Member baru? Bingung? Perlu bantuan? Silakan baca panduan singkat untuk ikut berdiskusi.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 02:39:31 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 207
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 149
Total: 149

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Cukup sudah berhutang

Dimulai oleh Farabi, Mei 22, 2012, 05:35:05 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

nʇǝʌ∀

kalau hutang yang sifatnya pribadi dalam jangka waktu sebentar sih nga pakai bunga. apalagi kalau nilanya kecil.
misal saya hutang sama kerabat saya Rp. 100.000 karena kurang biaya mau beli makanan harian. dompet kosong dan belum narik duit di ATM/bank. besok saya balikin lagi yang Rp. 100.000 nga pakai bunga.
namanya juga unsur saling percaya karena sudah akrab... tentu ini berbeda dengan hutang untuk modal usaha dalam jangka panjang.

dan bank nga mau ngasih pinjaman modal ke orang yg nga jelas mau usaha apa.
soal bunga yg ngawang2 itu disesuaikan dengan inflasi dan keuntungan si peminjam modal. dan itu tentu termasuk riba.

terlepas dari hidup logis yang selalu perhitungan, kita tentu perlu sentuhan emosional... tidak bisa selalu logis supaya hati nurani kita tersentuh pada penderitaan orang lain.
kalau ada korban bencana ya kasihlah bantuan tanpa berharap balik modal/imbalan karena ini sifatnya darurat. bukan orang miskin yg bisa produktif. melainkan orang yg kehidupannya hancur lebur karena bencana. mereka mesti ditolong tanpa memikirkan investasi apa-apa.

                |'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''|
       __/""|"|--------nʇǝʌ∀ inc.------|
> (|__|_|!!|__________________|
      (o)!""""""(o)(o)!"""""""""""(o)(o)!

Farabi

Kutip
lha, itu bagi hasil bank syariah itu apa bukan riba ?
mang tau darimana uang yang anda tabung di bank syariah itu dikelola di mana aja? keuntungan dan kerugian yang mereka terima itu secara detail seperti apa ?
anda nga benar2 tau uang anda diapain aja oleh bank, tau2 sebulan kemudian anda dapat bagi hasil.

Beda lah. Kalo bank syariah kalo rugi anda tidak mendapatkan apa apa, tapi kalau bank konvensional kalau rugi maka anda akan dianggap berhutang. Bedanya disini, makanya bank syariah lebih dipercaya oleh orang orang daripada bank konvensional.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.

mhyworld

Kutip dari: Farabi pada Mei 29, 2012, 08:30:06 AM
Beda lah. Kalo bank syariah kalo rugi anda tidak mendapatkan apa apa, tapi kalau bank konvensional kalau rugi maka anda akan dianggap berhutang. Bedanya disini, makanya bank syariah lebih dipercaya oleh orang orang daripada bank konvensional.
Wah saya baru tahu nih. Kalau hutang di bank syariah untuk usaha, kemudian bangkrut, apakah hutangnya dianggap lunas?
once we have eternity, everything else can wait

ytridyrevsielixetuls

Kutip dari: Farabi pada Mei 29, 2012, 08:30:06 AM
Beda lah. Kalo bank syariah kalo rugi anda tidak mendapatkan apa apa, tapi kalau bank konvensional kalau rugi maka anda akan dianggap berhutang. Bedanya disini, makanya bank syariah lebih dipercaya oleh orang orang daripada bank konvensional.

yang rugi itu siapa?
saya atau bank-nya?

tidak ada nasabah yang kena beban hutang kalau bank tempat mereka nyimpen uang bangkrut. sebaliknya, justru bank-nya yang dituntut membayar kerugian nasabah.

nah kembali ke pertanyaan ini,

Kutip dari: mhyworld pada Mei 29, 2012, 10:50:15 AM
Kalau hutang di bank syariah untuk usaha, kemudian bangkrut, apakah hutangnya dianggap lunas?

berarti kalau kita hutang ke bank syariah dan usaha kita rugi maka kita ngak kena beban hutang? perasaan nga ada bank ky gitu...
[move]
     -/"|           -/"|           -/"|
<(O)}D     <(O)}D     <(O)}D
     -\_|          -\_|           -\_|

topazo

Bicara riba ya...
Yang jelas selama masih berinduk ke Bank Indonesia, dan terpengaruh BI rate, bank syariah manapun tidak akan lepas dari yang namanya riba...

