Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Desember 15, 2024, 01:46:30 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
  • Total Anggota: 27,928
  • Latest: MCeroft
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 125
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 63
Total: 63

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

[Proyek] Membuat TDS Meter

Dimulai oleh insan sains, Mei 30, 2009, 09:04:51 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

insan sains

Ada yang pernah dengar TDS Meter?

Alat ini digunakan untuk mengukur jumlah zat terlarut yang ada dalam cairan. Artikel ini sebagian besar terjemahan dan pengembangan dari jurnal yang saya dapatkan tahun 2007 lalu. Artikel ini pula sudah saya publikasikan di blog pribadi saya. Kali ini mau saya share disini, siapa tahu ada yang akan mengembangkannya lebih jauh lagi.

Catatan : Artikel ini bisa langsung dicopy-paste dengan menyertakan sumber : "Insan Sains @ Forum Sains"


PENDAHULUAN

Air adalah molekul yang paling banyak ada di alam. Bahkan tubuh manusia sendiri tersusun dari 80% cairan. Tapi tahukah kita bahwa kualitas air itu berbeda-beda? Tulisan ini akan membahas tentang suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Pengukuran ini menggunakan metoda Electrical Conductivity, dimana dua buah probe dihubungkan ke larutan yang akan diukur, kemudian dengan rangkaian pemprosesan sinyal diharapkan bisa mengeluarkan output yang menunjukkan besar konduktifitas larutan tersebut, yang jika dikalikan dengan factor konversi maka akan kita dapatkan nilai kualitas air tersebut dalam TDS atau PPM.


DEFINISI TDS/PPM

TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun anorganic, mis : garam, dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dll. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan, makanan, dll)

Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :

  1. Gravimetry
  2. Electrical Conductivity

Diantara kedua metoda pengukuran TDS tersebut, yang akan dibahas pada makalah ini adalah metode ke-dua, yaitu menggunakan prinsip Electrical Conductivity. Namun sebagai informasi, bahwa sebenarnya cara yang paling baik dan paling akurat untuk mengukur TDS adalah menggunakan metoda Gravimetry sebab keakuratannya bisa sampai 0.0001 gram. ( Untuk keterangan lebih jelas tentang metoda Gravimetry ini bisa dilihat di [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.] )

---> Segini dulu yah, untuk malam ini, siapa tahu ada yang mau nanya... :D [dosen mode on]
Menuju Indonesia sebagai THE COUNTRY MASTER OF TECHNOLOGY, 2030

ksatriabajuhitam

menarik (lebih spesifik lagi menarik untuk dijual :P, ditawarin ke lab kimia, lab pangan, atau apapun lah yg membutuhkannya, bisa disertai software antarmuka d PC juga sebagai fasilitas tambahan kalo lagi memantau reaksi yg cukup lama)

masalah utamanya tampaknya pada desain sensor nya deh

kira2 pake apa? mangga dilanjutkan... :D
not all the problems could be solved by the sword, but sword holder take control of problems.
ForSa versi mobile: http://www.forumsains.com/forum?wap2

insan sains

@ KBH : Hu um. Secara teori sih, bisa pake plat besi dan aluminium. Kontrollernya pake mikrokontroler ATMEGA8535.

lanjut dulu ya...

DASAR TEORI

ELECTRICAL CONDUCTIVITY

EC (Electrical Conductivity) atau konduktansi adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Konduktansi (G) merupakan kebalikan (invers) dari resistansi (R). Sehingga persamaan matematisnya adalah :

G = 1 / R

Note : Pada literatur lainnya, simbol untuk konduktansi adalah σ, γ atau κ.

Sehingga dengan menggunakan Hukum Ohm, maka didapatkan definisi lainnya :

V = I x R

I = G x E

Secara definisi diatas : jika dua plat yang diletakkan dalam suatu larutan diberi beda potensial listrik (normalnya berbentuk sinusioda), maka pada plat tersebut akan mengalir arus listrik.

Konduktansi suatu larutan akan sebanding dengan konsentrasi ion-ion dalam larutan tersebut. Namun pada beberapa situasi hal ini tidak berlaku, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 1 : Hubungan Konduktansi dan Konsetrasi Ion
(captured from [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.])

