Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 28, 2024, 06:11:20 PM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 87
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 2
Guests: 78
Total: 80

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Keracunan Obat Pada Anak

Dimulai oleh syx, Maret 28, 2012, 08:04:31 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

syx

paling tidak sekitar 165 anak di AS harus dirawat di ICU setiap harinya karena masalah obat. lebih dari 60.000 balita per tahun tercatat mengalami gangguan akibat kesalahan pengobatan atau overdosis obat. dalam 25 tahun terakhir, angka kematian akibat keracunan obat pada anak usia 14 tahun ke bawah di AW telah mengalami penurunan. tetapi pada periode waktu yang sama, angka kematian keracunan kecelakaan obat melonjak hampir 2 kali, dari 36% pada 1979 jadi sekitar 64% pada 2006.

peningkatan angka kecelakaan keracunan obat ini ditengarai akibat makin banyaknya jenis obat yang tersedia di rumah, dari obat resep, obat bebas, vitamin, herbal, dan suplemen makanan, sehingga anak-anak rentan mengalami masalah akibat menelan salah satu produk tersebut.

bukan hanya akibat kemudahan atau seringnya anak melihat wadah obat dalam lingkungan rumah, gaya hidup yang menuntut kecepatan juga turut andil menyebabkan masalah. anggota keluarga yang bekerja diburu waktu bisa jadi lupa meletakkan obat dengan benar, jauh dari jangkauan anak.  orang tua bisa lupa meletakkan botol obatnya dalam tas. para remaja meninggalkan obat dalam laci yang bisa terjangkau tangan si kecil yang selalu penasaran dengan hal baru.

The Safe Kids melaporkan bahwa sekitar 95% masalah overdosis obat pada anak disebabkan karena kurangnya pengawasan orang tua atau pengasuh anak, seperti yang dijelaskan dalam paragraf di atas. 5% sisanya akibat salah pemberian dosis. jadi kunci keamanan yang perlu diperhatikan di sini adalah penyimpanan yang aman dan pendosisan yang aman.

Obat apa saja yang tercatat sering dikonsumsi anak secara tidak sengaja? pada 2010, tercatat obat penghilang rasa sakit, bisa obat resep atau pun obat bebas.  golongan obat ini tercatat menimbulkan 30% keracunan fatal pada balita. di urutan berikutnya adalah obat alergi dan sedatif, seperti obat tidur atau antidepresan, yang menyebabkan 17% keracunan fatal pada balita.

berikut tips keamanan untuk mencegah masalah anak akibat obat dari program pendidikan CDC's "Up and Away and Out of Sight":

1. simpan obat di tempat yang aman dan terlindung dari pandangan dan jangkauan anak (termasuk jika dosis obat berikutnya akan diberikan pada beberapa waktu ke depan).
2. jangan menyebut obat sebagai permen.
3. meminta tamu dan pengasuh untuk menyimpan jaket, dompet, atau tas yang menyimpan obat di dalamnya jauh dari pandangan anak saat datang ke rumah.
4. tutup rapat penutup botol child-resistant setiap kali selesai digunakan dan simpan di tempat yang tidak terjangkau anak.
5. jangan gunakan sendok makan untuk menakar obat karena sendok makan tidak akurat. gunakan penakar yang disediakan dalam wadah obat.
6. orang dewasa hendaknya menghindari penggunaan obat di depan anak karena anak bisa meniru perilaku tersebut.

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

nʇǝʌ∀

Terkadang, orangtua tidak efisien dalam menerapkan sistem penyimpanan obat. Mereka memasukkan segala jenis obat ke dalam 1 wadah/tempat saja, dan memungkinkan mereka bingung dalam memilih obat yang diperlukan (berpotensi tertukar/salah konsumsi),  lupa sudah berapa kali anak mereka konsumsi obatnya dalam sehari, dan sendok-sendok (penakar) untuk obat cair tercampur aduk, jadi mungkin saja sendok yg pernah dipake untuk obat A malah dipake untuk obat B.

So gua rasa mesti diberi minimal 2 wadah/tempat khusus obat per anggota keluarga, yang pertama untuk obat luar dan yang kedua untuk obat dalam. so baik ayah, ibu, dan anak punya wadah/tempat obat sendiri masing-masing 2. Dan wadah/tempat itu mesti yang bisa ditutup dan tahan banting.

