Gunakan MimeTex/LaTex untuk menulis simbol dan persamaan matematika.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

April 20, 2024, 01:09:15 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 111
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 160
Total: 160

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Pendidikan Sains Dalam Diri Kita

Dimulai oleh Im, Februari 18, 2017, 08:52:32 PM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

Im

"Sains", satu kata ringan tetapi membuat bising bagi orang ataupun siswa yang tidak suka dengan pelajaran sains. Jika melihat dari artinya, sains sebenarnya berarti ilmu-ilmu. Akan tetapi, kebanyakan orang secara umum menganggap sains hanya mengenai ilmu-ilmu alam saja.

Tidak dapat dipungkiri sains memang menjadi bukti kemajuan suatu peradaban bangsa bagi masyarakat yang hanya meyakini sains adalah segalanya. Pernyataan tersebut tidak salah jika melihat negara-negara dengan kebutuhan sains tinggi terbukti lebih terkemuka daripada negara lain. Sebaliknya, ketika melihat negara-negara yang belum menjadikan sains sebagai kebutuhan primer, cara pandang masyarakatnya pun akan berbeda dan pola kehidupannya berbeda pula.

Sains di benak pemikiran anak-anak Indonesia merupakan ilmu-ilmu alam yang hanya bisa didapatkan di lembaga instansi pendidikan atau sekolah-sekolah dan ilmu tersebut sangat sulit untuk dipahami. Terlebih lagi jika dihubungkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang tertanam dalam benak siswa, ilmu alam merupakan ilmu kaku atau ilmu pasti yang tidak bisa dipahami banyak orang.

Sebenarnya, ilmu alam tidak seperti yang siswa-siswa pikirkan, ilmu alam harusnya menjadi salah satu ilmu yang menarik untuk dikaji dan dikembangkan karena ilmu tersebut amat dekat dengan kehidupan manusia di samping adanya ilmu sosial yang mempelajari tentang kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan sains di Indonesia, pendidikan sains yang diajarkan di instansi pendidikan atau di sekolah bertujuan mengembangkan potensi siswa di bidang sains guna memanfaatkan dan mengembangkannya untuk kebermanfaatan umat. Hal tersebut berbalik dengan kebenaran yang ada di lapangan. Walaupun sering terdengar siswa-siswa Indonesia yang berhasil mendapatkan emas, perunggu, atau perak di negara lain dalam kompetisi olimpiade sains baik di tingkat nasional maupun internasional, tetapi masih banyak siswa-siswa yang berbalik kondisi dengan siswa-siswa berprestasi tersebut dengan bukti masih banyak siswa yang takut menghadapi Ujian Nasional.

Becermin pada permasalahan pendidikan sains yang ada di sekolah-sekolah, sebagian besar guru sudah berusaha untuk mengajarkan pendidikan sains dengan harapan detail hingga siswa memahami konsep-konsepnya. Namun ironinya, pendidikan sains yang diajarkan tersebut hanya dapat ditangkap sebagaian kecil dari siswa saja.

Memang, memahami konsep-konsep dasar pendidikan sains terasa sulit jika guru hanya menyampaikan konsep dengan gambaran angan-angan saja. Padahal, pada dasarnya sains ada yang bersifat "kasat mata" (visible) atau dapat dilihat dari fakta konkretnya, dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau "tidak kasat mata" (invisible) atau tidak dapat dilihat fakta konkretnya. Oleh karena itu, pendidikan sains memerlukan penyegaran dalam pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa karena tidak semua siswa yang belajar ilmu sains mempunyai daya tangkap pemahaman yang sama dengan latar keluarga, ekonomi, dan kebudayaan yang berbeda.

Masalah lainnya, pada target pendidikan pemerintah, terutama jumlah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, seakan sistem pendidikan Indonesia memaksa siswa-siswa untuk belajar berbagai macam keilmuan dengan alokasi waktu pembelajaran yang terbatas. Padahal, dengan karakteristik sains yang lebih sulit dipahami bagi siswa, justru tujuan pembelajaran sains sering dikesampingkan dan guru pun lebih banyak mengejar target materi yang disampaikan. Alhasil, tujuan pendidikan besar yang dicita-citakan hanya menjadi materi-materi yang menumpuk di pikiran siswa saja tanpa pemahaman konsep dasar yang benar.