Terlihat pada grafik diatas bahwa pada Sodium Chlorida, konduktansi sebanding dengan konsentrasi ion-ion (semakin besar konsentrasi ion-ion pada Sodium Chlorida semakin besar pula nilai konduktansinya). Namun pada Sulfuric Acid, konduktansi akan linear terhadap perubahan konsentrasi ion hanya pada batas tertentu. Untuk konsentrasi ion yang lebih tinggi lagi, maka konduktansi menjadi tidak linear.

Satuan dasar untuk konduktansi adalah Siemens (S), dan formalnya menggunakan satuan Mho (kebalikan dari Ohm). Karena luas penampang plat dan jarak antar plat juga mempengaruhi konduktansi, maka secara matematis ditulis dengan :

C = G x ( L / A )

Dimana :

C : Konduktansi spesifik (S)
G : Konduktansi yang terukur (S)
L : Jarak antar plat (cm)
A : Luas penampang plat (cm2)


Gambar 2 : Pengaruh luas penampang terhadap konduktansi
(captured from [pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.])

Sehingga satuan konduktansi menjadi Siemens/cm (S/cm). Besarnya pengaruh elektroda (L/A) akan mempengaruhi juga range pengukuran. Pada table dibawah ini terlihat bahwa range pengukuran konduktansi berubah ketika pengaruh elektroda (L/A) berubah.

Elektroda (dalam cm)     Range Konduktansi (dalam μS/cm)
               0,1                                    0,5 s/d 400
               1,0                                    10 s/d 2.000
              10,0                               1.000 s/d 200.000

Tabel 1 : Pengaruh penampang Elektroda terhadap konduktansi

Konduktansi dipengaruhi pula oleh temperatur. Dalam sebuah metal, konduktansi menurun dengan naiknya temperatur, namun dalam sebuah semikonduktor, konduktansi akan makin besar dengan makin tingginya temperatur. Untuk ini maka diperlukan kompensasi, yaitu dengan menggunakan rumus :


dimana :

σT1 = Electrical Conductivity pada suhu yang diukur
σT = Electrical Conductivity pada suhu normal (25˚C)
α = Koefisien temperatur larutan
T1 = Suhu pengukuran
T = Suhu normal (25˚C)


HUBUNGAN TDS/PPM DAN EC

1 μS/cm = 1 x 10-6 S/cm
1 S/cm = 1 Mho/cm
1 μS/cm = 0.5 ppm
1 ppm = 2 μS/cm

2K ppm = 4K μS/cm = 4 mS/cm = ¼K Ohm = 250 Ohm
250 ppm = 0,5K μS/cm = 0,5 mS/cm = 1/0,5K Ohm = 2K Ohm
10 ppm = 20 μS/cm = 1/20M Ohm = 0,05M Ohm = 50K Ohm

Note : Belum ada standar baku untuk mengubah satuan EC menjadi PPM. Convertion Factor yang digunakan bermacam-macam. Pole-Parmer menggunakan 0,5 sebagai Convertion Factor-nya, namun Department of Suistainability and Environment (State of Victoria) menggunakan Convertion Factor sebesar 0,6. Dalam tulisan ini akan digunakan Convertion Factor sebesar 0.5

-----> Next High Level Design
Menuju Indonesia sebagai THE COUNTRY MASTER OF TECHNOLOGY, 2030

insan sains

BLOCK DIAGRAM RANGKAIAN


Gambar 3 : Block Diagram TDS Meter


Keterangan :

Solution to be measured, adalah larutan yang akan diukur kadar TDS-nya

Sensor yang digunakan pada rangkaian ini adalah 2 probe biasa dengan jarak 1 cm yang fungsinya untuk mendapatkan nilai konduktansi suatu larutan.

Signal Processing, adalah rangkaian yang berfungsi untuk : pertama, memberikan sumber tegangan AC konstan pada probe agar pada larutan dapat terjadi aliran arus (sehingga dapat terukur konduktansi atau resistansinya). Fungsi kedua adalah untuk mengkonversi nilai konduktansi menjadi tegangan.

MicroController, digunakan untuk mengubah nilai tegangan (Analog) yang dihasilkan Signal Processing menjadi nilai bit-bit (Digital) dan mengkonversinya menjadi satuan TDS atau PPM.

LCD (Liquid Crystal Display), digunakan untuk menampilkan output dari MicroController sehingga dapat dibaca oleh user.

(Sumber tegangan yang digunakan pada rangkaian ini adalah +12V dan -12V)

---> bersambung
Menuju Indonesia sebagai THE COUNTRY MASTER OF TECHNOLOGY, 2030

very

mau tanya dalaemta signal procesing tu ap aj ya?

very

signal prosesing terdiri dari apa aj?

