Selamat datang di ForSa! Forum diskusi seputar sains, teknologi dan pendidikan Indonesia.

Welcome to Forum Sains Indonesia. Please login or sign up.

Maret 29, 2024, 05:05:54 AM

Login with username, password and session length

Topik Baru

Artikel Sains

Anggota
Stats
  • Total Tulisan: 139,653
  • Total Topik: 10,405
  • Online today: 134
  • Online ever: 1,582
  • (Desember 22, 2022, 06:39:12 AM)
Pengguna Online
Users: 0
Guests: 138
Total: 138

Aku Cinta ForSa

ForSa on FB ForSa on Twitter

Tegangan Listrik Beda-Beda

Dimulai oleh reborn, Desember 02, 2011, 07:46:26 AM

« sebelumnya - berikutnya »

0 Anggota dan 1 Pengunjung sedang melihat topik ini.

reborn

Halo para suhu elektro,

Mo tanya kenapa tegangan listrik di tiap-tiap negara berbeda-beda ya? Di Indo misalnya 220 V, di negara lain ada yang 110 V. Pertimbangannya apa sih, kenapa gak disamain aja? Trus kenapa dipilih 220 V, bukan 80 V misalnya?

mhyworld

Mungkin lebih karena kebetulan sejarah, yaitu ditentukan oleh orang-orang yang mengembangkan peralatan listrik pada generasi awal. Indonesia sendiri dulu juga pernah memakai standar 110V.

Keuntungan penggunaan tegangan yang lebih rendah jelas pada sisi safety. Kalaupun kesetrum, peluang korban untuk selamat lebih besar.
Kerugiannya, untuk menyalakan peralatan dengan daya tertentu diperlukan arus yang lebih besar, sesuai rumus P=I.V. (P:daya alat; I:arus yang melewati alat; V:tegangan yang sampai ke alat). Sehingga kerugian daya yang hilang pada kabel lebih besar, sesuai rumus P=I².R(P:Daya yang hilang; I:arus yang lewat kabel; R: hambatan kabel). Untuk rating daya yang sama, diperlukan kabel dengan diameter yang lebih besar, sehingga menyebabkan pemborosan material.
Alasan yang sama berlaku pada transmisi daya tegangan tinggi.

Peralatan listrik bekerja pada range tegangan tertentu. Jika tegangan yang diberikan ke alat lebih rendah daripada tegangan kerjanya, alat tidak bisa bekerja dengan baik. Kalau lebih tinggi, alat bisa rusak. Banyak peralatan yang memiliki selektor untuk tegangan yang akan digunakan, biasanya untuk memilih antara 110V dan 220V. Produsen peralatan mendisain alatnya untuk bekerja dengan tegangan tertentu, disesuaikan tujuan pemasarannya. Kebetulan para pengembang peralatan listrik generasi awal telah terlebih dahulu mengembangkan standarisasi peralatan untuk bekerja pada tegangan 110 dan 220V. Oleh karena itu tidak bisa menentukan tegangan mains seenaknya, karena akan membuat banyak peralatan menjadi tidak bekerja semestinya.

Beberapa peralatan modern mampu bekerja pada range tegangan yang lebih lebar (saya pernah menjumpai instrumen yang mampu bekerja pada range tegangan 22 s/d 240 V tanpa perlu mengubah setting apapun), biasanya memanfaatkan switching regulator pada bagian input power supplynya.

Daftar tegangan kerja listrik yang didistribusikan ke konsumen di berbagai negara dapat dilihat di sini
[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
once we have eternity, everything else can wait

Zulfaesa

kalo menurut saya pribaadi kenapa tegangan di setiap negara beda" pertama kita lihat dari segi konsumen ataw peralatan elektronikanya. misalx di jepang teganganx itu kalo tdk salah 110v sedangkan di indonesia 220. itu di sebabkan kaerena beban pemakaian, di tiap" negara berbeda".

mhyworld

Dilihat dari sudut pandang sejarah, tegangan 110V dipilih sebagai tegangan distribusi karena sesuai untuk menyalakan lampu pijar yang dikembangkan oleh Thomas Edison. Pada saat itu jenis tegangan yang digunakan adalah DC.
Perkembangan berikutnya menyesuaikan dengan jaringan distribusi yang telah tersedia.
KutipIn the early days of electricity distribution, direct current (DC) generators were connected to loads at the same voltage. The generation, transmission and loads had to be of the same voltage because there was no way of changing DC voltage levels, other than inefficient motor-generator sets. Low DC voltages were used (on the order of 100 volts) since that was a practical voltage for incandescent lamps, which were the primary electrical load. Low voltage also required less insulation for safe distribution within buildings.
[pranala luar disembunyikan, sila masuk atau daftar.]
once we have eternity, everything else can wait

Fariz Abdullah

@Mhyworld

Jadi 110 & 220, adalah karena sudah ada standarisasi dari produsen peralatan ya..Dan kecenderungan ada yang prefer ke 220, mungkin salah satu alasannya adalah untuk penghematan material kabel..Mempertimbangkan efisiensi dan keselamatan, standarisasi 220 sudah optimum ya? Btw, angka 220 kayaknya kelipatan 2 dari 110..Ada alasan perhitungan teknis, atau kesepakatan saja?
[move]DOUBT EVERYTHING AND FIND YOUR OWN LIGHT[/move]

mhyworld

Kutip dari: Fariz Abdullah pada Desember 05, 2011, 04:04:56 PM
@Mhyworld

Jadi 110 & 220, adalah karena sudah ada standarisasi dari produsen peralatan ya..Dan kecenderungan ada yang prefer ke 220, mungkin salah satu alasannya adalah untuk penghematan material kabel..Mempertimbangkan efisiensi dan keselamatan, standarisasi 220 sudah optimum ya? Btw, angka 220 kayaknya kelipatan 2 dari 110..Ada alasan perhitungan teknis, atau kesepakatan saja?

Tegangan 220 V dikembangkan di Eropa. Dari awal sudah menggunakan jenis AC. Mungkin nilainya dipilih untuk mempermudah proses konversi, yaitu cukup dengan trafo 1 banding 2.
once we have eternity, everything else can wait

irfanzidny

masing-masing mempunyai tujuan.
nice info. thanks