Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 05:31:33 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 134
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 148
Total: 148

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Mengapa Berobat ke Luar Negeri?

Dimulai oleh raisuien, September 26, 2009, 08:38:45 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

raisuien

Saat ini banyak orang Indonesia, termasuk menteri, memilih berobat ke luar negeri. Pemerintah agaknya berasumsi, orang Indonesia pergi berobat ke luar negeri karena rumah sakit kita kalah dalam bangunan, kenyamanan, dan peralatan canggih. Maka, guna mengurangi minat orang berobat ke luar negeri perlu dibangun rumah sakit "bertaraf internasional" di dalam negeri.

Kesan seperti itu tercermin dari ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mendorong dibangunnya rumah sakit berkelas internasional baru-baru ini. Dapat diduga, yang dimaksud dengan "kelas internasional" adalah dalam kemegahan bangunan dan kecanggihan peralatan.

Namun, menanggapi isu ini dengan menyediakan rumah sakit megah di Jakarta atau Bogor tidak akan mengurangi orang berobat ke luar negeri. Bagi masyarakat yang tinggal di Sumatera, mereka akan tetap memilih berobat ke Malaysia atau Singapura karena jarak yang lebih dekat daripada ke Jakarta atau Surabaya.

Kabarnya di Batam sudah ada rumah sakit "bertaraf internasional", tetapi ternyata tak mengurangi jumlah orang Batam atau Riau berobat ke Singapura dan Malaysia karena kalah bersaing dalam pelayanan dan harga.

Biaya yang lebih murah ini juga merupakan salah satu alasan. Beberapa orang yang berobat ke Malaysia mengatakan, secara keseluruhan biaya berobat ke Malaysia lebih murah ketimbang berobat di Jakarta atau Surabaya. Pelayanannya pun lebih baik meski dalam hal kepandaian dokter Indonesia tidak kalah.

Dalam hal memilih yang murah, ini bukan hanya perilaku orang Indonesia. Dalam film Sicko diceritakan, betapa seorang sopir truk Amerika Serikat memilih dioperasi di India karena secara keseluruhan biaya jauh lebih murah daripada berobat di AS. Dengan biaya lebih murah dan pelayanan lebih baik, orang tak perlu terlalu kaya untuk dapat berobat di luar negeri. Apalagi dengan dihapuskannya biaya fiskal sekarang ini.

Alasan lain adalah teknologi. Ini bukan hanya berarti peralatan canggih, tetapi juga prosedur medis, seperti transplantasi organ. Karena hambatan hukum, agama, dan budaya, transplantasi organ di Indonesia tak bisa berkembang. Kalaupun ada, seperti transplantasi ginjal, biayanya amat mahal daripada di India atau China, atau mungkin Singapura. Alasan yang tak kalah penting adalah mutu dan keamanan pelayanan medik di Indonesia yang belum terjamin.

Mutu pelayanan

National Geographic Channel mengungkapkan alasan mengapa penerbangan Indonesia dilarang masuk Eropa. Yaitu begitu mudah Pemerintah Indonesia mengizinkan berdirinya maskapai penerbangan, tetapi lemah dalam pengawasan keamanan. Demikian pula, sebenarnya dalam hal perumahsakitan. Banyak rumah sakit diizinkan berdiri, tetapi dalam hal mutu dan keamanan pelayanan tak pernah ada yang mengawasi.

Pemerintah negara lain tentu tak bisa melarang warganya berobat di rumah sakit Indonesia, seperti yang mereka lakukan terhadap perusahaan penerbangan. Yang dilakukan adalah perusahaan asuransi yang menjamin warga asing di Indonesia lebih menganjurkan mereka berobat ke Singapura atau Australia daripada ke rumah sakit di Indonesia.

Dalam hal mutu layanan medik, ada tiga unsur yang berperanan: pemerintah yang lemah dalam pengawasan, perilaku dokter, dan perilaku pengusaha rumah sakit.

Departemen Kesehatan memang memberlakukan akreditasi rumah sakit sebagai bagian pengawasan mutu, tetapi lebih banyak tentang rumah sakit dan belum banyak menyentuh pelayanan medik. Negara lain umumnya menyerahkan pengawasan mutu pelayanan medik kepada lembaga independen, meski dibentuk oleh negara.