Ini untuk meminimalisir kebingungan dalam menemukan obat yang diperlukan maupun merapikannya. Potensi obat tertukar juga bisa diminimalisir dengan cara ini.

                |'''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''|
       __/""|"|--------nʇǝʌ∀ inc.------|
> (|__|_|!!|__________________|
      (o)!""""""(o)(o)!"""""""""""(o)(o)!

ytridyrevsielixetuls

sebaiknya setelah minum obat cair itu, sendok(penakar)nya dicuci lagi, dilap pake tissue, kemudian dimasukkan ke dalam kotak tempat botol obat itu. Jadi botol dan sendoknya berada dalam 1 kotak, kecuali kalo obat cairnya ga pake kotak (hanya botol) ya mesti ada plastik khusus HANYA UNTUK OBAT ITU BESERTA PENAKARNYA, dimana plastiknya hanya plastik berlogo rumah sakit tempat anda membeli obat resep dokter itu.

kalaupun ada obat lain selain obat cair itu di dalam 1 plastik, maka pastikan itu memang obat yang juga harus dikonsumsi untuk menyembuhkan penyakit yang sama seperti obat cair tsb. Misal anda sakit batuk kronis, terus anda berobat ke RS, dapet resep dari dokter, dan anda harus membeli sebotol obat cair dan kapsul antibiotik, dan keduanya dimasukkan ke dalam sebuah plastik itu tidak apa-apa. karena mereka memang satu paket khusus penyakit batuk kronis anda.

Kutip dari: nʇǝʌ∀ pada Maret 28, 2012, 08:45:47 PM
Terkadang, orangtua tidak efisien dalam menerapkan sistem penyimpanan obat. Mereka memasukkan segala jenis obat ke dalam 1 wadah/tempat saja, dan memungkinkan mereka bingung dalam memilih obat yang diperlukan (berpotensi tertukar/salah konsumsi),  lupa sudah berapa kali anak mereka konsumsi obatnya dalam sehari, dan sendok-sendok (penakar) untuk obat cair tercampur aduk, jadi mungkin saja sendok yg pernah dipake untuk obat A malah dipake untuk obat B.

So gua rasa mesti diberi minimal 2 wadah/tempat khusus obat per anggota keluarga, yang pertama untuk obat luar dan yang kedua untuk obat dalam. so baik ayah, ibu, dan anak punya wadah/tempat obat sendiri masing-masing 2. Dan wadah/tempat itu mesti yang bisa ditutup dan tahan banting.

Ini untuk meminimalisir kebingungan dalam menemukan obat yang diperlukan maupun merapikannya. Potensi obat tertukar juga bisa diminimalisir dengan cara ini.

metode yg anda tawarkan itu bagus tapi perlu juga dipisahkan antara obat resep dokter dengan obat jaga-jaga, misal saya punya tablet obat sakit kepala dan obat influensa yang saya pakai untuk jaga-jaga (keduanya obat dalam), saya memasukkannya ke dalam wadah khusus obat dalam milik saya tapi tidak saya campur dengan obat dalam resep dari dokter. obat dalam resep dokter itu saya simpan di plastik khusus.
meski gampang dibedakan tapi nga sreg ngeliatnya kalo berantakan tercampur aduk gitu
[move]
     -/"|           -/"|           -/"|
<(O)}D     <(O)}D     <(O)}D
     -\_|          -\_|           -\_|

Monox D. I-Fly

Kutip dari: syx pada Maret 28, 2012, 08:04:31 AM
Obat apa saja yang tercatat sering dikonsumsi anak secara tidak sengaja? pada 2010, tercatat obat penghilang rasa sakit, bisa obat resep atau pun obat bebas.  golongan obat ini tercatat menimbulkan 30% keracunan fatal pada balita. di urutan berikutnya adalah obat alergi dan sedatif, seperti obat tidur atau antidepresan, yang menyebabkan 17% keracunan fatal pada balita.