Kalau sistem tanpa riba itu, setahu saya...

-Kalau saya utang x untuk konsumsi, saya harus mengembalikan sebesar x, kecuali jika secara sukarela saya mau melebihkan, tapi itu bukan dianggap pengembalian utang, tapi hadiah buat si pemberi utang... (Gak ada perjanjian pengembalian lebih sebelumnya)
Masalah pada zaman sekarang adalah, karena nilai uang menyusut terus, jadi repot untuk meminjam dan mengembalikan tepat seperti sewaktu dipinjam... Jadi kalau mau sistem tanpa riba, lebih efektifnya adalah meminjam jangan dalam bentuk uang, tapi dalam bentuk barang
(Saya minjam uang setahun untuk beli nasi padang hari ini... Setahun lagi saya harus mengembalikan uang yang sama untuk membeli satu porsi nasi padang yang sama pada tahun lalu... Kalau tahun ini harga nasi padang 10 ribu, maka terpaksa saya mengembalikan 12 ribu tahun depan, kalau harga nasi padang udah naik, kalau ternyata di warung padang yang sama lagi ada promosi besar2a, harga nasi padang jadi 5 ribu per porsi.... Saya kembalikan 5 ribu juga gak masalah...)
Dalam sistem tanpa riba memang agak repot, karena menuntut kedisiplinan keuangan.... Jadi daripada minjem uang (uang fiat) untuk nasi padang, mending minta beliin nasi padang satu porsi, setahun lagi saya traktir nasi padang yang sama 1 porsi, bahkan saya bisa menghadiahkan seporsi lagi kalo setahun lagi saya lagi banyak uang hehehehe...

Prinsip pinjam uang sebetulnya sama aja dengan pinjem barang... Saya pinjam laptop selama lima tahun, ya lima tahun lagi saya kembalikan harus laptop yang sama, bukan ganti merek, bukan ganti model, bahkan bukan laptop lain selain yang dipinjam meskipun merek dan jenisnya sama (kecuali dengan perjanjian sebelumnya)...

Nah, untuk usaha, setahu saya, dalam sistem tanpa riba, tidak ada namanya utang usaha... Yang ada hanyalah kerja sama...
Jadi, ada baiknya kalau mau kerjasama bisnis, kita tidak melibatkan uang secara murni, tapi memasukkannya ke dalam pembelian alat dan bahan komponen bisnis...

-Saya pemodal, gak ngerti soal bakso, diajak kerjasama sama si ahli bakso yang tidak punya modal... Maka yang saya lakukan,
menanyakan, butuh alat dan bahan apa saja... Misal, kompor, panci, mesin giling, mesin cetak, gerobak...
Nah, itu alat2 usahanya saya belikan....
terus butuh daging, bawang, mie, bumbu dasar....
itu bahan2 usahanya, saya belikan juga....
Trus, bagi hasil misalnya 50:50

Nanti kalo rugi dan gulung tikar, semua alat dan bahan diliat sisanya, buat kesepakatan (kurangi dan tambahkan biaya keringat dll), lalu bagi rugi 50:50 (berdasarkan kesepakatan juga tentunya)...
Saya tidak akan percaya lagi sama si ahli, si ahli pun bakal malu sama saya... Selesai urusan... Tidak ada utang piutang di sini...

BSJS...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

mhyworld

IMO, berhutang bisa dianalogikan dengan membeli waktu.
Contoh, A sakit dan harus segera diobati, kalau tidak, akan membahayakan jiwanya. Biaya pengobatan 10 juta. Kebetulan A sedang tidak punya uang sebanyak itu. Kalau diberi waktu, dengan usaha yang biasa ia jalankan, ia bisa mengumpulkan uang tersebut dalam setahun, misalnya. Namun penyakitnya tidak bisa menunggu sampai setahun. Oleh karena itu ia meminjam uang pada B, yang akan dikembalikan tahun depan.