Too Payz

Kutip dari: insan sains pada Juni 09, 2009, 10:51:59 AM
Solution to be measured, adalah larutan yang akan diukur kadar TDS-nya

Sensor yang digunakan pada rangkaian ini adalah 2 probe biasa dengan jarak 1 cm yang fungsinya untuk mendapatkan nilai konduktansi suatu larutan.
..............
@Insan : Boleh liat rumus konversi ADC-nya ?

insan sains

Owwww... udah lama gak dilanjutin... :D


Wien Bridge Oscilator



Gambar 4 : Wien Bridge Oscilator

Osilator Jembatan Wien (Wien Bridge Oscilator) biasa digunakan untuk membangkitkan frekuensi tanpa memerlukan sinyal input, dengan jangkauan frekuensi dari 5 Hz sampai kira-kira 1 MHz. Osilator ini menggunakan umpan balik negative dan umpan balik positif. Umpan balik positif di feed back melalui jaringan lead lag ke input non inverting, sedangkan umpan balik negative melalui pembagi tegangan ke input inverting.


Syarat yang harus dipenuhi untuk membangun rangkaian osilator jembatan wien ini adalah penentuan besarnya Resistor dan Kapasitor penentu frekuensi output. Harga dari R2 harus sama dengan R3, dan C1 harus sama dengan C2. Untuk selanjutnya kita sebut komponen penentu frekuensi ini masing-masing dengan R dan C.


Untuk rangkaian ini besarnya R dan C diatur sedemikian rupa sehingga frekuensi outputnya minimal sebesar 1 KHz. Sebab bila kurang dari 1 KHz maka akan menyebabkan rangkaian menjadi tidak stabil, akibatnya pembacaan menjadi tidak akurat dan terpengaruh waktu.


Untuk membentuk gelombang sinus yang benar-benar mulus, maka setiap kali pengukuran maka harus dipastikan variable resistor R4 dalam keadaan nol, kemudian sedikit semi sedikit diputar sehingga penguatannya = 1 dan amplitudo menjadi constant.

Zener yang digunakan adalah Zener 5,1 Volt. Vout yang keluar dari pin 1 IC Op-amp ini akan menghasilkan tegangan kurang lebih 20 Vpp.


Adapun frekuensi output dari rangkaian Osilator Jembatan Wien ini ditentukan dengan rumus sbb :


f. out = 1 / (2 phi R C)

= 1 / [2 (3,14) (1 x 103) (0,03 x 10-6)]

= 1 / [0,1884 x 10-3]

= 5,3 KHz



Gambar 5 : Simulasi frek. output yang digenerate Wien Bridge Osc
Pada software MultiSim 2001



Non Inverting Amp




Gambar 6 : Penguat Tak Membalik

Output yang berasal dari Osilator Jembatan Wien (yang telah dijelaskan sebelumnya) akan menjadi input untuk rangkaian Penguat Tak Membalik setelah sebelumnya masuk ke pembagi tegangan R6 dan R7. Tegangan input non inverting ini didapat dari tegangan R7. Yang besarnya dapat ditentukan dengan rumus pembagi tegangan :


VR7 = [R7 / (R6 + R7)] * Vin

= [1 x 103 / (1 x 103 + 1 x 105)] * 20

= [1 x 103 / (1,01 x 105)] * 20

= 0,009009.. * 20

= 0,198 V ≈ 0,2 V


Penguatan rangkaian Penguat Tak Membalik ini ditentukan oleh 2 resistor, yaitu resistor pada input inverting (Rin) dan resistor feedback (Rf). Pada rangkaian diatas, Rin didapat dari larutan yang diukur. Sederhananya (seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya), bahwa pada setiap larutan akan terdapat konduktansi. Dan jika ada konduktansi tentu akan ada Resistansi, karena resistansi adalah invers dari konduktansi.