Yg ini ceritanya anak2 jadi kecanduan gitu kah? Karena waktu mengalami luka fisik terus dikasih obat penghilang rasa sakit jadi terus pas sakit dikit aja langsung ketergantungan sama obat itu, gitu?  ???
Sama halnya dg obat tidur, pas si anak nggak bisa tidur, terus dikasih obat biar cepet tidur, lama2 dia jg akan ketergantungan sama obat itu kl gk bisa tidur...  :-\
*Parenting Level: *facepalm**

Kutip dari: syx pada Maret 28, 2012, 08:04:31 AM
berikut tips keamanan untuk mencegah masalah anak akibat obat dari program pendidikan CDC's "Up and Away and Out of Sight":

1. simpan obat di tempat yang aman dan terlindung dari pandangan dan jangkauan anak (termasuk jika dosis obat berikutnya akan diberikan pada beberapa waktu ke depan).
2. jangan menyebut obat sebagai permen.
3. meminta tamu dan pengasuh untuk menyimpan jaket, dompet, atau tas yang menyimpan obat di dalamnya jauh dari pandangan anak saat datang ke rumah.
4. tutup rapat penutup botol child-resistant setiap kali selesai digunakan dan simpan di tempat yang tidak terjangkau anak.
5. jangan gunakan sendok makan untuk menakar obat karena sendok makan tidak akurat. gunakan penakar yang disediakan dalam wadah obat.
6. orang dewasa hendaknya menghindari penggunaan obat di depan anak karena anak bisa meniru perilaku tersebut.

[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]

daf*q did I just read?   :o
Emang ada ortu yg ngenalin obat ke anaknya sbg permen??? Biar anak mau makan obat yg terkenal pahit gitu kah??? Seems legit *facepalm*.

Kl aq sih, dr dl nggak suka minum obat... Takutnya kl jadi ketergantungan... Kayak BapakQ, dikit2 minum obat, alhasil malah jadi ketergantungan...  :(
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

syx

sering lah kita liat orang tua berusaha membujuk anaknya minum obat dengan mengatakan bahwa itu permen. emang rasa manis dan enak diperlukan untuk bisa memudahkan orang tua memberikan obat pada anak. di lingkungan perumahan saya pernah melihat anak yang menyemburkan obat yang disuapkan oleh orang tuanya ato menangis keras-keras menolak pemberian obat. ini tentu akan menyulitkan pemberian obat pada anak. maka dari itu sirup pediatrik dibuat manis dan sedapat mungkin rasa pahit ditutupi.
efek samping dari obat yang enak ini tentu saja anak bisa merasa ingin terus mencicipinya. di sini perlu antisipasi yang dilakukan ortu dengan menempatkan obat di luar jangkauan anak. dari produsen, produk bisa dilengkapi dengan tutup child-resistant.

Monox D. I-Fly

Kutip dari: syx pada April 16, 2012, 03:39:43 PM
sering lah kita liat orang tua berusaha membujuk anaknya minum obat dengan mengatakan bahwa itu permen. emang rasa manis dan enak diperlukan untuk bisa memudahkan orang tua memberikan obat pada anak. di lingkungan perumahan saya pernah melihat anak yang menyemburkan obat yang disuapkan oleh orang tuanya ato menangis keras-keras menolak pemberian obat. ini tentu akan menyulitkan pemberian obat pada anak. maka dari itu sirup pediatrik dibuat manis dan sedapat mungkin rasa pahit ditutupi.
efek samping dari obat yang enak ini tentu saja anak bisa merasa ingin terus mencicipinya. di sini perlu antisipasi yang dilakukan ortu dengan menempatkan obat di luar jangkauan anak. dari produsen, produk bisa dilengkapi dengan tutup child-resistant.