AS mempunyai Institute for Healthcare Improvement (IHI) yang dibentuk oleh Institute of Medicine dan melibatkan universitas serta perwakilan konsumen. Di Jerman ada GBA yang dibentuk pemerintah federal, beranggotakan antara lain dari universitas (saat ini ketua GBA dijabat pakar dari sebuah fakultas ekonomi), penyedia layanan, dan perwakilan pembayar (asuransi dan konsumen).

Di Belanda ada CBO yang dibentuk pemerintah bersama organisasi profesi dan asosiasi asuransi kesehatan. Pengawasan mutu tak hanya dilakukan terhadap kelengkapan sarana, tetapi juga aspek efisiensi dan ketepatan penanganan pasien.

Dalam aspek efisiensi, termasuk ketepatan penggunaan alat canggih, agar tidak hanya mengejar pengembalian modal. Lembaga-lembaga itu secara periodik mengadakan pertemuan evaluasi selain menerbitkan aneka panduan tentang mutu layanan.

Sikap dokter di Indonesia

Unsur kedua adalah sikap dokter di Indonesia yang belum menempatkan kepentingan pasien sebagai prioritas utama. Kemampuan berkomunikasi serta kesediaan memberi penjelasan kepada pasien atau keluarganya masih amat lemah. Juga keengganan untuk dikontrol pihak lain, termasuk teman sendiri. Bagi mereka yang pernah berobat di negara lain akan merasakan perbedaannya dengan dokter di luar negeri.

Dr Donald Berwick, Ketua IHI, dalam pertemuan internasional tentang mutu layanan medik di Berlin, Maret 2009, mengatakan, penafsiran tentang mutu pelayanan tidak boleh menjadi monopoli para dokter.

Unsur ketiga adalah sikap pengusaha rumah sakit di Indonesia yang cenderung berorientasi pada pengembalian modal dan keuntungan. Sikap semacam itu sering ikut mendorong terjadinya pelayanan yang tidak efisien, efektif, tepat waktu, dan aman. Hubungan dengan dokter yang bernuansa saling cinta tetapi juga saling curiga membuat sulit melakukan kajian obyektif terhadap mutu layanan di rumah sakit. Tidak ada studi tentang berapa besar medical error, rasionalitas terapi, dan kejadian menyimpang yang dapat dijadikan tonggak untuk perbaikan mutu pada tahun berikutnya.

Jika semua itu tidak dibenahi, pendirian rumah sakit megah tidak menjamin bahwa layanannya bermutu. Orang Indonesia masih akan memilih berobat ke negara lain dan orang luar tidak tertarik untuk berobat di Indonesia.

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

binekas

Pernah juga nonton di tv one dengan topik yang sama, ketika diwawancarai kalo gak salah ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengenai hal ini beliau menjawab bahwa mutu dokter yang ada di Indonesia tidak kalah dengan dokter yang berada di luar negeri atau sebut saja Malaysia. Yang jadi masalah adalah seperti yang disebutkan tadi bahwa fasilitas yang ada di Rumah sakit2 Ina tidak secanggih dan seefektif yang berada di luar negeri. Tetapi sebagaimana yang di sarankan oleh ketua IDI diperlukan adanya kecintaan terhadap negeri dalam hal ini percaya kepada dokter yang ada di Indonesia dan fasilitas yang mendukungnya. Kita jika tidak boleh menutup mata dengan perkembangan kedokeran di Indonesia. Saran saya CINTAI INDONESIA.

raisuien

Kutip dari: binekas pada September 27, 2009, 05:05:15 PM
Pernah juga nonton di tv one dengan topik yang sama, ketika diwawancarai kalo gak salah ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengenai hal ini beliau menjawab bahwa mutu dokter yang ada di Indonesia tidak kalah dengan dokter yang berada di luar negeri atau sebut saja Malaysia. Yang jadi masalah adalah seperti yang disebutkan tadi bahwa fasilitas yang ada di Rumah sakit2 Ina tidak secanggih dan seefektif yang berada di luar negeri. Tetapi sebagaimana yang di sarankan oleh ketua IDI diperlukan adanya kecintaan terhadap negeri dalam hal ini percaya kepada dokter yang ada di Indonesia dan fasilitas yang mendukungnya. Kita jika tidak boleh menutup mata dengan perkembangan kedokeran di Indonesia. Saran saya CINTAI INDONESIA.