R = 1 / G begitu pula sebaliknya G = 1 / R

Rumus penguatannya adalah : Av = (Rf / Rin) + 1

Vout = Av * Vin (pada input non inverting, dalam hal ini sama dengan VR7)


AC (Alternate Current) Signal to DC (Direct Current) Signal Converter




Gambar 7 : AC to DC converter

Output yang dihasilkan oleh rangkaian sebelumnya (Penguat Tak Membalik) adalah sinyal sinusoida (AC). Seperti kita maklumi bersama, bahwa pengolahan sinyal menggunakan sinyal sinusioda adalah sulit dilakukan. Lebih mudah bagi kita untuk memproses sinyal digital. Sehingga mudah usntuk melakukan modifikasi ataupun yang lainnya. Maka untuk memenuhi hal tersebut, terlebih dahulu kita harus mengubah sinyal sinusoida (AC) yang merupakan output dari rangkaian penguat tak membalik menjadi sinyal DC murni agar bisa diproses oleh microcontroller.


Op-Amp U1C digunakan sebagai buffer agar rangkaian tidak mempengaruhi sinyal input. Sebab dengan rangkaian ini akan didapatkan impedansi input yang tinggi, dan sebaliknya impedansi output yang sangat rendah.


Dioda bridge digunakan untuk memisahkan sinyal positif (AC) dan sinyal negatifnya. Kedua sinyal ini masing-masing akan masuk ke input non inverting dan input inverting setelah sebelumnya di-regulasi oleh rangkaian regulator sederhana R11 dan C3.


Output akan keluar pada pin 14 dengan bentuk sinyal DC murni yang besar range dan offset-nya masing-masing diatur oleh variable resistor R9 dan R13.



ADC (Analog to Digital Converter)


Analog to Digital Converter yang digunakan sudah built in pada IC Microkontroller ATMega8535. ADC (Analog to Digital Converter) adalah sebuah interface yang dapat mengubah tegangan analog menjadi pulsa digital. Pada ADC 8 bit, rentang output yang dihasilkan adalah 2 pangkat 8 = 256. Tentunya untuk ADC 10 bit seperti yang built in pada microcontroller AVR ATMega8535 ini lebih besar lagi yaitu 2 pangkat 10 = 1024. Adapun rumus untuk menentukan hasil konversi ADC adalah sebagai berikut


Konversi_ADC = (vin/vref) * 1024

Pada rangkaian ini akan dibuat range pengukuran TDS mulai dari 0 ppm sampai dengan 2000 ppm. Tegangan referensi yang akan digunakan sebesar 4V. Jadi jika input ADC bernilai 4V maka maka akan setara dengan nilai 2000 ppm. Sehingga kenaikan TDS/PPM per 1 bitnya adalah sebesar :


Step_TDS = range / total bit = 2000 / 1024 = 1,953125

Misal, ketika tegangan Vin = 2V, maka untuk mengkonversinya ke PPM :

PPM = Step_TDS * Konversi_ADC

= 1,953125 * [(Vin/Vref) * 1024]

= 1,953125 * [(2/4) * 1024]

= 1,953125 * 512

= 1000


Walaupun pada microcontroller ATMega8535 ini sudah terdapat 8 channel ADC, namun pada rangkaian ini hanya akan digunakan 1 channel saja, yaitu PA0 (pin 40).


Pin 32 (AREF) terhubung dengan sebuah variable resistor R22 untuk meng-adjust tegangan Vref. Tegangan pada R22 ini harus dipastikan mencapai angka 4 Volt tepat agar pembacaan lebih akurat.


--> bersambung...
Menuju Indonesia sebagai THE COUNTRY MASTER OF TECHNOLOGY, 2030

@bondanpermadi_

 :)Gan..bisa d lanjut gak artikelnya?

AriDinata

mas
bisa ga di lanjutkan artikelnya mas
sangat penting bagi saya mas,,saya mau buat tugas akhir mengenai tds mter itu mas
atau bisa mas kirim ke email saya file nya mas


makasi atas pengertian nya mas

Monox D. I-Fly

Kutip dari: @bondanpermadi_ pada Februari 03, 2015, 01:52:12 PM
:)Gan..bisa d lanjut gak artikelnya?
Kutip dari: AriDinata pada April 28, 2015, 04:32:16 PM
mas
bisa ga di lanjutkan artikelnya mas
sangat penting bagi saya mas,,saya mau buat tugas akhir mengenai tds mter itu mas
atau bisa mas kirim ke email saya file nya mas


makasi atas pengertian nya mas
Kayaknya susah deh... Dia terakhir aktif tahun 2011, 4 tahun sebelum kalian posting...
Gambar di avatar saya adalah salah satu contoh dari kartu Mathematicards, Trading Card Game buatan saya waktu skripsi.