Contoh lain, A seorang karyawan pabrik. Ia bisa menabung 1 juta setiap bulan dari gaji dikurangi biaya hidup bulanannya. Ia ingin beli motor supaya lebih hemat dalam perjalanan pulang-pergi kerja, serta lebih mudah dalam bepergian. Jika mengandalkan tabungannya, maka tahun ini ia masih harus naik angkot untuk pulang-pergi kerja. Dengan berhutang 12 juta, ia bisa naik motor hari ini juga, sehingga secara keseluruhan ia bisa berhemat. Pemberi hutang sudah berjasa kepadanya, karena tidak perlu lagi menunggu 1 tahun untuk bisa punya motor, oleh karena itu wajar jika A memberikan imbalan yang sesuai.
once we have eternity, everything else can wait

topazo

Kalau di dalam sistem tanpa riba, kasus Boss mhyworld bisa diselesaikan dengan asas jual beli... Dari situlah keuntungan "Lembaga Keuangan (LK)" berasal...

Saya mau beli obat harganya 10 juta, gak punya uang sebanyak itu... LK mau ngebantu saya, dia ngebeli tuh obat, terus dijual lagi ke saya seharga 12 juta dengan nyicil 12 bulan, tetap... Ini tidak dibilang riba, tapi jual beli... Kalaupun ada krismon atau apapun, saya tetap berutang 12 juta... Karena sejatinya itulah harga obat buat saya (beli ke LK)... Nah, ini juga hutang piutang, tapi gak ada lebih melebihkan... Saya minjem 12 juta, ngembalikan pun 12 juta...

Tapi di zaman modern di mana uang semuanya terpengaruh inflasi, sistem gini memang susah juga terbebas riba... LK harus memperhitungkan harga, inflasi, resiko,  dan penyusutan selama 12 bulan ke depan untuk menetapkan harga obat cicilan ke saya...

Apakah sama antara bunga dan keuntungan dagang... Kalo menurut saya sih beda...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

nʇǝʌ∀

#22
Kutip dari: ytridyrevsielixetuls pada Mei 29, 2012, 03:59:47 PM
berarti kalau kita hutang ke bank syariah dan usaha kita rugi maka kita ngak kena beban hutang? perasaan nga ada bank ky gitu...

wah asik bener kalo ga kena beban apa-apa
bahkan aset usaha kita yg bangkrut tetap jadi milik kita
atau kalau diserahkan ke pihak bank ya tetep aja bank yg rugi
karena ga ada balik modal dan tentu saja nilai properti yg kita beli untuk usaha anjlok krn nga ada lagi yg bisa dipakai utk menjalankan usaha. paling cuma tempat doank. sedangkan barang2, makanan, dan yg lainnya lain udah ga bisa diganti lagi.

berarti.. misal
anda pinjem duit Rp. 100 juta buat mendirikan warnet kecil-kecilan
kalo rugi ya udah, tuh properti jatuh ke pihak bank
kita nga akan dikejar-kejar rentenir
itu kalo bener yah!

minjem Rp. 100 juta ---> belanja properti ---> usaha bankrut ---> tinggal pergi saja
cari pinjeman lain hehe
;D

                |'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''|
       __/""|"|--------nʇǝʌ∀ inc.------|
> (|__|_|!!|__________________|
      (o)!""""""(o)(o)!"""""""""""(o)(o)!

__________

kelebihan syariah, setidaknya yg sy rasakan sendiri, fee-nya ga gede banget, sehingga kalau anda nabung dng saldo kecil (yaa sekitar Rp. 1-2 juta bahkan Rp. 700 rb) ga akan menyusut saldonya meski ga dikasih pemasukan rutin oleh kita, malah sebaliknya. bisa nambah meski dikit dr nisbah/bagi hasil.
tapi itu cuma pengalaman sy pribadi loh ya. dan itu di tabungan di Bank B*I Sy***h
jd bagi yg py duit pas-pasan dan ga py pemasukan rutin ya itu tabungan cocok bwat anda

tapi pernah juga dulu py rekening Sh**E dari Bank M*****t sekitar Rp. 2 juta-an sekedar ngetest produk syariah lain.. eh tiap bulan menyusut mulu saldo gua... akhirnya gua tutup aja tu rek.

sedangkan bank konvensional, biasanya suka nawarin deposito dng nilai saldo minimal yg gede banget. tentu saja dng iming2 untung gede juga. apalagi kalau yg ditawarin adl instrumen investasi dng keuntungan bunga melebihi bunga deposito ky M*** Ab***t
dulu katanya Rp. 100 juta skarang malah jadi 500 juta!
tapi itu bukan deposito, melainkan salah satu instrumen investasi yg ditawarkan oleh bank M berupa gabungan antara tabungan dan asuransi.