Aq waktu kecil dulu malah nggak suka obat-obatan yang rasanya manis... Gimana ya, manisnya tuh lebay banget, malah jadi berasa aneh... Jadi kalo' habis minum obat yang bentuknya sirup q harus minum teh minimal setengah gelas buat menetralisir rasanya yang aneh itu... FavoritQ dulu itu kapsul, soalnya rasanya nggak pahit, kan ketutup bungkus...  ::)
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

sisca, chemistry

Hahaha.
Iya.. Selain masalah memisah2 obat dengan plastik dan tempatnya, ada yang penting lagi yang harus diperhatikan.
Dan ini merupakan masalah bangsa ini. (Bangsa lain ga tau deh ya)
Sering kali masyarakat kalau uda ke dokter dengan keluhannya masing2, lalu diberi resep dari dokter dan dibeli obatnya, kalau misal terjadi keluhan yang mirip dengan sebelumnya, pasien bakalan beli obat yang kemaren dimakannya lagi. Tanpa harus ke dokter.
Mikirnya toh sama kok gejalanya, ngapain ke dokter lagi, habisin uang.
Padahal belom tentu itu sakitnya sama. Keluhan bisa sama, tapi penyebabkan beda2.
Ini nih yang perlu di-didik ke diri masyarakat kita.
Yang paling sering kasusnya kalau demam. Pasien datang keluhan demam. Dokternya ngasih antibiotik. Eh, sembuh si pasien. Disimpen deh bungkus obatnya. Ntar kalo demam, makan antibiotik lagi, sembuh kok kemaren. Pasien kalo demam, makan antibiotik. Uda reda, ga makan lagi. Demam makan lagi, uda turun ga makan lagi. Inilah yang bikin bakteri pada resisten sama antibiotik nih.
Sendiri rusak badan sendiri namanya. Ckck.
Ingat, obat = racun. Tapi obat dalam dosis tepat = menyembuhkan.
(^ kayak curhat jadinya. =)) )
Nah, balik lagi ke kasus anak kecil.
Anak kecil, balita itu blood brain barriernya masi belom terbentuk sempurna. Jadi bila kita beri obat2an yang kerja obatnya di sistem saraf pusat, obat akan dengan mudah masuk. Misal 100% yang diberi, yang masuk bisa aja 85 -90%. Padahal yang dibutuhkan cuma 65-70% doank obatnya untuk bekerja di SSP.
Nah, kesalahan sering kejadian di salah kasi dosis. Makanya kalau misalnya ada anak sakit, alangkah baiknya dibawa ke dokter anak. Dokter anak kan spesialis sama penyakit anak2 dan dosis obat yang sehari2 dia berikan ke pasien pun ga jauh beda. Kalau ke dokter umum, dia ada pasien dewasa, remaja, bayi, yang ditakutin latah dokternya nulis dosis. Dosis untuk balita malah ditulis sesuai dewasa.
Bisa aja itu kejadian. Dokter juga manusia lo.
Sekian aja dari saya. :D
[move]
~ You are what you eat ~
[/move]

Monox D. I-Fly

Kutip dari: sisca, chemistry pada April 18, 2012, 01:40:39 PM
Hahaha.
Iya.. Selain masalah memisah2 obat dengan plastik dan tempatnya, ada yang penting lagi yang harus diperhatikan.
Dan ini merupakan masalah bangsa ini. (Bangsa lain ga tau deh ya)
Sering kali masyarakat kalau uda ke dokter dengan keluhannya masing2, lalu diberi resep dari dokter dan dibeli obatnya, kalau misal terjadi keluhan yang mirip dengan sebelumnya, pasien bakalan beli obat yang kemaren dimakannya lagi. Tanpa harus ke dokter.
Mikirnya toh sama kok gejalanya, ngapain ke dokter lagi, habisin uang.
Padahal belom tentu itu sakitnya sama. Keluhan bisa sama, tapi penyebabkan beda2.
Ini nih yang perlu di-didik ke diri masyarakat kita.
Yang paling sering kasusnya kalau demam. Pasien datang keluhan demam. Dokternya ngasih antibiotik. Eh, sembuh si pasien. Disimpen deh bungkus obatnya. Ntar kalo demam, makan antibiotik lagi, sembuh kok kemaren. Pasien kalo demam, makan antibiotik. Uda reda, ga makan lagi. Demam makan lagi, uda turun ga makan lagi. Inilah yang bikin bakteri pada resisten sama antibiotik nih.
Sendiri rusak badan sendiri namanya. Ckck.
Ingat, obat = racun. Tapi obat dalam dosis tepat = menyembuhkan.
(^ kayak curhat jadinya. =)) )
Nah, balik lagi ke kasus anak kecil.
Anak kecil, balita itu blood brain barriernya masi belom terbentuk sempurna. Jadi bila kita beri obat2an yang kerja obatnya di sistem saraf pusat, obat akan dengan mudah masuk. Misal 100% yang diberi, yang masuk bisa aja 85 -90%. Padahal yang dibutuhkan cuma 65-70% doank obatnya untuk bekerja di SSP.
Nah, kesalahan sering kejadian di salah kasi dosis. Makanya kalau misalnya ada anak sakit, alangkah baiknya dibawa ke dokter anak. Dokter anak kan spesialis sama penyakit anak2 dan dosis obat yang sehari2 dia berikan ke pasien pun ga jauh beda. Kalau ke dokter umum, dia ada pasien dewasa, remaja, bayi, yang ditakutin latah dokternya nulis dosis. Dosis untuk balita malah ditulis sesuai dewasa.
Bisa aja itu kejadian. Dokter juga manusia lo.
Sekian aja dari saya. :D