menurut aku bukan kwalitas ataupun teknologi yg kurang...
fasilitas rumah sakit sekarang dah benar2 cukup bersaing dgn luar negeri..
tp kok masih ada yg berobat ke luar negeri?
mungkin karna kurangnya komunikasi antar dokter pasien yg menyebabkan pasien kurang percaya dgn dokter..
klo kata dosenku sih... di luar negeri, dokter2nya bisa mengobati seorang pasien sampai 30 menit - 1 jam cuma untuk 1 pasien
mknya bisa membina hubungan kepercayaan antara dokter dgn pasien
dan adanya kasus malpraktek yg menyebabkan kurang kepercayaan pasien kpd dokter di Indonesia..

phice

Kalo' kayak kasusnya Ponari?
Bukankah juga membuktikan ketidakpercayaan masyarakat kita pada dokter ya?
Mau Belajal Yang Pintel Bial Jadi Doktel Hewan Yang Ashoi

binekas

Kutipdokter2nya bisa mengobati seorang pasien sampai 30 menit - 1 jam cuma untuk 1 pasien
mknya bisa membina hubungan kepercayaan antara dokter dgn pasien

jika di daerah saya dokter mengobati pasien tidak lebih dari 15 menit. ckckckc. Ntar deh kl saya jadi dokter bakal nurutin cara dokter luar negeri yang mengobati pasien sampai 30 menit. Amin.

Hendy wijaya, MD

@binekas
Setuju, kepedulian dokter di sini rendah, saya sebagai dokter saja malu melihat para TS demikian, kebanyakan mengejar materi, bahkan yang tidak habis pikir sampai menjual produk MLM ke pasien. Konsultasi sering dijawab dengan sekenanya, dengan alasan kasian yang antri, begitu juga dengan visite, kadang pasien malah dimarah2.
Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio

Hendy wijaya, MD

Inti masalahnya di komunikasi yang berkualitas.
Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio

xSaVioRx

sempet baca kalo RS bertaraf Int'l di indo tuh sbnrnya br ada 2,Siloam Kebun Jeruk sm Siloam Karawaci..
RS-RS lainnya cm asal pasang embel-embel 'Int'l'.. RSCM lg on progress jd RS Int'l..
If someone feels that they had never made a mistake in their life,then it means that they had never tried a new thing in their life ~ Einstein

Huriah M Putra

Emank masalah kita ini adalah kurangnya komunikasi...
Makanya, dari sekarang kita dicekoki terus dengan materi2 untuk komunikasi yang baik..
Tapi apa itu bisa merubah juga..?

Gimana dengan Gleni..? Kan dibuat Gleni International Hospital.
[move]OOT OOT OOT..!!![/move]

Astrawinata G

gleni mah dokternya banyak yang dari adam malik.....tau ndiri deh gimana :P
Best Regards,


Astrawinata G

mei_er

kalo menurut saya,, ini karena kenyamanan yang kurang. ya mungkin salah satunya kurangnya komunikasi,,
tapi sepertinya yang kurang adalah perhatian dari tenaga medis kita ke pasiennya,,

danshenplus

Saya rasa Kita perlu meningkatkan layanan dan customer care pada pasien. Dengan begitu kita tidak akan kalah dengan Rumah Sakit Luar

Huriah M Putra

Betul betul betul...
Ayo kita jangan malas lagi nerangin ke pasien.. (kayak owe udah dokter aja..)
Thread ini juga berhubungan dengan yang CAFTA itu..
[move]OOT OOT OOT..!!![/move]

Astrawinata G

menjelaskannya jangan pake bahasa planet, baik sengaja (biar kelihatan keren dan berkelas) maupun yang ga sengaja (agak susah terjemahkan ke pasien) :)
Best Regards,


Astrawinata G

syx

bener, mas astra, masalah komunikasi beneran musti kita perhatikan. sama seperti saya kasi training di pabrik pada orang yang dasar pendidikannya lebih rendah musti ati-ati milih kosa kata biar mereka bener-bener bisa ngerti apa yang kita katakan.