebelum berusia 30 tahun. Karena last name-nya mirip nama Jepang, banyak petinggi Jepang yang mengajaknya "pulang ke Jepang" untuk membangun Jepang. Tapi Prof. Tansu mengatakan kalau dia adalah pemegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila. Namun demikian, ia belum mau pulang ke Indonesia . Kenapa?

Nelson Tansu lahir di Medan , 20 October 1977. Lulusan terbaik dari SMA Sutomo 1 Medan. Pernah menjadi finalis team Indonesia di Olimpiade Fisika. Meraih gelar Sarjana dari Wisconsin University pada bidang Applied Mathematics, Electrical Engineering and Physics (AMEP) yang ditempuhnya hanya dalam 2 tahun 9 bulan, dan dengan predikat Summa Cum Laude. Kemudian meraih gelar Master pada bidang yang sama, dan meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang Electrical Engineering pada usia 26 tahun. Ia mengaku orang tuanya hanya membiayai-nya hingga sarjana saja. Selebihnya, ia dapat dari beasiswa hingga meraih gelar Doktorat. Dia juga merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi Profesor di Lehigh University tempatnya bekerja sekarang.

Thesis Doktorat-nya mendapat award sebagai "The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award" mengalahkan 300 thesis Doktorat lainnya. Secara total, ia sudah menerima 11 scientific award di tingkat internasional, sudah mempublikasikan lebih 80 karya di berbagai journal internasional dan saat ini adalah visiting professor di 18 perguruan tinggi dan institusi riset. Ia juga aktif diundang sebagai pembicara di berbagai even internasional di Amerika, Kanada, Eropa dan Asia .

Karena namanya mirip dengan bekas Perdana Menteri Turki, Tansu Ciller, dan juga mirip nama Jepang, Tansu, maka pihak Turki dan Jepang banyak yang mencoba membajaknya untuk "pulang". Tapi dia selalu menjelaskan kalau dia adalah orang Indonesia . Hingga kini ia tetap memegang paspor hijau berlogo Garuda Pancasila dan tidak menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia cinta Indonesia katanya. Tetapi, melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika , ia menyatakan belum mau pulang dan bekerja di Indonesia . Bukan apa-apa, harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwan sekaliber Prof. Nelson Tansu.

Ia juga menyatakan bahwa di Amerika, ilmuwan dan dosen adalah profesi yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia . Ia menyatatakan bahwa penghargaan bagi ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus. Tidak cukup untuk membiayai keluarga si peneliti/dosen. Akibatnya, seorang dosen harus mengambil pekerjaan lain, sebagai konsultan di sektor swasta, mengajar di banyak perguruan tinggi, dan sebagianya. Dengan demikian, seorang dosen tidak punya waktu lagi untuk melakkukan riset dan membuat publikasi ilmiah. Bagaimana perguruan tinggi Indonesia bisa dikenal di luar negeri jika tidak pernah menghasilkan publikasi ilmiah secara internasional?

Prof. Tansu juga menjelaskan kalau di US atau Singapore , gaji seorang profesor adalah 18-30 kali lipat lebih dari gaji professor di Indonesia . Sementara, biaya hidup di Indonesia cuma lebih murah 3 kali saja. Maka itu, ia mengatakan adalah sangat wajar jika seorang profesor lebih memilih untuk tidak bekerja di Indonesia . Panggilan seorang profesor atau dosen adalah untuk meneliti dan membuat publikasi ilmiah, tapi bagaimana mungkin bisa ia lakukan jika ia sendiri sibuk "cari makan".

Sky

sedihnya nasib pendidikan di Indonesia.
Coba pemerintah bisa liat postingan ini

insan sains

Dua paragraf terakhir, "ngena" banget tuh.

Indonesia susah gede kalo orang-orang pinternya di ajak "pulang" melulu sama bangsa lain. Jadi ini adalah "PR" negera buat menanggapi aspirasi salah satu putra terbaiknya. ^_^

Btw.. barusan googling dan dapet fotonya, Nelson Tansu.

Menuju Indonesia sebagai THE COUNTRY MASTER OF TECHNOLOGY, 2030

The Houw Liong

#3
Beberapa hal perlu diluruskan.
Setahu saya di AS ada Assistant Professor, Associate Professor dan Professor, semuanya disebut Professor.
Prof. Tansu  yang mana ?

Indonesia terlalu kecil untuk Prof. Tansu ?
Lihat apa yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Dr.A. Salam, ia kembali ke Pakistan dan mendirikan Center of Theoretical Physics di Itali terutama untuk keperluan ilmuwan dari negara berkembang.
HouwLiong

syx

Kutip dari: The Houw Liong pada April 27, 2009, 11:23:16 AM
Beberapa hal perlu diluruskan.
Setahu saya di AS ada Assistant Professor, Associate Professor dan Professor, semuanya disebut Professor.
Prof. Tansu  yang mana ?
PhD masuk yang mana?

biobio

Inilah yang membuat Indonesia sulit maju. Karena tidak pernah menghargai orang pandai...
"The pen is mightier than the sword"

The Houw Liong

Nelson Tansu

Assistant Professor of Electrical & Computer Engineering
P.C. Rossin Assistant Professor

Ph.D. Electrical Engineering (Concentration: Applied Physics), University of Wisconsin-Madison, May 2003
B.S. Applied Mathematics, Electrical Engineering, and Physics (AMEP), University of Wisconsin-Madison, May 1998 (Curriculum Vitae)

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
HouwLiong

utusan langit

Tansu juga merupakan keluarga dari orang-orang yang berpendidikan tinggi!

Monox D. I-Fly

Kutip dari: The Houw Liong pada April 27, 2009, 11:23:16 AM
Indonesia terlalu kecil untuk Prof. Tansu ?
Lihat apa yang dilakukan oleh pemenang Hadiah Nobel Dr.A. Salam, ia kembali ke Pakistan dan mendirikan Center of Theoretical Physics di Itali terutama untuk keperluan ilmuwan dari negara berkembang.

Lha itu biayanya dari negara atau dari pribadi? Kalau dari negara sih kayaknya Indonesia agak susah diharapkan...
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.