ytridyrevsielixetuls

klo mau instrumen investasi dng saldo awal minimal yg rendah dan tanpa resiko ya deposito di bank syariah itu yg paling tepat atau reksa dana pasar uang (perlu diingat bahwa semua jenis upaya manusia selalu memiliki resiko, yg dimaksud tidak ada resiko tentu saja menurut ilmu ekonomi investasi).
setahu saya Rp. 1 juta sudah bisa membuat rekening deposito di bank BNI Syariah.

kalau mau nyoba dapet untung besar tanpa buka usaha silahkan pertaruhkan modal anda ke saham. anda biasanya hanya butuh modal Rp. 10-20 juta anda bisa melakukan transaksi saham online tapi sebagai publik dan tentu saja anda tidak bisa menguasai semua/mayoritas slot emiten dari suatu perusahaan. karena setiap perusahaan hanya melepas sebagian kecil sahamnya ke publik.

cuma resiko ruginya gede juga (ditentukan oleh semakin besar jumlah slot emiten yg anda beli). ini sama aja dengan memberi modal pada suatu perusahaan. anda beli sekian slot dr suatu emiten, kalau di masa depan nilainya naik ya anda untung tapi kalau turun anda rugi.

dan tentu saja dalam hal ini anda tidak berhutang apa2 krn modalnya murni dari anda.

@nʇǝʌ∀

wah entah ya... belum ada yg menjawab soalnya...
saya sendiri belum pernah minjem duit dari bank, mau itu syariah atau konvensional
[move]
     -/"|           -/"|           -/"|
<(O)}D     <(O)}D     <(O)}D
     -\_|          -\_|           -\_|

topazo

@Boss nʇǝʌ∀...
Di Indonesia, gak ada bank syariah yang "murni syariah" sebetulnya, jadi setiap ngutang, ya pasti dikejar... Soalnya kan saya bilang di postingan saya, sistem syariah sebetulnya gak mengenal "pinjaman usaha" (Tolong yang lebih ngerti ini betulin saya, karena saya dapat pelajarannya gini)...

Jadi kalo dalam sistem bagi hasil, Boss nʇǝʌ∀ mau buat warnet, semua alat2 warnet itu kepunyaan sang pemilik modal (PM), dan semua management kebijakan warnet (harga sewa warnet, diskon untuk 5 jam, voucher, mau nyediakan makanan kecil apa aja, dll) itu kebijakan Boss nʇǝʌ∀, tapi dipantau juga oleh sang PM (sebetulnya dia gak berhak intervensi)... Tapi sekali lagi, ini semua berdasarkan perjanjian sebelumnya...
Jadi dalam kasus Boss nʇǝʌ∀, uang 100 juta gak akan murni diberikan ke Boss nʇǝʌ∀, tapi itu uang langsung dibelikan alat2 warnet oleh PM, dengan pengawasan Boss nʇǝʌ∀ tentunya...
Nah, untuk biaya kebutuhan awal Boss nʇǝʌ∀, misalnya gaji selama warnet dalam tahap pencarian pelanggan, Perjanjiannya beda lagi, yaitu utang piutang biasa... Misal, ini warnet bakal rame pada bulan ke-5, sebelumnya semua harus nombok (Listrik, Biaya langganan internet, Gaji, dll)...
Untuk gaji 4 Bulan (dengan asumsi bulan ke-5 Gaji bisa terbayar dari keuntungan warnet), Boss nʇǝʌ∀ butuh 6 juta misalnya, itulah pinjaman murni yang akan dikasih oleh PM... dan akan dikembalikan dengan cara dicicil pada bulan ke 5, potong dari bagi hasil selama 12 bulan misalnya...
Untuk Listrik dan langganan internet, bisa diadakan perjanjian sebelumnya, itu tanggungan siapa, Boss nʇǝʌ∀ atau PM, kalau tanggungan PM, maka gak usah dimasukkan ke utang murni...

Nanti kalau rugi dan gulung tikar, sebetulnya Boss nʇǝʌ∀ cuman wajib membayar utang murni, yaitu 6 juta... Selebihnya (94 juta) tanggungan PM...
Resiko untuk Bos nʇǝʌ∀... Kehilangan kepercayaan dari PM, dan jaringan2 PM...
Adakah bank yang seperti itu di Indonesia... Saya rasa belum... Di dunia... Saya gak tau...