Terus kalo' kejadian kayak gitu bisa dianggap malpraktik nggak? Bisa dituntut dong dokternya?  :-\
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

sisca, chemistry

bisa sih..
Tapi biasanya kejadian ini bisa dihambat kalau misalnya apotik tempat tebus obatnya jeli.
Bukan hanya asal kasi obat.
Karna biasanya apoteker2 senior itu karena uda kebiasaan kasi obat, jadi tau kalau ada dosis yang aneh.
Biasa ditelpon tuh dokternya.
Kalo di Indo sih gitu..
Jadi dokter - apoteker saling kerjasama.. :)
Tapi ga semua dokter umum bakalan gitu sih. Tenang aja. Ini kan uda masalah individu2.
[move]
~ You are what you eat ~
[/move]

syx

iya kalo di apotek pas ada apotekernya... kan jarang banget tuh. malah bisa jadi cuma sebulan sekali ada apotekernya, pas gajian. kalo gajiannya ditransfer bisa-bisa sebulan sekali aja ke apotek udah bagus.

sisca, chemistry

oh..
Gitu yah sistem per-apoteker-an di indonesia?
Wala2..
Sisca kirain apoteker itu selalu di apotik dan selal u bantu nyediain obat...
Ternyata oh ternyata~
[move]
~ You are what you eat ~
[/move]

Monox D. I-Fly

Kutip dari: syx pada April 26, 2012, 07:18:00 AM
iya kalo di apotek pas ada apotekernya... kan jarang banget tuh. malah bisa jadi cuma sebulan sekali ada apotekernya, pas gajian. kalo gajiannya ditransfer bisa-bisa sebulan sekali aja ke apotek udah bagus.

Loh? Lha terus yang ngelayanin di apotik itu siapa?
Apa cuma orang yang digaji sebagai "penjaga toko" gitu?  :-\
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.

syx

apotek adalah ruang kerja apoteker... sayangnya di indonesia sepertinya ga berlaku. hanya daerah tertentu yang apotekernya selalu standby, misalnya di daerah pariwisata seperti bali. maklum, turis luar ga bakal mau beli obat kalo ga ada apoteker yang jaga.
udah ah, masa ngerasani profesi sendiri gini.

elhakim

Kutipiya kalo di apotek pas ada apotekernya... kan jarang banget tuh. malah bisa jadi cuma sebulan sekali ada apotekernya, pas gajian. kalo gajiannya ditransfer bisa-bisa sebulan sekali aja ke apotek udah bagus.

kenapa kaya gituh? ntar kalau gada yg beli obat, dan pemasukkannnya kurang kan berati gada gajian???  ???

Monox D. I-Fly

Kutip dari: syx pada April 26, 2012, 06:03:28 PM
apotek adalah ruang kerja apoteker... sayangnya di indonesia sepertinya ga berlaku. hanya daerah tertentu yang apotekernya selalu standby, misalnya di daerah pariwisata seperti bali. maklum, turis luar ga bakal mau beli obat kalo ga ada apoteker yang jaga.
udah ah, masa ngerasani profesi sendiri gini.

Lah kok syx tau jangan2 syx sendiri juga kayak gitu?  :-X
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.