Soal properti juga gitu kira2...
Kutip dari: nʇǝʌ∀ pada Mei 31, 2012, 04:58:19 PM
minjem Rp. 100 juta ---> belanja properti ---> usaha bankrut ---> tinggal pergi saja
cari pinjeman lain hehe
Kita punya BI checking dan Sistem Informasi Debitur... Semua peminjaman akan tercatat di bank sentral, dan akan mempengaruhi kredibilitas seorang debitur...

BSJS...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

mhyworld

AFAIK, peminjam uang dari bank yang bermasalah dalam pengembaliannya akan di-black list, sehingga tidak dapat lagi mengajukan pinjaman sampai 5 tahun ke depan.
once we have eternity, everything else can wait

ytridyrevsielixetuls

#27
kalau dalam kasus nʇǝʌ∀
tetap aja bank yang lebih rugi karena mereka harus menanggung properti terbengkalai (warnet yg gulung tikar) dan tentu saja properti terbengkalai nilainya lebih rendah daripada warnet yg baru jadi lengkap dengan fasilitasnya.

semua properti itu kan keinginan si nʇǝʌ∀ sendiri yg ditanggung pihak pemberi modal. tentu saja mereka yg rugi

kalau benar nʇǝʌ∀ cuma hutang Rp. 6 juta itu biasanya kalau dia yang jadi "pelaku pasif" alias dia yang diajak kerja sama
tentu ini berbeda kalau nʇǝʌ∀ sendiri yang datang ke bank dan minjem duit.
tentu "pelaku aktif" ini wajib membayar semua uang yg ia pinjam.

karena dengan "hilangnya" Rp. 100 juta itu, bank jadi kehilangan sebagian duit mereka untuk menjalankan bank karena duitnya sudah "berubah" jadi warnet yg bangkrut.
dan saya rasa bank tidak mau direpotkan dengan menjual properti terbengkalai itu dan menunggu ada orang yg mau beli. kalaupun dibeli pasti lebih murah nilainya. jadinya bank lebih mau kalau si peminjam modal yg bayar hutang dlm bentuk uang cair.
[move]
     -/"|           -/"|           -/"|
<(O)}D     <(O)}D     <(O)}D
     -\_|          -\_|           -\_|

topazo

@Boss ytridyrevsielixetuls
Kalau kejadiannya dalam sistem sekarang...Sistem uang fiat, kapitalisme,  dan Infasi, kejadiannya memang akan seperti yang Boss ytridyrevsielixetuls katakan...

Tapi kalau pake sistem bagi hasil, sebetulnya seperti yang saya jelaskan di atas... Boss nʇǝʌ∀ cuman nanggung 6 juta... Dan kerugian besar adalah pada pihak Pemilik Modal... Di sini, modal materi tidaklah lebih penting daripada modal keahlian, sebagaimana sistem kapitalisme (kapital=modal duit yang diutamakan)....

Bagi PM, siapa suruh percaya pada seorang yang ngaku ahli, padahal bukan... Itulah resiko berbisnis....

Nah, keadaan jaman sekarang, mana ada PM yang mau berbisnis... Semuanya mau berinvestasi (di mana modal akan terus bertambah dengan resiko kecil)...
Padahal jelas, yang namanya berbisnis... Kalau untung sama2 untung, kalau rugi sama2 rugi... Mana bisa kita udah ngaku kerjasama bisnis, tapi pas rugi mau menang sendiri...
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Farabi

Kutip dari: ytridyrevsielixetuls pada Mei 29, 2012, 03:59:47 PM
yang rugi itu siapa?
saya atau bank-nya?

tidak ada nasabah yang kena beban hutang kalau bank tempat mereka nyimpen uang bangkrut. sebaliknya, justru bank-nya yang dituntut membayar kerugian nasabah.

nah kembali ke pertanyaan ini,

berarti kalau kita hutang ke bank syariah dan usaha kita rugi maka kita ngak kena beban hutang? perasaan nga ada bank ky gitu...

Yang rugi itu yan menerima modal, jadi disini yang rugi bank. Juga sebelum meminjam, selain harus ada jaminan, juga anda harus punya laporan keuangan selama 2 tahun.
Raffaaaaael, raffaaaaael, fiiii dunya la tadzikro. Rafaael. Fi dunya latadzikro bil hikmah, wa bil qiyad

Maa lahi bi robbi. Taaqi ilaa robbi. La taaqwa, in anfusakum minallaaahi.